Andai siklus kehidupan hanya sesederhana siang berganti malam, tanpa disertai alasan-alasan di baliknya.
Andai hidup bergerak hanya tentang dua hal, dunia dan akhirat. Sama seperti hari yang hanya bergerak antara siang dan malam.
Sepertinya jika seperti itu Gayatri sudah tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan segala alasan di balik proses hidupnya. Tidak usah lagi.
Tidak perlu ia berpikir, kenapa ia bertemu Sadewa lalu menikah dengan pria itu, kenapa mau-maunya ia mengikuti kehendak sialannya.
Pokoknya segala hal yang membuat ia berpikir lalu berakhir pusing adalah Sadewa sialan, ralat! Suaminya.
Bukannya Gayatri tidak bersyukur, ia hanya rindu dunianya yang dahulu. Gayatri dulu tidak perlu pikir panjang dalam mengambil tindakan, baik besar maupun kecil. Tidak seperti sekarang perkara sekecil pakaian saja perlu untuk dia pikirkan.
"Kamu itu Gayatri seharusnya lebih paham tentang suamimu. Imbangi dia."
Dipikir selama ini Gayatri berusaha untuk apa? Kalo bukan untuk mengimbangi suaminya, laki-laki itu saja yang kurang bersyukur.
"Iya bu, Gayatri juga berusaha." Katanya dengan sangat lembut benar-benar menghormati orang dihadapannya. Padahal aslinya dia pun muak.
Wanita yang Gayatri sebut sebagai ibu pun lantas mendengus tanda tidak percaya, Gayatri heran ibu mana yang tidak percaya pada putrinya dan lebih mengutamakan orang lain? Ibu mana? Sudah pasti ibunya.
Niat hati menginap di rumah ibu untuk ia menenangkan diri justru malah semakin senewen. Ia lupa ibunya ini kan mengagungkan Tuan besar Sadewa!
"Arthur makan dulu nak." Panggilnya pada bocah laki-laki yang senang sekali bermain ikan di rumah neneknya.
Tidak ada jawaban.
Apa yang putranya itu lakukan sampai tidak mendengar suara ibunya sendiri?
Melangkahkan kaki menuju taman belakang yang berisikan kolam ikan dengan hamparan rumput sintetis di sekelilingnya, dulu bapaknya berkata untuk main bersama cucu-cucu. Liat saja sekarang bahkan cucunya sangat betah.
"Ya ampun! Arthur Brajadika! Kamu ngapain?"
Bagaimana Gayatri tidak kaget saat sampai yang ia lihat justru putranya yang sudah menyatu dengan ikan-ikan di kolam, memang rumah ini tidak ada kolam renang tapi bukan berarti berenang bersama ikan lele juga dong nak.
"Berenang bu" Jawabannya kalem.
Andai kamu tau segondok apa ibu mu nak, tidak mungkin kamu bisa kalem seperti itu.
"Naik, Arthur nanti kamu gatel. Berubah jadi anak lele kamu nanti!" Kesalnya sembari menyuruh putranya naik. Benar-benar anaknya Sadewa!
Sembari misuh-misuh Gayatri menggandeng putranya menuju kamar mandi belakang, ramai sekali. Padahal yang nyemplung hanya satu orang.
Ibunya yang notabene nenek yang sangat manjakan cucu pun sangat terkejut melihat kesayangannya bersatu dengan lele-lele di kolam.
Dahulu saat mendiang suaminya masih ada sebenarnya kolam itu berisikan ikan koi, namun setelah kepergiannya, dan banyaknya ikan yang mati, pada akhirnya penghuni kolam itu di rubah menjadi lele.
Di kamar mandi Gayatri membilas seluruh badan putranya, sedangkan sang ibu hanya bersandar di pintu saja.
"Ibu lagian, udah bagus isinya ikan koi. Segala di ganti lele." Dumelnya pada sang ibu.
Ibu hanya melengos saja di salahkan, "Anakmu yang nyemplung, aku yang di salahin. Emang dasar ibu jaman sekarang."
Panjang jika ibunya sudah membawa-bawa jaman. Tidak akan menang Gayatri!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gayatri Gauspuspita
RandomHidup Gayatri sangat sempurna. Segala hal yang ia mau akan ia dapatkan dengan selalu. Menjadi wanita impian segala usia kemudian tokoh menginspirasi bagi masyarakat luas, serta bagian dari kalangan keluarga terhormat nusantara. Bagaikan seorang ratu...