Racun

913 98 5
                                    

Cerita ini adalah imajinasi yang dibuat penulis berdasarkan tokoh dan cerita dalam sejarah. Bahasa yang digunakan juga telah disesuaikan agar lebih mudah untuk dibaca.

###

Memakai jubah hitam yang hampir menutupi tubuhnya, dan mengenakan jarik selutut agar lebih mudah bergerak. Dedes berjalan keluar dari Pakuwon Tumapel. Dirinya dibantu oleh Ama, sehingga dia dengan mudah keluar dari Pakuwon. Dedes tidak tahu keberadaan Arok, tapi dia tidak memusingkannya. Tidak adanya Arok di depan bilik utama, membuat Paramesywari dengan mudah keluar dari Pakuwon Tumapel. Malam ini, Dedes sudah membuat janji dengan seorang pedagang obat herbal. Ama juga yang membantu mencarikan orang tersebut.

Satu kilometer sudah Dedes berjalan, dan akhirnya dia tiba di Rumah Obat Herbal yang sepi. Ia menghapus keringat yang ada di dahinya, berjalan sejauh satu kilometer dan membawa sekantong emas, Dedes benar-benar lelah. Setelah berdiam sejenak, Dedes melangkah masuk. Di dalam, Dedes disambut dengan bau obat-obatan dan tanaman herbal yang menyengat. Keadaan Rumah Obat Herbal, sepi.

Mungkin karena sudah larut malam, pikir Dedes.

Paramesywari Tumapel itu masuk lebih dalam, dan berhenti di depan seorang wanita paruh baya. Wanita itulah yang memiliki janji dengan Dedes. Namanya, Mbok Jiah. Peracik obat herbal terkenal di seluruh tanah Jawa.

"Apakah Mbok Jiah sudah menyiapkan yang aku minta?" tanya Dedes berbisik. Entah apa fungsinya, Dedes merasa keren saat berbisik-bisik. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu hal besar yang tak boleh diketahui orang lain, dan fakta itu benar.

"Tentu, ini racun yang kau minta."

Mbok Jiah mengeluarkan botol berbalut kain hijau gelap. Dedes tersenyum melihat botol racun itu. Mbok Jiah mendekap botol itu sebelum Dedes benar-benar meraihnya.

"Sang Paramesywari akan menggunakannya untuk kebaikan?" tanya Mbok Jiah tidak yakin. Bangsawan dan para politikus kerajaan yang mendatanginya selalu tidak bisa dipercaya. Padahal sudah jelas-jelas tempat ini bernama Rumah Obat Herbal, para bangsawan dan politikus kerajaan itu malah meminta dibuatkan racun mematikan, dengan bayaran yang tinggi. Mbok Jiah tidak tergiur, ia tahu rencana jahat yang disembunyikan para pelanggannya.

Namun, untuk Dedes, Mbok Jiah ragu. Tidak seperti biasanya yang langsung menolak, Mbok Jiah malah menyanggupi racun yang Paramesywari Tumapel minta.

"Tentu saja, aku akan membutuhkan racun itu untuk kebutuhan hidup rakyat tanah Jawa. Racun itu akan melindungi mereka dari perang politik," jawab Dedes yakin.

"Baiklah," Mbok Jiah menyerah, botol racun berbalut kain hijau gelap itu sudah mendarat di tangan Dedes.

"Apa efeknya seperti yang aku minta?"

Mbok Jiah menghela napas. "Ya, racun itu akan langsung bereaksi bila terminum. Orang yang meminumnya akan merasakan panas luar biasa di dada dan kepalanya, setelahnya akan tertidur selama beberapa hari tergantung dengan kesaktian orang itu."

Orang yang ingin aku racun adalah orang yang sakti. Bagaimana jika racun ini tidak mempan? batin Dedes.

"Untuk menyamarkan bau dari racun itu, anda bisa menambahkan perasaan jeruk pada minuman. Warna dan aromanya akan berubah bila perasaan jeruk ditambahkan. Sang Paramesywari juga bisa menggunakan seluruh racun dalam botol itu, jika orang yang ingin diracun adalah orang sakti. Namun efeknya—" belum selesai Mbok Jiah berbicara, Dedes sudah pergi. Meninggalkan satu kantong emas besar yang dia bawa dengan susah payah kemari.

Baiklah! Satu botol! batin Dedes.

Dedes keluar dari Rumah Obat Herbal, dan kembali berjalan menyusuri sunyinya tengah malam. Paramesywari Tumapel itu kelelahan, walau sebentar lagi dia sampai di Pakuwon Tumapel. Pagi hampir tiba, Dedes mempercepat langkahnya. Tangannya menggenggam erat botol racun yang ia beli dengan uang Ametung, takut terjatuh, dia mengikat botol itu dengan tali yang ada dibalik jarik pendek selutut. Ritme jantungnya berdetak lebih cepat saat Dedes melihat Pakuwon Tumapel.

Dedes memanjat pohon yang ada di luar pagar Pakuwon Tumapel. Dengan cekatan, Dedes sudah sampai di puncak pohon dan siap turun. Dedes meloncat turun, masuk ke dalam Pakuwon Tumapel. Dedes terkejut saat melihat Arok yang ada di bawah sana. Sebelum Dedes menyentuh tanah, dia memekik tertahan.

"Aaghhh!"

Arok yang saat itu baru saja masuk ke dalam Pakuwon Tumapel setelah membawa racun Mpu Parwa, terkejut. Tubuh Arok limbung, tertimpa tubuh Dedes. Tudung jubah sang Paramesywari terbuka, menampilkan wajah cantik Dedes yang memerah kedinginan. Mereka terdiam, belum bergerak dari posisi itu. Rincinya, Arok tidur terlentang, dan Dedes menduduki tubuh Arok.

"Kyaa!"

Dedes meloncat dari atas tubuh Arok. Dia merogoh jariknya, dan bernapas lega saat mengetahui botol racun miliknya aman. Arok belum beranjak dari posisinya. Dia tersenyum. Hal ini membuat Dedes bergidik.

"Gila!"

"Aku tergila-gila padamu, Dedes."

Arok bangkit dari posisinya dan mengeluarkan botol racun titipan Mpu Parwa. Dia menjelaskan dari siapa barang tersebut, "Yang Mulia Paramesywari Tumapel, saya membawa barang titipan dari Mpu Parwa."

Oh ..., apakah ayahanda mengirim racunnya juga? Baguslah, sekali aksi dua target dikenai batin Dedes.

"Dari ayahanda? Apakah ini racun yang kau ceritakan padaku, Arok?" tanya Dedes memastikan.

"Ya, racun ini akan membuat Akuwu Tumapel mati perlahan. Mula-mula ia akan merasakan sakit kepala, dan kemudian akan memuntahkan darah merah kehitaman. Selanjutnya, tubuhnya akan ringkih dan mati perlahan-lahan," jelas Arok.

Sebanyak itu efeknya? Ayahanda memang berniat menyiksa Ametung yang menculik anaknya? Gila! pikir Dedes.

"Baiklah, aku akan memikirkan bagaimana menggunakannya nanti."

Dedes merebut botol racun dari Mpu Parwa, dan melenggang pergi. Ia masuk ke dalam bilik utama. Ametung masih tertidur pulas, Dedes membersihkan dirinya dan berbaring di sebelah Ametung. Ia memeluk lengan kekar Ametung, lantas memejamkan matanya.

###

Mata Dedes lelah, tapi ia memaksa untuk tetap terjaga. Setelah Ametung pergi bekerja, Dedes memanggil Ama untuk memijat kakinya yang lelah. Rupanya, Ama datang dengan informasi yang Dedes minta.

"Kakiku lelah sekali," keluh Dedes. Ama memijat perlahan kaki Dedes.

"Yang Mulia Paramesywari, saya sudah mendapatkan informasi yang diminta."

"Secepat itu?"

"Benar Yang Mulia Paramesywari. Saya mengetahui ini dari para emban lain yang tertarik pada Arok. Para emban pernah bertanya apa makanan kesukaan Arok. Dan mereka berkata, Arok menyukai dawet dan sesuatu yang manis."

"Dawet dan sesuatu yang manis?"

Dedes paham manis apa yang dimaksud. Dedes ingin muntah sekarang. Secara tidak langsung, Arok mengatakan menyukai dawet dan menyukai Dedes.

"Baiklah Ama, bantu aku membuat dawet itu."

Ama mengangguk. Walaupun ia belum tahu apa yang ada di kepala majikanya, ia menurut. Ama keluar dari bilik utama. Dedes bangkit dari duduknya. Sang Paramesywari mengambil botol racun berbalut kain merah kehitaman, botol racun dari Mpu Parwa. Dedes tersenyum miring menatap botol racun itu. Ama kembali membawa bahan membuat dawet. Di belakang Ama, para emban membawa alat untuk membuat dawet.

"Ayo kita buat dawet yang tidak akan dilupakan Arok!"

BERSAMBUNG

Catatan Penulis
Kaget gak sih liat kata dawet di chapter ini? Aku juga kaget saat tau kalau dawet udah ada sejak kerajaan Kediri berdiri, tepatnya saat abad 12.

Keputusan Sang Stri Nareswari [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang