4 | bagian dinding yang rusak.

1.1K 260 130
                                    




muehehehe update






;:;:;:;

Srot!

Hari ini pelajaran pertama yang mengisi kelas mereka adalah Bahasa Indonesia, Irgiswara di kursi baris belakang mendengarkan Sang guru, sesekali menunduk, menulis jawaban ke buku catatan dari pertanyaan yang didikte.

Srottt!

Suara itu lagi. 

Kesekian kali menggema dalam ruang kelas yang sunyi, kompetisi pada sekolah ini sungguh terasa sebagai salah satu cara menjaga nama keluarga hingga sebagaian anak memiliki minat tinggi di tiap pelajaran, begitu pula Irgiswara. Semenjak tadi telah mencoba mengabaikan hal lain; persetan beberapa siswa hanya bermain-main, menangis karena belum bisa menulis atau mengobrol lewat bisik-bisik. 

Irgis tetap fokus, namun—

Srroootttt!

—tak henti suara tersebut terdengar persis dari sisi kiri seolah sengaja mengganggu konsentrasi.

"... nomor empat. Hewan ayam jika berbunyi suaranya? A. Mooohhhh, B. Wek wek wek, C—"

SROT!

"Nomor lima."

Irgis mengernyit bersamaan tubuh kecil berjengit, pena dalam jemari terhenti dari siap menulis jawaban di sebelah angka 4. 

"Nomor enam."

Oh—sungguh?

Omong kosong ini berhasil membuat pusat akalnya terpecah belah.

Irgis memejamkan kelopak beberapa saat, kembali membuka netra itu dengan bola mata terarah ke atas, sengit, rautnya tampak stagnan tak menunjukan emosi kemudian melirik ke sisi kiri, cara tatapnya tampak dingin dan hampa menelaah Ringgana yang fokus menulis semua jawaban sambil menyedot ingus agar masuk lagi; membuat hidung merahnya mengerut lucu, tapi saat ingus itu sudah terkumpul banyak dan mengalir tanpa kendali, Gana mengambil selembar tisu dari mini pack yang hari ini disiapkan bunda.

Srooottt!

Buangnya semangat sambil terus mendengarkan pak guru, lalu menulis jawaban sementara sudah banyak gumpalan tisu terkumpul pada kantong kecil.

"Sekarang dikumpulin ya jawabannya."

Pak guru di depan berkata demikian membuat fokus Ringgana telah usai pada pelajaran, kini, bocah berpipi tebal itu mendadak menyadari tatapan seseorang, maka ia reflek menoleh.

Sekedar menemukan Irgiswara tengah memangku dagu menggunakan tangan kanan dan tersenyum ramah hingga mata itu menyipit. 

Ringgana sontak merekahkan cengir secerah matahari, "Irgis! Ayo kumpulin bareng!"

Irgiswara perlahan mengangkat kepala dari sanggahan tangan, mengunci Ringgana kala senyuman ini luntur berganti raut agak bingung, "Aku belum selesai."

"Irgis belum selesai?" obsidian bulat milik Gana kian membola, Irgiswara hanya mengangguk, demikian lah Ringgana segera mendorong buku catatan miliknya, "Ini, liat aja punya Gana."

Irgiswara RingganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang