Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Alhaitham kembali ke rutinitasnya, tetapi dia tidak bisa tidak merasakan kekosongan dalam dirinya sejak [Name] pergi. Dia mencoba menyibukkan diri, tetapi tidak ada yang bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan [Name].
Suatu hari, Alhaitham menerima kunjungan kejutan dari Faaria. Dia datang dengan sebuah bungkusan di tangannya dan senyum lebar di wajahnya.
"Alhaitham! Sudah lama tidak bertemu." Faaria menyambutnya dengan sebuah pelukan.
"Faaria, apa yang membawamu kemari?" Alhaitham bertanya, terkejut melihatnya.
"Aku membawakanmu sebuah paket dari [Name]. Dia memintaku untuk memberikannya padamu." Kata Faaria sambil menyerahkan paket itu kepadanya. "Aku juga ingin bertemu dengan Kaveh, hehe."
Alhaitham walaupun tidak terpampang jelas di wajahnya, dia merasakan kegembiraan dan rasa ingin tahu. Dia dengan penuh semangat membuka paket itu, di dalamnya terlihat sebuah buku catatan kecil dan pena.
"Apa ini?" Alhaitham bertanya sambil menatap Faaria.
Faaria tersenyum. "Jurnal. [Name] memintaku untuk memberikannya padamu agar kamu bisa menulis pesan apapun kepadanya. Dan tenang saja, kali ini dia akan membalas pesanmu."
Alhaitham membalik-balik halaman jurnal itu, dan melihat bahwa [Name] telah menulis sebuah catatan di halaman pertama.
"Dear Alhaitham,
Aku harap jurnal ini akan membantumu untuk tetap terhubung denganku, bahkan ketika kita terpisah jarak. Tulislah pesan kepadaku kapan pun kamu mau, tentang apa pun yang kamu inginkan. Aku akan selalu ada di sini untuk mendengarkan.
Jaga dirimu baik-baik,
[Name]"
Alhaitham merasakan gelombang emosi yang membanjiri dirinya saat dia membaca pesan dari [Name]. Dia menyadari bahwa dia tidak pernah terhubung begitu dalam dengan seseorang sebelumnya. Dia mengambil pena dan mulai menulis kepada [Name], mencurahkan semua pikiran dan perasaannya.
Hari berganti menjadi minggu, dan Alhaitham menemukan penghiburan dengan menulis surat kepada [Name]. Dia menulis tentang rutinitas hariannya, pekerjaannya, dan bahkan mimpinya. [Name] membalas surat-suratnya dengan segera, berbagi pengalaman dan pemikirannya sendiri.
Korespondensi mereka menjadi sumber penghiburan dan dukungan bagi mereka berdua. Hal itu membuat mereka lebih dekat dari sebelumnya, meskipun mereka terpisah jarak.
Seiring berjalannya waktu, Alhaitham menyadari bahwa perasaannya terhadap [Name] semakin kuat. Dia tahu bahwa dia harus mengatakan perasaannya, meskipun itu berarti mempertaruhkan persahabatan mereka.
Suatu hari, dia mengumpulkan semua keberaniannya dan menulis surat kepada [Name].
"[Name],
Aku tahu aku pernah mengatakan ini sebelumnya, tapi aku harus mengatakannya lagi. Aku menyukaimu. Tidak, aku mencintaimu. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu, dan aku tidak ingin tanpamu lagi. Aku ingin bersamamu, memelukmu erat-erat, membuatmu bahagia.
Aku tahu ini mungkin akan memperumit keadaan, tetapi aku harus mengatakannya kepadamu. Aku harap kamu juga merasakan hal yang sama.
Yours always,
Alhaitham"
Alhaitham menunggu dengan cemas jawaban dari [Name], jantungnya berdebar-debar. Dia tahu bahwa pengakuannya bisa membuat atau menghancurkan hubungan mereka.
Hari kembali berganti menjadi minggu, dan Alhaitham tidak mendengar kabar dari [Name]. Dia mulai kehilangan harapan dan berasumsi bahwa pengakuannya telah menghancurkan segalanya.
Namun suatu hari, dia menerima balasan dari [Name]. Jantungnya berdegup kencang saat dia membuka pesan itu, tak sabar untuk membaca jawabannya.
"Alhaitham,
Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi aku senang kamu mengatakannya padaku.
Kamu tahu, aku juga memiliki perasaan padamu. Hanya saja, mereka tidak akan setuju, keluargaku dan ekspektasi mereka... membuatku sulit untuk membuat keputusan untuk diriku sendiri.
Tapi aku juga tidak bisa terus menyembunyikan perasaanku. Aku ingin bertemu denganmu lagi, berbicara denganmu lagi, bersamamu lagi.
Aku tahu itu tidak akan mudah, tetapi aku ingin mencobanya. Aku ingin menemukan cara untuk membuat ini berhasil.
Tolong datanglah ke Pelabuhan Ormos Minggu depan. Aku akan menunggumu.
Yours,
[Name]"
Alhaitham tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa dia harus bertemu dengan [Name] lagi. Dia terus mengulang percakapan terakhir mereka di kepalanya, di mana dia mengatakan bahwa orangtuanya tidak akan menyetujui mereka bersama.
Dia tahu itu tidak akan mudah, tapi dia bersedia untuk mencoba. Dia mengemasi tasnya dan pergi ke Pelabuhan Ormos, bertekad untuk bertemu dengan [Name] dan orangtuanya dan meyakinkan mereka bahwa dia adalah pria yang tepat untuknya.
Saat tiba di kota keesokan harinya, Alhaitham merasakan gelombang kegembiraan dan kegugupan menyelimutinya. Sudah lama sejak terakhir kali dia pergi ke Pelabuhan Ormos, dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi.
Dia berjalan menuju alamat yang diberikan oleh [Name], sebuah rumah kecil dengan toko bunga yang selalu dia kunjungi sewaktu dahulu di beberapa blok di sebelahnya. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu, berharap [Name] ada di sana.
Yang mengejutkannya, [Name] yang membukakan pintu sendiri. Wajahnya berbinar ketika dia melihat Alhaitham berdiri di sana.
"Alhaitham! Kenapa tidak mengabariku dulu? Aku 'kan bilangnya minggu depan." Dia bertanya, jelas terkejut.
"Lebih cepat lebih baik." Alhaitham menjawab, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
"[Name], siapa itu?" Sebuah suara memanggil dari dalam rumah.
"Ini Alhaitham, ayah." [Name] menjawab sambil berbalik ke arah rumah.
Alhaitham mendengar langkah kaki menuju pintu, dan dia bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk.
Pintu terbuka, dan ayah [Name] muncul. Dia adalah seorang pria yang tinggi dan tampak tegas dengan suara yang berat.
"Siapa kamu, dan apa yang kamu inginkan dari putri saya?" Dia bertanya, menatap Alhaitham dengan penuh curiga.
"Saya Alhaitham. Saya di sini untuk menemui [Name]." Alhaitham menjawab, berusaha untuk terdengar seyakin mungkin.
"Apa yang kamu inginkan darinya?" Ayah [Name] mengulangi.
"Saya ingin berbicara dengan Anda tentang dia—Dan saya." Alhaitham berkata, menatap langsung ke mata pria itu.
Ada keheningan yang panjang, dan Alhaitham merasakan jantungnya berdegup kencang di dadanya.
Akhirnya, ayah [Name] berbicara. "Masuklah ke dalam." Katanya, melangkah ke samping untuk mempersilakan Alhaitham masuk.
Alhaitham mengikuti [Name] dan ayahnya masuk ke dalam rumah, dengan perasaan campur aduk antara takut dan harap. Dia tidak tahu apa yang diharapkan, tetapi dia tahu bahwa dia harus jujur dan terbuka kepada orang tua [Name] jika dia ingin memiliki kesempatan untuk bersamanya.
[Note]
Saya gak kuat ini cerita cringe banget pls😔
Saya juga gatau lagi ceritanya mau dibawa kemana
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗠𝗘𝗧𝗔𝗡𝗢𝗜𝗔, Alhaitham
Fanfic𝐌𝐞𝐭𝐚𝐧𝐨𝐢𝐚 【 𝒏𝒐𝒖𝒏 】𝐆𝐫𝐞𝐞𝐤. The journey of changing one's mind, heart, self, or way of life. ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ [Name] tumbuh di lingkungan keluarga yang membenci dan memiliki dendam lama terhadap Akademiya. Tapi, siapa sangka...