Chapter 9. Doin' Time
.
Terduduk diatas kasur, Sunoo yang dikenal dengan kepribadian yang keras, ambisius serta angkuh merelakan pekerjaannya untuk seorang remaja laki-laki. Separuh hidupnya dihabiskan untuk mengabdi pada organisasi, menyepelekan sumpah orang disekitar akan sikapnya yang begitu apatis soal cinta. Kini jatuh telak karena tatapan polos seorang remaja SMA. Usia mereka terpaut sepuluh tahun, Sunoo tak serta-merta menaruh hati. Mereka punya ikatan yang harusnya sebatas penyelamat dan korban.
Ibu jarinya mengusap liontin, memutar memori atas kejadian sebelas tahun lalu. Awal sekali dirinya mengenal si kecil Jungwon. Entah dirinya pantas disebut pembunuh atau penyelamat, kala seluruh penghuni panti dilahap si jago merah, Sunoo justru lari menggendong anak laki-laki, menangis dalam pelukannya sampai tertidur. Bukan bagian dari misinya. Tindakan impulsif Sunoo mendapatkan kecaman dari atasannya, dia dianggap kurang profesional karena masih punya hati nurani. Tapi siapa yang tega meninggalkan seorang anak laki-laki menangis di sudut kamarnya, menyaksikan sekitarnya habis ditelan api membara. Ironis.
"Sunoo, bisa bantu?"
Panggilan pada namanya membawa kesadaran Sunoo kembali ke dunia, dilihatnya Jungwon mencebikkan bibir, menarik turun dress nya yang terlalu pendek. "Kemari." Tangannya meraih yang lebih muda. Sempat terpaku dengan yang dia lihat. Punggung polos Jungwon terekspos, sebab ia tak bisa menarik resletingnya. Dia singkirkan wig yang menutupi, rambut pirang sepanjang bahu tampak serasi dengan riasan wajahnya. Rei mengatur sedemikian rupa, mengubah seorang remaja SMA menjadi seorang wanita yang menawan.
Asisten Jay itu harusnya melakukan tugasnya sampai selesai, kalau saja atasannya tidak bingung memilih dasi. Jay masih saja labil untuk urusan sederhana. Agaknya akan lebih baik kalau pria itu cepat menikah saja.
Dia kecup bahu itu, sebelum menarik resletingnya. Tangannya turun menelusuri lekuk pinggang Jungwon. Betapa manisnya. Pikir Sunoo. Namun dia tidak punya banyak waktu untuk memuji hal kotor. Pikirnya, malam ini semuanya harus selesai. Tidak ada lagi misi menyebalkan, yang ada hanya dia dan hidupnya dengan Jungwon didalamnya.
"Cantik." Komentar Sunoo, bersebrangan dengan tempatnya duduk, berdiri sebuah cermin setinggi orang dewasa. Sekilas orang akan iri melihat wajah rupawan gadis dalam pangkuannya. Tanpa tahu ia seorang laki-laki. Jungwon melipat bibirnya, berusaha untuk tidak tersenyum atas pujian sederhana, sementara perutnya bergejolak, bak ratusan kupu-kupu tengah berterbangan, membuatnya kegelian.
"Tolong, satu lagi." Jungwon berbalik, mengangkat sebelah kakinya yang dibalut stoking hitam, tepat diatas paha Sunoo, heelsnya terasa menekan namun diabaikan. Memilih untuk mengikat sepatu hak yang dikenakan Jungwon. Tidak begitu tinggi. Tapi cukup untuk penyamaran yang sempurna. Satu selesai, berganti sebelah. Sunoo dengan tenang mengikat, tanpa tahu Jungwon diatas sana tak berkedip menatapnya. Usai dengan talinya, diluar dugaan, Sunoo justru mencium punggung kaki Jungwon. Tersenyum lebar dengan sorot mata misterius. Jungwon tidak suka ketika jantungnya begitu ribut oleh tindakan sederhana. Ciuman Sunoo naik ke lutut seiring tangannya menarik Jungwon agar lebih dekat.
Hap!
Jungwon kembali terduduk diatas paha Sunoo. Kali ini dengan posisinya menghadap langsung pada Sunoo. Yang lebih tua sudah siap menghujani Jungwon dengan ciuman, kalau saja bibirnya tidak dibungkam. "Jangan ngide mau ngerusak makeup nya!" Peringat Jungwon. Namun tak menghentikan Sunoo dari aksinya, diraihnya sepasang tangan Jungwon untuk dia kecup. Tiap-tiap jari tidak ada yang tertinggal. Tanpa sepatah kata diucapkan, afeksinya tersampaikan melalui tindakan. Cukup untuk membuatmu remaja labil seperti Jungwon bertekuk lutut padanya.
"Sudah.. nanti terlambat." Perlahan Jungwon menarik tangannya, meyakinkan yang lebih tua bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk ini. Setidaknya sekarang. Ada hal yang lebih penting untuk dilakukan.