6. SESUATU RASA

137 13 1
                                    


HAI, HAI? SELAMAT MALAM.

Aku mau mengingatkan, bacanya sampai bawa yah. Biar kalian ngerti sama alurnya.

Selamat membaca, semoga suka Aamiin.

***

6. SESUATU RASA

Selama perjalanan, Fallora terdiam tanpa mengeluarkan obrolan apapun kepada Utara. Diam Fallora tentu karena ucapan laki-laki itu malam tadi.

"kalo lo yang gue cinta gimana?"

Ucapan itu masih membuat Fallora bungkam dari semalam sampai hari ini, sudah beribu kali Fallora membuangnya dari ingatan, tapi percuma saja, semuanya kembali mengusik dirinya. Tapi apa? Laki-laki itu terlihat biasa saja setelah mengatakan itu, seolah semuanya hanya bercanda. Padahal dirinya mati-matian bertarung dengan hati dan isi kepalanya.

"Turun di sini aja Kak." ucap Fallora menghentikan Utara cukup jauh dari gerbang sekolah.

"Kenapa di sini?" tanya Utara heran.

"Astagaaa. Ada acara nanya segala, Kaak Utara tahu sendiri kan gimana seantero sekolah kalo liat Kak Utara bareng aku."

"Gue tahu."

"Itu tahu, yaudah sekarang aku turun di sini."

"Nggak, nggak, lo turun bareng gue di parkiran." ucap Utara yang tidak ingin mendengarkan ocehan gadis itu lagi langsung menancap gas ke gerbang sekolah.

Fallora hanya bisa menundukkan kepalanya, ketika beberapa mata menatap dirinya dengan berbagai tatapan.

Beberapa anak Zona Besar menyambut Utara dan Fallora di parkiran. Rio dengan gigi rapinya itu menaik turunkan kedua alisnya.

"Hari ini, beda yah." goda Marvin saat Utara memarkirkan motornya.

"Maksud lo?" tanya Utara melepaskan helm full face itu dari kepalanya. Sedangkan gadis yang duduk di belakang Utara sudah turun dengan cepat dan melepaskan helmnya.

"Iya beda aja, ketika dia ada, dekat dengan kita." kata Marvin melirik Fallora yang tengah merapikan rambutnya.

"Beda juga, ketika seseorang itu nggak ada." Kata Marvin lagi. Laki-laki ini memang seperti itu, dia selalu hadir dengan beberapa kata-kata yang tidak bisa teliti oleh kepala yang lainnya.

"Belajar dari mana rangkai kata kayak gitu?" tanya Fallora.

"Patah hati Raa." jawab Marvin.

"Si paling tersakiti, tapi tanpa sadar dia menyakiti." ujar Alanka. Laki-laki itu tengah duduk di atas motornya dengan santai.

"Mana ada, gue kan anak baik." elak Marvin dengan sedikit bercanda.

Fauzan memalingkan pandang matanya dari layar handphonenya itu, lalu berucap, "Pagi-pagi ngesad lo."

"Lo diem, lo nggak di ajak." timbal Marvin.

Fallora hanya bisa tersenyum kecil mendengar canda gurau dan obrolan sekumpulan laki-laki ini, jujur saja, dia senang. Berada di lingkaran anak-anak terkenal di sekolahnya bukan seutuhnya keinginannya. Mungkin semesta sedang baik, walaupun dia bisa ada di sini karena suatu ketidak sengajaan. Tapi begitulah rencana semesta, mau ada karena sengaja atau tidak itu bagian dari caranya bekerja.

"Aku izin pergi dulu yah." ucap Fallora terburu-buru. Kemudian ia melangkah untuk segera pergi, namun Utara menghentikan langkahnya.

"Tunggu." cegat Utara.

"Kenapa?" tanya Fallora.

"Lo nggak perlu segitunya, lo bisa pergi tanpa izin. Nggak usah berlebihan." ucap Utara.

UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang