Rencana

1.6K 183 0
                                    

Cerita ini adalah imajinasi yang dibuat penulis berdasarkan tokoh dan cerita dalam sejarah. Bahasa yang digunakan juga telah disesuaikan agar lebih mudah untuk dibaca.

###

Tunggul Ametung terkejut, dalam benaknya dia bertanya. Bagaimana bisa seorang wanita yang merupakan seorang Stri Nareswari tidak gentar melihat ku yang telah membunuh hampir seluruh emban yang ada di kediamannya?

"Persyaratan itu, pasti akan aku sanggupi!" dengan yakin Tunggul Ametung menjawab.

Hal ini membuat Dedes tersenyum. Perasaan menyesal yang ada dalam diri Dedes menguat, Dedes merasa jantungnya seperti diremas saat melihat Tunggul Ametung.

"Kakanda tidak boleh membuatku kecewa, dan kakanda harus berjanji. Kakanda harus berjanji bahwa kakanda hanya akan mencintaiku." Dedes tertunduk, memori dirinya bersekongkol dengan Arok dalam membunuh Tunggul Ametung terus muncul di otaknya, terputar berulangkali. Air matanya mengalir.

"Aku akan menyanggupinya," sekali lagi, Ametung menjawab dengan yakin. Dedes mengangkat wajahnya dan memandang Ametung. Air mata Dedes mengalir semakin deras. Ametung tercenung saat melihat Dedes menangis. Tangan kekarnya dengan lembut menghapus air mata Dedes. Dedes terkejut, diraihnya tangan yang mengusap air matanya dan ia usap perlahan.

Degup jantung Ametung tidak teratur, Ametung merasa senang, apalagi Dedes memanggilnya kakanda. Sejenak, Ametung melupakan alasan utama ia datang menculik Dedes.

###

Di hutan, seorang pedagang melintas membawa gerobak yang ditarik oleh kuda. Hatinya senang tak karuan, ia berhasil meraih keuntungan besar tanpa membayar pajak kepada akuwu setempat. Sangking senangnya, pedagang tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sedang dibuntuti.

"Kewaspadaannya menurun, ayo beraksi," perintah salah seorang yang berada di belakang pedagang tadi.

Setelah perintah terdengar, kawanan pemuda bercadar menghalangi jalan si pedagang. Si pedagang terkejut. Tanpa sempat melajukan kudanya, si pedagang di tendang dan terjatuh dari kudanya. Lantas salah satu dari kawanan tersebut, mengikat tangan dan kaki si pedagang. Kawanan pemuda bercadar tersebut adalah kawanan perampok yang saat ini ramai dibicarakan orang-orang. Biasanya mereka merampok barang bawaan milik seseorang yang melintasi hutan. Dikarenakan hal itu, orang-orang menjadi takut untuk melintasi hutan.

Pedagang tadi adalah satu dari banyaknya orang apes yang melewati hutan. Kawanan pemuda bercadar, berhasil merebut gerobak dan kuda milik si pedagang.

"Arok! Apakah kau akan membagikan barang-barang ini kepada rakyat miskin lagi?" Tanya salah satu pemuda bercadar.

Pemuda yang dipanggil Arok membuka cadarnya, memperlihatkan wajah tampan dan bercahaya, Arok tidak tampak seperti kaum sudra. Namun, Arok juga bukan seorang bangsawan. "Tentu, kenapa tidak? Orang tadi menghindari pajak. Orang lain akan terkena imbasnya saat seseorang tidak membayar pajak."

"Dasar, apakah kau takut upeti¹ akan berkurang jika seseorang tak membayar pajak?"

"Tentu saja! Jika berkurang, kita tidak bisa membagikannya kepada para rakyat miskin, Jaya."

Arok dan Jaya adalah rekan kerja dalam hal mencuri. Mereka tidak menggunakan hasil curian untuk hal pribadi, malah mereka membagikan hasil curian tersebut pada rakyat miskin. Sehingga mereka disebut perampok yang berhati baik. Inilah Arok saat malam hari.

"Baiklah, Jaya, aku akan pergi. Sampai jumpa besok malam."

Arok berlari ke luar dari hutan, meninggalkan Jaya bersama kawanannya. Hampir tengah malam, Arok memutuskan untuk mengunjungi tempat yang saat ini dipenuhi oleh para penjudi. Arok datang kemari bukan untuk membubarkan aksi judi ini, tetapi untuk ikut berjudi.

"Hei Arok! Lama tak jumpa kawan! Kau akan bergabung?" sapa seseorang berjanggut dan berambut panjang.

"Hei! Tentu saja! Aku akan memasang taruhan tinggi kali ini." Arok mengeluarkan kantong kain yang dipenuhi dengan koin emas.

"Hebat! Semoga aku memenangkan taruhan kali ini. Hei semuanya! Arok memasang taruhan yang tinggi kali ini!" semua orang bersorak senang. Tengah malam ini, semua orang berlomba-lomba untuk memenangkan judi dengan taruhan yang tinggi.

Arok menanggapi sorakan tersebut dengan tenang dan percaya diri. "Tidak akan semudah itu! Aku yang akan menang, sehingga hartaku akan bertambah."

Inilah Arok saat tengah malam. Seorang penjudi yang selalu menjadi pemenang dalam setiap taruhannya. Tidak ada yang dapat mengalahkan Arok selama ini. Keberuntungan selalu menyertai Arok.

Menjelang pagi, Arok memutuskan untuk pergi dari tempat judi. Judi kali ini, Arok yang memenangkannya seperti perkiraan, dan harta Arok bertambah.

Sementara itu, di kediaman Mpu Parwa, Dedes dan Ametung tertidur pulas di bawah pohon besar yang ada di halaman kediaman Mpu Parwa. Semalaman, Dedes dan Ametung terdiam hingga akhirnya tertidur pada posisi yang dapat membuat salah paham. Dedes duduk di pangkuan Ametung, dengan kepala yang bersandar pada dada bidang Ametung dan kepala Ametung bersandar pada kepala Dedes.

Setelah menangis semalam, mata Dedes lelah dan terpejam dalam dekapan Ametung. Tadinya Ametung berniat mengangkat dan membawa Dedes langsung ke Pakuwon Tumapel, namun ia urungkan niat tersebut karena tidak tega membawa Dedes yang tertidur ke Pakuwon Tumapel dengan menunggangi kuda. Jadilah, Ametung memangku Dedes dan ia bersandar pada pohon besar di halaman kediaman Dedes.

Merasakan beban diatas kepala, membuat Dedes terbangun, matanya memperhatikan sekitar. Betapa terkejutnya Dedes saat mengetahui Ametung memangkunya. Dedes mendongakkan kepalanya dan dia melihat dengan jelas wajah dari Ametung. Tangan Dedes hendak meraih pipi Ametung, saat tiba-tiba Ametung terbangun. Salah tingkah, Dedes bangkit dari pangkuan Ametung. Ametung tersenyum, sempat hening sejenak karena Ametung sedang mengumpulkan nyawanya kembali ke raga.

Ametung bangkit. Menghampiri kudanya yang semalaman ia telantarkan, untungnya kuda Ametung tidak melarikan diri.

"Jadi Dedes, kau akan ikut bersamaku ke Pakuwon Tumapel?" tanya Ametung memastikan.

"Baiklah, ayo kakanda."

Ametung membuka tangan kanannya dan membantu Dedes untuk naik ke atas kuda, selanjutnya Ametung ikut naik dan duduk dibelakang Dedes. Tanpa sedikit pun rasa canggung, kuda hitam milik Ametung melesat meninggalkan kediaman Dedes. Dedes tidak tahu, kalau tindakannya yang terburu-buru ini akan memancing masalah besar.

Tidak butuh waktu lama, Ametung dan Dedes tiba di Pakuwon Tumapel. Dedes diantarkan emban menuju bilik keputrian². Sementara Dedes menuju keputrian, Ametung pergi menuju bilik utama. Seorang pakatik³ pribadi, menyambut kedatangannya.

"Sebarkan berita bahwa akuwu Tumapel telah berhasil membawa seorang Brahmani yang akan dipersunting dalam waktu dekat. Akan kubuat para Brahmana tunduk kepadaku, sehingga Tumapel bisa dengan mudah melepaskan diri dari Kediri. Kau tahu kata bagian mana yang harus disebarkan bukan?"

"Baik Yang Mulia Akuwu." Pakatik tersebut mohon ijin keluar dari bilik. Dan menunaikan tugasnya.

Ametung tersenyum lebar, rencananya akan berhasil. Dan jika rencana ini berhasil, ada kemungkinan bahwa kerajaan Kediri akan runtuh. Ametung tidak tamak, ia hanya ingin wilayah Tumapel terlepas dari Kediri. Namun, jika Kediri runtuh, Ametung akan merasa menang dalam perang politik ini.

Dedes yang saat ini berada di dalam bilik keputrian, tersenyum. "Rencanaku berhasil. Haruskah aku hidup menjadi pelakon?"

BERSAMBUNG

Catatan Penulis

¹ Upeti : hasil pajak
² Keputrian : tempat para putri atau calon Paramesywari tinggal.
³ Pakatik : Abdi/Pelayan
⁴ Pelakon : Aktor/Aktris

Keputusan Sang Stri Nareswari [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang