6: Politik dan ketidakminatan

578 64 22
                                    

Politik dan intrik.

Dunianya selalu berkaitan dengan dua kata tersebut, terkadang bisnis membutuhkan intrik untuk memenangkan politik.

Sudah pernah kah Gayatri berbicara, bahwa ayah mertuanya adalah seorang mantan pemimpin negara?

Periode sebelumnya adalah masa dimana Gayatri benar-benar hidup dalam segala hal berbau politik.

Singgasana megah penuh kuasa di kendalikan oleh tetua keluarganya.

Semua seolah mudah dengan menjentikkan jari, segala hal pasti terpenuhi.

Sayangnya embel-embel politik sudah pasti tidak akan pernah lepas dari kehidupannya, keluarga nya terlalu ulung mengendalikan negeri dari segala aspek.

Dan lagi-lagi Gayatri benci itu.

"Eforia politik tahun depan benar-benar sudah kerasa, bagaimana pendapatmu?" Pertanyaan yang kembali mengisi ruang mewah di atas gedung pencakar langit kota.

Iya, pertemuan seperti ini yang Gayatri katakan santai. Membahas siapa pemimpin negeri ini selanjutnya.

"Seperti biasa, calonnya sesuai prediksi kita." Timpal Sadewa santai.

Kali ini mereka bertemu salah seorang sahabat karib Sadewa sedari muda.

Risjad Bumantara.

Putra sulung ketua partai politik termasyur negeri ini, yang di gadang-gadang akan maju dalam pilpres mendatang. Iya, pertemuan santai.

Mereka sama-sama membawa keluarga kecil mereka, Risjad membawa istri dan putri bungsunya kali ini.

Perbincangan di dominasi kaum laki-laki dimana terkadang istri mereka berbicara untuk menanggapi seperlunya. Biasanya seperti itu, berbeda jika Gayatri orangnya.

Perempuan itu tidak akan pernah mau menjadi pajangan pelengkap di samping suaminya.

"Kenapa tidak maju mas Rasjid?" Tanya Gayatri pada laki-laki tersebut.

Bukannya menjawab Rasjid justru tertawa pelan "Tidak minat. Terlalu melelahkan." Jawabnya kemudian.

Gayatri mengangguk paham, benar. Menjadi bagian keluarga dari Pemimpin saja sudah melelahkan, bagaimana menjadi pemimpinnya.

"Padahal jika mas maju, dominasi suara pasti pada pihak mas. Istilahnya kemenangan sudah di tangan." Sambung Gayatri kembali.

"Suruh saja suamimu maju Gayatri. Saya yakin, kamu bakalan langsung jadi ibu negara." Balasnya tak kalah meyakinkan.

Gayatri tertawa "Suami saya mana mau. Mengurus perusahaan saja dia sudah hampir botak. Apalagi satu negara." Nistanya pada sang suami, yang di balas tawa seantero ruangan terkecuali Sadewa tentunya.

"Kamu ini, benar-benar." Ucap Rasjid sambil tertawa.

Tau apa yang di lakukan Sadewa? Melotot sembari memperingati istrinya secara isyarat.

Dan Gayatri hanya tertawa membalasnya.

"Kalau begitu, mbak Anggi bagaimana? Siap jadi menteri?" Tanyanya dengan nada meledek.

Anggika Nadaluwira seorang aktivis pendidikan yang di gadang-gadang akan terpilih sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan dalam kabinet selajutnya.

Jangan salah, Anggika tidak hanya menumpang dalam nama besar politik keluarganya. Jauh sebelum itu semua, ia memang seorang yang aktif menyuarakan pendidikan hingga pelosok negeri. Sayangnya Anggika sama dengan sang suami.

"Gak minat aku. Mending ngajarin Ayusha baca iqra di rumah."

Betul, anak dan menantu sang ketua umum partai politik sama sekali tidak berminat bergelut di dalamnya.

Gayatri GauspuspitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang