Chapter 8. When You're Gone
.
Jungwon pusing, berkas-berkas itu sama sekali tidak membantu. Dia justru makin bingung, makin besar tanda tanya.
William Kim, Robert Dawson, Julian Ashley, Damian, Alexander, dan masih banyak lagi, satu orang yang sama dengan identitas dan latar belakang yang berbeda. Biografi tiap-tiap nama dibuat sangat teliti, seolah, tengah membuat tokoh untuk cerita karangan. Kim Sunoo, sebenarnya kamu itu siapa, batin Jungwon.
"Kayaknya, gue mau sendiri dulu bang." Katanya, sebelum meninggalkan ruang kerja Jeongin.
Nampak bocah delapan belas tahun itu menyimpan banyak pertanyaan. Jungwon merebahkan dirinya, melirik tas serta jam dinding bergantian. Menghembuskan nafas lelah, Jungwon memilih untuk memejamkan matanya.
Tanpa dia sadar waktu berjalan begitu cepat, kala Jungwon membuka matanya, kamarnya begitu gelap, sedikit cahaya mengintip dari gorden jendela. Ah, bulannya indah. Malam purnama. Semilir angin malam menyapa kulitnya, dingin yang tidak Jungwon hiraukan. Justru dia memilih untuk memejamkan matanya. Seluruh tubuhnya masih dibalut dengan seragam sekolah, sedikit bau kecut karena keringat dan lengket.
Ketika dia membuka pintu, tidak ada siapapun disana. Gelapnya malam mengisi sudut-sudut ruangan. Sudah dipastikan kalau Jeongin tidak berada di rumah.
Begitu lampu dinyalakan, sebuah sticky note menempel di pintu kulkas, hanya catatan yang biasanya Jeongin tinggalkan, ingatkan Jungwon agar tidak lupa makan dan mengerjakan PR nya. Ditulis juga, kalau si sulung tidak akan pulang untuk dua hari kedepan.
"Ada baiknya kalo abang keluar aja dari kerjanya."
Kertas lusuh itu lantas dia lempar ke tempat sampah.
Jungwon memilih mi instan sebagai menu makan malamnya. Sebenarnya, dia punya lebih dari cukup uang untuk memesan makanan yang lebih layak dari noddle cup. Sang kakak yang jarang berada di rumah sering kali membuat Jungwon harus memasak sendiri menu makannya, seringnya Jungwon melewati jam makan dan pergi tidur lebih cepat.
Beberapa hari tinggal bersama Sunoo membuat perutnya manja. Sunoo memanjakannya dengan hidangan rumahan yang hangat, duduk saling berhadapan dan menyantap makanan. Kadang, akan diselingi percakapan ringan, dan beberapa candaan kotor.
Sunoo lagi.
Suapan Jungwon mengambang, lagi-lagi dia memikirkan Sunoo. Atensi cowok itu lebih kental dibandingkan kakaknya sendiri.
Lama dirinya ditelan keheningan, menatap kosong pada ruangan yang gelap. Jungwon memilih untuk mengubur dirinya didalam kegelapan. Keadaan ruang tamu yang luas, beberapa cahaya lampu mengintip dari celah pintu dan jendela. Salah satunya pintu kamar Jeongin.
Selama ini Jungwon tidak pernah mau tahu dengan pekerjaan sang kakak. Yang pasti mereka selalu cukup punya uang untuk makan dan membayar kebutuhan sekolahnya. Terhitung, hunian mereka saat ini juga terlalu layak, jika kakaknya itu bekerja serabutan biasa. Jungwon nyaris tidak tahu apapun tentang sang kakak.
Namun malam ini, kakinya melangkah, mengintip sejenak ruangan itu guna memastikan tidak ada orang didalamnya. Dia buka lebar-lebar pintu kamar Jeongin. Jungwon mengedarkan pandangannya. Menyeret kakinya untuk mengabsen tiap-tiap bendanya.
Ada buffet yang lumayan besar, lemari pakaian, tempat tidur sederhana tampak senada dengan warna seprainya. Tangan Jungwon menyapu buffet kayu itu, debu tebal langsung menempel pada jarinya. Ketara sekali kamar ini jarang digunakan, kasurnya begitu dingin dan sedikit lembab.
Di meja kerja Jeongin ada foto mereka, itu diambil saat Jungwon pertama kali memasuki sekolah dasar.
"Yang Jungwon," begitu yang tertulis pada bagian belakang figura.