Bagian 1

100 20 0
                                    


Sejak kecil, Ray hidup bersama Anne. Seorang wanita sekaligus pedagang sederhana, jujur, dengan penghasilan harian sekitar 100 Lira per-hari.

Orang-orang pasar sering menyebut Anne seorang independent woman, single parent, sugar mom dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya. Karena, Ya, Ray lahir tanpa didampingi seorang Baba.

Ray pikir, tidak ada yang salah dari semua julukan itu. Anne merupakan sosok wanita pertama yang sangat ingin ia ingat perjuangannya dalam menjalani hidup sendirian. Namun apa daya, usianya saat bersama sang ibu adalah usia di mana bocah kecil, lugu dan tidak tahu apa-apa hanya mampu mengikuti ke manapun ia pergi. Tanpa tahu siapa dan apa pekerjaan ibunya itu, tanpa tahu jika wanita kuat sepertinya bukan berarti menjadi kuat begitu saja tanpa sebab. Anne adalah satu dari orang-orang yang dipaksa tabah, oleh semua hal-hal yang terjadi di luar kendali dan kuasanya.

"Namanya cuma Rayan? Apakah kau tidak memberinya marga?"

"Anakmu pasti reinkarnasi dari Master Rey."

"Kau sangat luar biasa, karena tidak membenci anakmu di saat kelahirannya adalah hari kematian suamimu."

"Kau yakin bisa menghidupi anakmu sendirian?"

Di tengah-tengah semua suara itu, andai Ray kecil dapat melihat sisi terkuat sekaligus sisi paling lemah ibunya. Di saat itulah seorang Anne bisa menangis.

Melalui desas-desus masyarakat itu pula, akhirnya semua terjawab dengan cepat bahwa Ray bukanlah anak haram. Dia anak di dalam pernikahan yang sayangnya lahir di waktu yang tidak tepat. Karena detik itu pula, Baba meninggalkan Anne-nya untuk selamanya.

Pertanyaan orang-orang juga terjawab, tentang kenapa Ray selalu membawa kuas lukis ke manapun ia pergi. Sebutan 'Anak seniman' sudah terdoktrin kepadanya sejak dia berumur 1 tahun.

Ayah Rayan ternyata seorang pelukis.

Kekuatan gen serta bakat alamiah yang mengalir kepada keturunan rupanya memang ada. Dan kelak, itu merupakan keistimewaan Ray yang benar-benar gila.


***

"Astaga, saat musim dingin seperti ini, kau masih berjualan, Na?" Tanya seorang ibu-ibu yang melewati dagangan Anne. Ah ya, itu nama ibu Ray, Hitna.

Sambil tersenyum, Anne menjawab. "Ini musim yang bagus untuk berjualan. Di rumah sangat membosankan. Kebetulan Ray suka bermain disini."

"Ya Tuhan, jawab saja kalau semua ini kau lakukan untuk anak semata wayangmu itu, Na. Kenapa kau tidak menikah lagi saja?" Entah kenapa pernyataan itu tidak terlihat mengusik ibu Ray. Tak lama kemudian pembeli itu pergi setelah membayar satu buah sarung tangan.

Anne menghela napas, sembari merapatkan jaket kulit yang ia pakai. Suhu pada musim salju saat itu kemungkinan mencapai kurang dari minus 5, entah apa yang sedang Ray kecil lakukan. Perkataan Anne soal dirinya yang senang bermain tidaklah bohong.

"Ray?"

Anne berdiri, keluar dari tenda lalu menemukan putranya bermain pewarna lukisan di atas tumpukan salju yang sudah berubah warna-warni. Selain kuat, sepertinya Anne bukan karakter wanita pemarah, karena pada saat itu dia malah ikut terduduk, lalu tersenyum mengamati Ray kecil yang sibuk sendiri dengan semua botol pewarna yang terbuka.

"Bagaimana aku tidak mencintaimu... Sedangkan kamu begitu menggemaskan dan tumbuh menjadi sangat lucu seperti ini, Ray.."

Terdengar sayup-sayup suara itu berbisik begitu tulus. Seolah terucap melalui hati hingga melewati semua organ dalam dirinya. Menguar, dan bersatu dengan udara musim salju kala itu. Sepertinya, Ray salah mengira jika Anne merasa terbebani, dia malah sudah mencintai putranya bahkan sebelum itu.

Jika suatu hari nanti, ada yang bertanya pada Ray adakah hal yang dimiliki perempuan, yang ingin ia miliki juga?

Jawabannya, ada. Yaitu perasaan kasih seorang ibu kepada anaknya.


Seperti apapun seorang laki-laki tumbuh, seperti apapun laki-laki mempelajari ilmu hidup dan rasa, dia tidak akan tahu bagaimana murninya hati seorang ibu. Tidak akan tahu serapuh sekaligus sekuat apa hingga doa ibu bisa mencapai titik tertinggi langit hingga mencapai telinga Tuhan. Tidak ada yang lebih menakjubkan dari itu. Tidak ada yang lebih ajaib dari ibu.

Masa-masa tahun pertamanya bersama Anne terasa begitu singkat. Tidaklah orang-orang pasar tahu kalau kehadirannya merupakan kekuatan terakhir yang Anne miliki. Takut kehilangan, takut menyakiti, dan takut tidak bisa menjaga Ray adalah keresahan yang menghantui Anne sepanjang hari.


Selama musim berganti dengan musim yang lain, musim salju adalah titik terberat yang perlahan mulai menampakkan diri. Karena di musim inilah Ray turut nyaris meregang nyawa. Sebelum akhirnya musibah itu berpindah haluan menimpa seorang wanita muda yang Tuhan kirimkan untuk menyelamatkan Ray dengan ibunya. Wanita muda yang konon keturunan dan berkebangsaan Indonesia.

Usianya 1 tahun kala itu, untuk pertama kali takdir mempertemukan mereka dengan seorang manusia yang tidak mereka kenali namun memiliki hati yang begitu baik. Manusia yang kadar kemuliaannya mungkin melebihi Anne yang Ray kira tidak akan ada di dunia.

Mungkin saat itu Anne-nya sadar, dalam setiap musibah, selalu ada alasan kenapa Tuhan memberi kesempatan mereka untuk hidup.

Ternyata, dia perlu mempersiapkan garis cerita yang lain, untuk jalan kehidupan yang lebih lama lagi.

TO BE CONTINUED

Part setelah ini, Ray dan ibunya bakal ketemu sama Umma Nayanika Zara. Yang belum tau siapa, silakan baca Anna keyla dulu, ok ^^

MR. RAYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang