Ruangan kecil itu lengang. Menyisakan detik jam dinding yang terus berputar, seakan memberi tanda bahwa semua kehidupan ternyata telah berjalan jauh dari yang pernah ibu Ray duga, ada banyak sekali cerita yang masih berada di dinding waktu, salah satunya adalah tentang dirinya dan laki-laki bernama Syam itu.
Wanita itu berdiri, menyentuh frame persegi di atas meja kerja mendiang suaminya. Di sana, terdapat potret tiga orang yang terlihat begitu bahagia. Terlihat sangat akrab.
Foto itu diambil sekitar 10 tahun yang lalu, Hitna, Syam dan Rayhan suaminya, adalah tiga sahabat dekat sejak masa sekolah menengah. Sangat dekat sekali. Hingga pada akhirnya, kedekatan mereka menyambut sebuah sejarah baru yang tidak pernah sangka akan mereka alami, ya, sebuah cinta segitiga.
Semua kenangan itu kembali di detik Syam menghampirinya hari ini, setelah sekian lama tiga sahabat itu pergi bersama takdir masing-masing. Tidak pernah ia sangka, Syam muncul kembali hari ini. Bahkan mengetahui semua tentang dirinya, bahkan anak laki-lakinya, Ray.
Syam seorang putra dari keluarga Osman, salah satu marga terpandang di kalangan distrik Izmir, Turkiye. Keluarga Osman diyakini seluruhnya berpendidikan tinggi dan memiliki banyak aset pembangunan di beberapa lembaga besar.
Sejak dulu, Syam mencintai Hitna, namun Hitna lebih memilih Reyhan seorang seniman sekaligus sahabat yang lebih dulu melamarnya. Kala itu, Syam begitu hancur saat tahu cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Dia akhirnya pergi dan memutus semua hubungan persahabatan mereka. Konon dari kabar yang tersebar, pria itu menyetujui perjodohan yang dibuat orang tuanya. Dia menikah dengan seorang mantan artis yang cantik dan kaya raya.
"Meski aku sudah menikah atau bahkan kau di miliki orang lain pun, aku tidak bisa melupakanmu, Hitna."
Rentetan kejadian dan suara-suara Syam kembali berdengung di benak wanita itu. Kepalanya terasa penat, entah karena semua perkataan itu mengganggunya atau memang dia perlu istirahat setelah sekian hari menghirup aroma rumah sakit. Dia perlu memejamkan mata sejenak untuk menenangkan diri.
Di rumah sederhana itu, di atas sofa Ray kecil dan ibunya berbaring. Sembari menidurkan putranya, Hitna mengusap rambut hitam itu penuh kasih, dengan mata berkaca-kaca. Lalu kemudian sayup-sayup ia berbisik lirih.
"Panjang umur dan semoga kebaikan Tuhan selalu menyertai hidupmu.. Ray.."
***
Minggu-minggu berlalu, Ray kecil masih menemani sang ibu berdagang. Karena nomaden, kali ini mereka mendatangi kawasan baru di Izmir yang kebetulan di sana sedang ada bazaar yang terbilang besar. Wilayah itu cukup jauh dari rumah mereka di Ankara. Ada satu hal yang menyenangkan terjadi, ya, pertemuannya dengan Nona Zara. Ternyata dia bersama suaminya juga menghadiri Bazaar.
Pasangan muda itu terlihat terkejut melihat Ray dan ibunya berada di salah satu stand.
"Ya-Allah, Masya-Allah, ternyata Anda di sini! Mengapa tidak pernah berkunjung ke rumah? Aku dengan suamiku sangat ingin bertemu Anda. Kami mengadakan acara syukuran dan doa bersama, lho."
Ibu Ray sedikit mengerutkan kening. Namun secara bersamaan tidak bisa menahan senyumnya mendengar cara bicara perempuan itu. Ternyata Nona Zara belum terlalu fasih berbahasa Turkiye, benar yang dikatakan Nona Leyla tempo lalu bahwa pasangan muda ini bukanlah orang lokal.
"Eh, maaf. Bahasa Turki-ku tidak bagus, ya?"
Kali ini Tuan Ali menimpali dengan tawa renyah. "Tidak apa-apa, sayang. Itu sudah benar. Cuma istilah 'tasyakuran' tidak familiar di telinga orang Turkiye. Jadi mungkin Nona Hitna tidak paham maksudmu."
Ibu Ray sedikit terkejut. Rasanya baru kali dia bertemu orang yang terkesan begitu menghormatinya. Aksen Turki Tuan Ali memang terlihat lebih baik dari istrinya. Tapi, tidak ia sangka jika pria itu bisa berkata sebanyak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MR. RAYAN
Dragoste| Spin-off 'Anna Keyla' | Mungkin lumrah, ketika manusia menjalani peran atas refleksasi suka dan tidak suka. Insting ini mengarah pada titik kapan waktu untuk meminta, waktu untuk menolak dan kapan waktunya untuk menerima. Dalam frasa lain, ini jug...