3: Gayatri dan selalu Gayatri

617 68 18
                                    

Hidup diantara buaian uang, tak lantas membuat para pemiliknya merasa tenang dan senang. Terkadang memiliki banyak uang justru membuat kepala semakin pening rasanya, dan Gayatri merasakan itu.

Gayatri dahulu sebelum menikah adalah perempuan potensial yang selalu mendapatkan apapun atas usahanya. Ia tidak terlalu suka hanya menunjuk untuk mendapatkan hal yang sulit.

Sangat jauh berbeda dengan keadaannya sekarang, di paksa bermanja di tengah kekayaan yang suka memabukan.

Kamar besar ini di isi oleh sepasang suami-istri yang sepertinya lupa, bahwa selain uang mereka membutuhkan kasih sayang.

"Sampai kapan kamu mau mengurungku Sadewa?" Jeritnya pada laki-laki yang baru saja memasuki kamar mandi.

Tak ada suara balasan, tak ada teriakan lain yang menggema. Hanya tersisa suara kucuran yang terdengar.

Gayatri benci seperti ini, Gayatri benci dia yang tak bebas bahkan untuk menjadi dirinya.

Suara ketukan terdengar dari arah luar kamar.

Gayatri tidak ada tenaga untuk membukanya.

Sial, suaranya tidak berhenti barang sedetik saja.

Mau tidak mau ia membuka selimut dan melangkahkan kaki kearah pintu.

"Ibu"

"Ibu"

"Ohh ibu"

Anaknya ini sejak kapan menjadi melankolis sekali? Mungkin pengaruh bermain dengan para mbak di dapur yang isinya orang-orang lebay.

Gayatri pun memboyong putranya untuk masuk kedalam kamar dan menguncinya kembali.

"Kenapa? Teriak-teriak seperti itu." Tanya dia kepada sang putra.

Putranya bergerak rusuh di atas ranjang, mengabaikan pertanyaan sang ibu yang kini menatapnya dengan heran.

"Kenapa?"

Bukannya menjawab ia justru jungkir balik ke segala arah yang mengundang omelan panjang sang ibu.

"Arthur Brajadika!"

"Siap ibu." Celetuknya yang langsung mengundang tawa sang ibu.

Jengkel dengan kelakuan putranya Gayatri pun lantas membawa Arthur pada pangkuannya, mengunci pergerakan anak laki-laki tersebut.

"Ini anak ibu kayaknya sedang bandel ya?" Tanyanya sambil menjawil hidung mancung putranya, hidung nya benar-benar turunan Sadewa, persis perosotan.

Ini adalah gambaran bahagia Gayatri sebagai ibu, apapun hal yang terjadi dalam hidupnya. Ketika ia masih melihat putranya hidup dengan penuh tawa, Gayatri tidak masalah berkorban lebih banyak lagi.

"Bagaimana rasanya punya adik bu?" Tanyanya yang menghentikan gerakan sang ibu yang menimang nya dalam pangkuan

Gawat, Gayatri tau arah pembicaraannya.

"Menurut ibu lebih banyak tidak enaknya, adik kecil kadang suka menjengkelkan dan menganggu kakaknya." Jelasnya yang menakut-nakuti putranya, Gayatri tau ini salah. Hanya saja jika sampai putranya merengek meminta adik, kubur sajalah Gayatri.

Sadewa lagi ngapain sih laki-laki itu lama sekali di kamar mandi, jika seperti ini kan Gayatri yang kelimpungan menjawab pertanyaan putranya.

"Berarti ibu tidak suka dengan tante Gwen? Tante mengesalkan? Arthur terkejut" Katanya dengan nada dramatis sembari menggelengkan kepala.

Ini akibat kamu menitipkan Arthur sama mbak di dapur Gayatri!

Gayatri mengerjapkan matanya cepat, lantas menggelengkan "E-enggak, aduh gimana ya? Maksudnya tuh adik kecil kadang suka ganggu kakaknya. Tapi kadang juga baik, ibu sama tante Gwen suka berantem kan? Tapi abis itu kita baikan lagi. Begitu, i-yaa begitu." Jawabnya kelabakan.

Gayatri GauspuspitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang