PROLOG

9.5K 263 21
                                    

❚█══Trigger Warning 🔞
Cerita ini mengandung adegan kekerasan, aksi berbahaya, seksualitas juga pengkhiatan══█❚

❦❦❦

CIBUBUR,
24 September 2018

Seorang gadis duduk di depan laptopnya, berkutat mengerjakan tugas makalah kuliahnya yang kini menginjak semester empat dengan mengambil jurusan Manajemen.

Chika, begitulah orang-orang memanggilnya. Gadis yang mengenakan tanktop putih dan celana pendek itu adalah anak yatim.

Ayahnya meninggal dunia dua tahun yang lalu, dengan kondisi mengenaskan tanpa diketahui penyebabnya. Hal ini menjadi pukulan telak, sebab ayahnya meregang nyawa dengan cara yang tidak wajar.

Kemungkinan besar ia dibunuh, tetapi hingga kini pelakunya belum terlacak dan masih menjadi misteri. Sementara sang ibu malah bekerja sebagai kupu-kupu malam.

Tiba-tiba saja Chika disergap kelelahan. Ototnya pegal-pegal dan dia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Gadis itu memundurkan kursinya dan beranjak menuju dapur, mengambil dua bungkus kripik kentang dan sebotol air air lemon dari lemari es lalu kembali ke kamarnya.

Chika merebahkan raganya di springbed jadul yang berderit ketika di duduki dan mulai menghidupkan layar ponselnya. Mengecek apakah ada telepon masuk dari kekasihnya. Karena sepanjang mengerjakan tugas ponsel itu memang dalam keadaan silent.

Seperti dugaannya, banyak pesan masuk dari teman-teman dan juga cinta pertamanya. Segera dia mendial nomor yang dihafalnya di luar kepala kemudian melakukan video call dengan kekasihnya. Namun, baru beberapa mereka terhubung seorang malah berteriak dan menggedor-ngedor pintu.

Segera Chika mematikan ponselnya dan melangkah ke ruang tamu. Dan ternyata sosok itu adalah ibunya yang datang dalam keadaan teler. Matanya memerah, rambut berantakan dan jalannya sempoyongan.

Astaga, mamak kemana aja? Jarang pulang, tapi sekalinya pulang malah kayak gini.

Sudah jangan banyak cakap Kau, cepat tuntun Mamakmu ini ke kamar!

Iya, Mak.Meskipun begitu Chika tetap merawat ibunya dengan sangat telaten. Memapahnya ke kamar, menyelimutinya lalu membuatkan teh dan menyiapkan malam untuk sang ibu.

Keesokan harinya, gadis itu bersiap untuk berangkat kerja part-time di sebuah warung makan. Dan ketika pulang dengan membawa dua bungkus nasi padang ibunya malah menghilang, pergi meninggalkannya begitu saja tanpa adanya kejelasan.

Malamnya, seperti biasa, Chika mulai mengetik secara maraton di depan laptop, serupa seorang jurnalis yang sedang mengejar deadline agar tulisan bisa diterbitkan pada esok hari. Sejenak otaknya mulai dicurahkan untuk tugas makalahnya.

Seperti biasa, dia tampak segar dengan balutan denim short pants putih dan hoodie warna abu-abu, hingga ketukan di daun pintu membuyarkan konsentrasinya.

Huh, siapa lagi sih, masa iya Mamak pulang secepat ini?

Chika tersentak begitu pintu rumahnya di dobrak paksa. Dua orang yang memakai topeng hitam seperti maling ujug-ujug menodongkan senjatanya ke kepala Chika. Gadis itu tak berkutik dan dia tidak mengerti apa yang terjadi.

Kalian ini siapa dan apa mau kalian?

Ayo cepat bawa dia!

Seketika itu juga kedua sosok misterius itu menyeret Chika ke memasukkan ke mobil kapsul hitam yang terparkir tepi jalan raya. Di dalam Chika coba memberontak Namun, dekapan dua orang di sisi kiri dan kanan terlalu kuat untuk dilawan.

Gadis itu semakin panik, ketika tangannya dipiting ke belakang kemudian dililit menggunakan seutas tali. Sementara mulutnya disumpal menggunakan sapu tangan. Dalam keadaan terdesak, nalar logikanya berkerja ekstra, tetapi dia masih berprasangka baik.

Dia berpikir mungkin saja mereka salah tangkap atau jangan-jangan kekasihnya yang justru ingin memberi kejutan dengan cara tidak terduga. Namun, apa yang paling mengerikan dari semua itu adalah kepastian yang tidak pernah nyata.

❦ ❦ ❦

Sedangkan di lain sisi seorang pemuda memeluk erat jasad ibunya bersimbah darah. Kedua mata wanita yang telah melahirkan dirinya itu terpejam. Perut hingga dadanya robek, ususnya terburai. Beberapa organ vital, seperti lambung dan paru-paru juga mencuat keluar.

Sementara di samping mayat ibunya, sang ayah juga tergolek tak bernyawa. Cairan kental pekat merembes dari lehernya yang digorok dari ujung ke ujung dan nyaris putus. Kedua matanya melotot tajam, tak sempat terpejam.

Waktu dia baru pulang dari rumah dinas untuk merayakan Hari raya idul fitri, tetapi malah mendapati rumahnya berantakan. Pintu ganda di bagian depan dibobol paksa. Beberapa guci dan vas bunga pecah berserakan di atas lantai. Sepertinya sang ayah sempat melakukan perlawanan hingga akhirnya dikeroyok sampai mati. Padahal, ia sudah berjanji kepada saudaranya akan merayakan lebaran bersama-sama kedua tua mereka.

Perasaan sesak menghujam dadanya, seperti ditikam menggunakan godam raksasa. Wajahnya memerah. Sementara mata dan hidungnya terus mengeluarkan air.

Pemuda itu terus memeluk ibunya. Sedangkan kepala sang ayah dia letakan di atas pangkuannya. Kemeja putih yang dia kenakan menyatu bersama darah sang ibu.

Sepuluh menit berlalu. Hanya isak tangisnya yang terus menggema di ruang tamu yang kental penuh aroma kematian.

Dalam hidupnya pemuda itu sangat menyukai warna abu-abu gelap, tanpa alasan yang jelas. Kini hidupnya telah menjadi abu-abu pekat. Mungkin juga untuk selamanya. Pelangi telah memudar, dia merasa telah kehilangan segalanya.

Pemuda itu mengatupkan rahangnya rapat, matanya menyalang murka. Percikan amarah membakar dadanya. Dia benar-benar merasakan perubahan itu, dimana dunianya menjadi gelap, tidak terarah. Gejolak di hatinya dengan cepat menjadi dendam. Pemuda itu mengepalkan tangannya. Bibirnya mengucapkan kalimat.

Waktunya pembalasan!

Holy Blood (Chikara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang