4. Pertanda

14 4 1
                                    

Malam ini bulan menerangi bumi dengan hangat, hembusan angin masuk melalui celah jendela dari kamar Citra. Seperti lantunan lagu tidur, ia tertidur dengan pulas. Gemerisik pepohonan tak membuatnya terusik sedikitpun, dan diantara ranting besar itu duduk dua sosok sambil memandang kearahnya.

"Kau yakin dia reinkarnasi dari 'dia'?" tanya salah satu sosok itu dengan sedikit ragu

Sosok satunya lagi tersenyum, ia menoleh "Aku yakin, Istari. Dia adalah sang putri." katanya dengan suara yang tegas namun terkesan lembut

Sosok bernama Istari itu terdiam sejenak, ia menelisik lebih dalam apa Bara kali ini sedang berbohong kepadanya. Tetapi yang justru terlihat dari kedua mata berwarna emas itu adalah keyakinan yang terlihat jelas kuat. Istari tak bisa menyangkal itu, Bara tidak berbohong.

Sosok bernama Bara itu beralih memandang gadis yang sedang tertidur dengan pulas. Istari juga ikut memandangnya, yang ia yakini adalah reinkarnasi sang putri. Istari bersuara kembali,

"Apa dia akan mengingat kita, Bara?" tanyanya dengan raut wajah yang khawatir

Bara terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Aku yakin lambat laun dia akan mendapatkan ingatannya kembali. Kita hanya harus sabar menunggu waktu itu tiba."

Istari menahan air matanya yang akan jatuh, ia tak bisa membayangan ketika hari itu tiba. Bagaimana bahagianya mereka akhirnya bisa kembali seperti saat mereka pertama kali bertemu dulu. Hal yang hanya bisa mereka lakukan sekarang hanyalah bersabar menunggu keajaiban datang.

Tiba-tiba angin datang berhembus dengan kencang, Citra dibasahi oleh peluh keringat didahinya dan ia mengerutkan kedua alisnya tanda tak nyaman.

"D-dia kenapa ,Bara?" tanya Istari sedikit terkejut melihat kondisi Citra yang tampak sedikit terusik

Bara menahan Istari untuk tidak ikut campur, "Mungkin akan ada pertanda lain kali ini. Kita awasi saja dari jauh, tetapi jika terlalu parah kita akan menolongnya." rambut coklatnya terhembus kebelakang disusul angin yang kencang

Istari hanya bisa berdoa, semoga kali ini tidak akan terjadi apa apa lagi dengannya. Ia tidak bisa kehilangan seseorang yang istimewa lagi dalam hidupnya.

Sementara itu, dimimpi Citra ia seperti sedang berada dimedan perang. Ia berada di tengah-tengah para prajurit yang terkapar mengenaskan dengan berbagai luka tusuk ditubuh mereka. Citra menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba memastikan apa benar ini adalah mimpi. Karna baginya semua ini terasa begitu nyata.

Suara pedang saling beradu terdengar dari kejauhan, Citra penasaran lalu ia mengikuti sumber suara itu. Ia berhenti ketika melihat seperti seorang raja ditusuk oleh seseorang didepannya dengan pedang. Darah lalu bercucuran sangat banyak, Citra hanya bisa menutup mulutnya tak percaya.

Tak lama setelah itu, datang seorang wanita dengan pakaian khas kerajaan. Ia berlari dengan tergesa-gesa dan hampir tersandung. Wanita itu bersimpuh menangis tersedu-sedu disamping pria yang sudah terkapar tak berdaya itu. Sayup-sayup Citra mendengar pembicaraan mereka.

"Suamiku...ti-ti-tidakk ini tidak mungkin...." wanita itu berbicara dengan terbata-bata, tangannya bergetar tak percaya ketika menyentuh tubuh suaminya itu yang bersimbah darah

Suaminya itu meneteskan air mata karena merasa tak mampu melindungi kerajaan dan keluarganya. Ia hanya bisa menghapus jejak air mata istrinya dengan lembut. Sontak hal itu membuat istrinya semakin meraung menangis dengan kencang.

Didepan mereka berdiri seorang pria dengan mahkota itu menatap dingin kedua insan yang menyedihkan, dibelakangnya ada beberapa prajurit dan dua orang penting lainnya. Ia lalu berkata,

LAST CHANCE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang