12

129 14 2
                                    

Hari masih begitu teriknya. Tapi panasnya matahari seakan-akam tersaingi oleh panasnya perdebatan di mansion Sabaku.

"Kankuro, kenapa tidak kau saja yang pergi ke Ibraki. Lagian itu kesalahan dari anak buah mu sendiri yang kurang waspada. Kenapa harus Hinata yang pergi."

"Sudahlah neechan. Lagi pula Hinata juga menyanggupinya. Hanya dia yang paling bisa aku andalkan untuk membereskan kekacauan ini." Sela Kankuro.
"Lagi pula kenapa neechan harus ikut campur masalah kartel. Neechan cukup menjadi dokter yang baik saja. Masalah ini biar menjadi urusan kami." sanggah Kankuro.

"Jika sesuatu terjadi pada Hinata, kau orang pertama ku suntik mati." ancam Temari.

Dia lantas pergi meninggalkan mansion untuk kembali ke Tokyo Hospital.

Hinata mengejar Temari. Dia merasa sedih dan senang di saat yang bersamaan. Sedih karena bisa saja di misinya kali ini dia tidak akan bisa kembali. Senang karena ada orang yang begitu mengkhawatirkan dirinya.

"Neechan... Temari-neechan tunggu."

"Ada apa Hinata..? Apa kau sudah bersedia untuk tak pergi ke Ibaraki.?"

Hinata menggeleng pelan.
"Maaf neechan, aku tetap harus pergi. Disana mereka membutuhkan ku untuk menumpas para pemberontak itu neecha. Aku khawatir jika masalah ini tidak segera di tuntaskan akan berimbas pada bisnis tousan, keselamatan neechan dan juga Gaara bergantung pada keputusanku sekarang." Hinata menghela nafas pelan.
"Jadi, aku mohon neechan tak usah terlalu mengkhawatirkan ku. Aku pasti akan baik-baik saja. Dan masalah ini akan segera ku atasi. Aku janji. Ne neechan.." ujar Hinata dengan lembut.

"Kau harus kembali bagaimanapun caranya, bagaimanapun keadaanya disana. Sekelipun kau terluka tak apa nanti akan neechan obati. Tapi jangan mati disana Hinata. Ini ancaman dari ku." tegas Temari

"Emmm, aku janji."

Hinata lantas memeluk Temari erat.
"Terimakasih neechan sudah mengkhawatirkan ku."

Temari melerai pelukan itu. Dia harus segera pergi kalau tidak dia takut akan mencegah Hinata untuk pergi sekali lagi. Meskipun dia yakin Hinata tetap akan pergi dengan atau pun tanpa izin darinya.

"Baiklah, aku pergi. Kau berhati-hatilah. Jaa na Hinata.." ujar Temari, seraya memasuki mobil dan melambaikan tangan.

Setelah kepergian Temari, Hinata lantas kembali masuk ke dalam mansion.
Dia harus bersiap-siap untuk bergi ke Ibaraki sore ini juga.

"Hinata, kau yakin kan akan pergi kesana kali ini..?" tanya Kankuro.

"Aku tetap harus pergi kan niisan. Akan ku bereskan para penghianat itu."

"Baguslah kalau begitu. Aku sudah menyiapkan perlengkapan persenjataan di kamar mu, tinggal kau bereskan saja."
"Anggota yang lain nanti akan menunggumu di bandara, dan kau akan ke bandara di antar oleh kou."

"Baiklah nissan, aku siap-siap dulu."

****

Hinata kemudian masuk ke kamar, dia harus segera bersiap-siap.

Hinata memasukkan senapan laras panjang Barrett M82, dan pistol Desert eagle dan Raging Bull lengkap dengan amunisinya.
Sementara pakaian, Hinata hanya membawa pakaian yang melekat di tubuhnya.

Hinata lantas bergegas mengganti pakaiannya, dia menggunakan kaos hitam pendek, kemeja kotak-kotak panjang yang tak di pasangkan kancingnya, jaket kulit hitam, celana jogger hitam favoritnya dan sepatu combat boots warna hitam pula.

Rambutnya dia kuncir tinggi seperti ekor kuda. Menggunakan topi warna abu serta kacamata hitam.

Dia terlihat seperti tentara yang siap bertempur, padahal nyatanya dia hanya anggota kartel yakuza yang akan bertugas membunuh para penghianat organisasinya.

Beautiful Yakuza (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang