11: Sambutan Penuh Luka

1.1K 133 12
                                    

Jam masih menunjukkan pukul 02.03 dini hari. Seharusnya orang-orang masih menggulung tubuhnya dengan selimut. Namun Hiresh justru terbangun karena rasa lapar yang tiba-tiba datang. Sejak sore dia memang tidur pulas, Maven sengaja membuatnya tertidur sampai Hiresh lupa waktu. Setelah matanya bisa terbuka dengan sempurna, Hiresh bangun lalu duduk di atas ranjang. Dahinya mengernyit, dia tidak melihat Yoel di ruangan ini. Hanya ada satu orang yang sedang menatap layar laptopnya. Dia masih tidak mengetahui siapa orang tersebut karena posisinya membelakangi Hiresh. Tapi dilihat dari proporsi tubuhnya, orang itu jelas bukan Yoel. Kakak pertamanya tidak se-berisi itu.

"Kak... Jaya?" Panggil Hiresh agak ragu.

Sedangkan Jaya yang merasa seseorang memanggil namanya berbalik, matanya membola saat melihat Hiresh. "Loh kok bangun?"

"Lapar, tadi aku enggak makan malem dulu."

"Mau makan sekarang atau mau cuci muka dulu? Tadi ada perawat yang nganterin makan malem, tapi karena kamunya tidur Kakak enggak tega bangunin kamu. Cuci muka dulu aja gih, biar makanannya Kakak angetin dulu."

"Kakak kok disini? Mas Yoel mana?"

Jaya tersenyum lalu mengusap surai Hiresh. "Mas Yoel lagi ada kerjaan yang enggak bisa di tinggal. Hiresh sama Kakak dulu ya?"

Meskipun bingung, Hiresh tetap menganggukan kepalanya dan mengikuti Jaya yang menuntunnya ke kamar mandi. Dia bahkan membantu Hiresh untuk membasuh wajahnya, Jaya memang kerap memperlakukan Hiresh seperti Adik kandungnya sendiri. Maklum, karena dia terlahir sebagai anak tunggal. Jaya sering kali meminta adik kepada kedua orang tuanya, namun keduanya tidak bisa mengabulkan keinginan Jaya mengingat betapa sibuknya mereka. Jadi saat kedua orang tuanya mengenalkan Yoel kepadanya saat mereka berumur 5 tahun, Jaya senang bukan main. Saat itu Yoel baru memiliki 1 adik yaitu Maven yang masih berumur 1 tahun.

Jaya semakin senang karena ternyata Yoel memiliki tiga adik lagi. Sebelum Hiresh lahir mereka sering bermain bersama karena orang tua Yoel dan Jaya memang bersahabat juga. Namun begitu Hiresh lahir, anak itu sering di titipkan di rumahnya. Katanya Hiresh senang bermain bersama Kak Jaya, bocah berumur 9 tahun itu hanya menganggukan kepala seolah mengerti. Kemudian seiring berjalannya waktu, Jaya paham. Hiresh sering di titipkan dirumah karena Bundanya sering kali menyakiti anak tersebut.

"Naahh ayo makan. Kakak suapin ya?" Jaya menata makanan Hiresh setelah mereka selesai dari kamar mandi, "Tadi Kakak bawa cheese cake juga. Kata Yoel kamu mau cheese cake kan?"

"Oh ya? Aku bilang gitu ke Mas Yoel?"

"Iya, tadi Yoel bilang."

Dahi Hiresh merengut bingung. Dia tidak mengingat apapun selain tidur bersama Maven kemarin sore. "Aku enggak inget."

"Lupa kebawa tidur kali. Udah enggak usah di inget-inget nanti kepalanya sakit."

"Oh iya! Aku hari ini udah boleh pulang tau Kak. Nanti siang."

Jaya mendadak terdiam. Kenapa Yoel tidak memberi taunya bahwa Hiresh akan pulang hari ini? Dia tidak mungkin membawa Hiresh pulang ke rumahnya tanpa persetujuan Yoel. Tapi membawa Hiresh pulang ke rumahnya sendiri juga bukan pilihan yang bagus. Jaya takut kondisi Hiresh kembali memburuk jika anak itu kembali mendapat perlakuan yang tidak baik dari kedua orang tuanya.

"Hiresh udah ngasih tau Mas?"

"Belum. Kan Mas enggak kesini, tadi sama Kakak juga enggak sempet ngobrol. Kakak malah nyuruh aku tidur." Bibir Hiresh yang sedang sibuk mengunyah mendadak mencebik, "Emang mereka lagi ada urusan apa? Kok enggak ada ngabarin aku ya Kak?"

"Yoel lembur, Maven katanya di kampus. Kalo Atha kan besok masih harus sekolah." Jaya memberikan senyuman terbaiknya agar Hiresh bisa tenang.

"Tapi Abang enggak ada ngabarin aku dari tadi."

4 BROTHERS || J-Line TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang