Burung yang indah, berada dalam sangkar yang mewah.
Anjing yang cerdas, di didik dengan sedemikian rupa.
Para kriminal, dipenjara dalam lapas yang sumpek.
Para pencuri, ditampilkan sebagai malaikat.
Itulah kehidupan Gayatri, ia tak lebih seonggok burung tanpa suara, bukan makhluk yang mudah berkicau dengan indah. Sangkar nya terbuat dari emas, sampai-sampai lebih penting sangkarnya dibandingkan suaranya.
Anjing itu dengan tega Gayatri sematkan kepada putranya, kenapa? Arthur di didik sedemikian rupa, agar tumbuh cerdas sehingga tidak merusak sangkar burung nan indah tersebut.
Lalu para kriminal adalah mereka yang hidup untuk menyembunyikan para pencuri sebenarnya, merasa yang terjebak dalam sumpeknya lapas menggantikan dalang mereka.
Lalu para pencuri, dalang dari para kriminal. Penjahat tanpa nurani yang mencuri hak para kaum sudra, yang menjadi dalang dari segala ketidak adilan dalam negeri. Mereka yang tampil bagai malaikat, tapi siapa yang tau? Bahwa mereka sebenarnya adalah malaikat maut.
Jika sang burung adalah Gayatri, jika anjing tersebut adalah Arthur, lalu Siapakah Sadewa?
Gayatri tidak akan menjawab biar kalian saja yang menilai.
Lingkup hidup Gayatri bukanlah orang sembarangan, ia dengan mudah bergaul dengan istri para pejabat negeri, ia dengan gampang bertemu nyonya besar dibalik nama-nama yang mentereng, bahkan menyambangi rumah ibu negara bukan hal sulit untuknya.
Gayatri cerdas, dia bukan wanita yang berlindung dibalik kekayaan suaminya. Bahkan musuh terbesar Gayatri adalah uang-uang suaminya, kekayaan suaminya.
"Kenapa perusahaan tidak membayarkan pesangon kepada karyawan. PHK besar-besaran yang kalian lakukan, benar-benar tidak berempati." Ucap Gayatri datar di meja makan.
Selalu seperti ini, meja makan yang besar tidak pernah terisi oleh riang dan tawa para penghuni. Melainkan berisikan perdebatan sepasang suami-istri.
"Sejak kapan kamu diperbolehkan bicara tentang perusahaan?" Tangkas Sadewa kepada istrinya.
Gayatri terdiam. Suaranya memang selalu dibungkam selama ini.
Gayatri menatap suaminya sengit "Jika kamu lupa, aku bukan makhluk bisu yang tidak bisa berasumsi." Jawabnya sebelum meletakkan gelasnya.
Sadewa yang sedari tadi menyimak kelakuan istrinya pun hanya tertawa licik. "Jika kamu juga lupa, aku membeli mu bukan untuk menjadi anjing menggonggong." Kasar sekali, dan Gayatri sudah biasa.
"Anjing ini sudah berhasil memperbaiki citra mu di publik. Dan ingat aku tidak perlu bersandiwara baik hanya untuk mendapatkan empati, tidak seperti kamu." Lugas sekali Gayatri berbicara, walaupun didepannya Sadewa sudah mengepalkan tangan.
Sadewa mendengus kasar "Ucap seseorang yang menghabiskan miliaran dalam sehari"
Gayatri tersenyum lebar, memang benar. Dan ia tidak berniat mengelak.
"Bukankah menjadi istri seorang Sadewa diharuskan bermewah-mewah. Seperti itu aku diajarkan oleh ibumu." Katanya dengan santai.
Gayatri tidak berbohong, sebelum menikah dengan Sadewa ia sudah diajarkan banyak hal untuk menopang kehidupan suaminya, agar ia tidak terlihat sebagai perempuan udik dari desa.
"Kamu bahkan tetap terlihat kampungan dimata ku." Hardik Sadewa kepada istrinya.
"Itu karena kamu terbiasa bertemu selingkuhan mu yang kampungan itu. Lihat saja, dia bahkan tidak malu menggunakan barang mewah hasil jual diri. Di pamerkan lagi, sungguh tak bermoral." Balas Gayatri. Ia memang tidak pernah mengalah jika berdebat dengan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gayatri Gauspuspita
RandomHidup Gayatri sangat sempurna. Segala hal yang ia mau akan ia dapatkan dengan selalu. Menjadi wanita impian segala usia kemudian tokoh menginspirasi bagi masyarakat luas, serta bagian dari kalangan keluarga terhormat nusantara. Bagaikan seorang ratu...