Bab ¹

4.1K 178 24
                                    

Vote comenntnya Kakak, terima kasih banyak.

❦ ❦ ❦

Seorang pengawal mengawasi kelilingnya. Semuanya terpantau normal dan biasa-biasa saja. Sekalipun demikian, dia tetap dituntut selalu waspada. Ancaman kematian yang diterima bosnya, Alex Mahardi jelas tidak bisa diremehkan. Memang, bisa saja itu hanya omong kosong, tetapi ia tak ingin ambil risiko.

Bagaimana, semuanya aman? Suara rekannya yang berada di lantai lima terhubung melalui walkie talkie. Sekali lagi pengawal itu mengedarkan pandangan ke sekeliling lobi dan halaman depan gedung.

Oke. Bawa dia turun! Pengawal itu lalu berbalik menuju meja resepsionis. Tolong panggilkan Zainal, katanya kepada gadis yang bertugas di balik meja resepsionis.

Beberapa menit kemudian, Alex turun ke lantas dasar didampingi oleh ajudan pribadinya. Pada saat bersaman, Mercedes silver berhenti di depan lobi. Zainal dengan sigap membukakan pintu untuk majikannya.

Sekali lagi, pengawal tadi mengawasi keadaan sekitar dan setelah merasakan yakin, dia langsung memberikan tanda. Alex yang melihat itu lalu memasuki mobilnya.

Setelah menutup pintu untuk bosnya pengawal tadi lalu berpesan, Zainal, usahakan jalan beriringan dibelakang mobil saya.

Baik, Pak!

Lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman macet total, membuat niat si pengawal tidak berjalan dengan sempurna. Mobil sang Bos akhirnya terpisahkan oleh mobil sedan yang tiba-tiba menyalip begitu saja.

Pengawal itu mengumpat, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa karena kondisi jalanan yang semakin padat. Bunyi klakson saling bersahutan. Untungnya mobil yang berada di tengah-tengah relatif rendah, hingga dia bisa memantau mobil bosnya yang berada di belakang.

Selang beberapa menit, akhirnya mereka tiba di titik pertemuan, antara jalur lambat dan jalur cepat. Di mana mobil-mobil yang berada di jalur cepat pindah ke jalur lambat.

Seorang Polisi Lalu Lintas mengatur titik itu seperti biasa. Tak lama polisi itu menghampiri mobil Alex seraya mengetuk kaca jendela. Menyadari hal itu si pengawal merasa heran.

Apa yang polisi keparat itu inginkan?

Perasaan resah dan gelisah seketika mencuat di hatinya. Merasa tidak beres ia pun berniat turun, tetapi bemum sempat di melangkah telinganya menangkap bunyi letupan yang tertahan.

Pengawal itu langsung menoleh dan menyaksikan polisi tadi menembak ke dalam mobil bosnya melalui jendela kaca yang terbuka di bagian kursi kemudi.

Secepat kilat pengawal itu melompat keluar sambil mencabut pistol dari saku jaketnya. Namun, ia kalah sigap karena pembunuh yang menyamar dengan cepat berlari mengelilingi mobilnya dan berdiri di belakangnya.

Mendadak si pengawal mendapat tepukan ringan di pundaknya. Dan ketika menoleh pistol yang dilapisi peredam suara langsung menembus keningnya yang membuatnya langsung tersungkur dengan darah menggenangi aspal panas. Menyisakan si sopir satu-satunya orang yang tidak terluka dalam tragedi tersebut.

❦ ❦ ❦

Enam bulan kemudian...

Hari ini, Vino Panggabean dikembalikan ke perut bumi. Jasadnya yang gosong didandani dengan setelan rapi dan disembunyikan di dalam peti kayu berpelitur emas.

Sebagai penghormatan terakhir, peti matinya lalu diarak dari gereja kecil di pinggiran Jakarta, menuju pemakaman pribadi milik keluarga Panggabean.

Holy Blood (Chikara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang