Iyak sudah bersiap menaiki perahu milik Pak Kasemin saat Susan berteriak memanggil namanya. Sepertinya Susan lari-larian dari arah resort. Dan... sepertinya ada sesuatu yang penting sebab perempuan itu terlihat buru-buru.
"Sebentar ya, Pak." Iyak berbicara pada Pak Kasemin. Kemudian berbalik badan untuk sepenuhnya menghadap pada Susan yang ngos-ngosan.
Susan mengangkat tangan kanannya. "Bentar. Nafas dulu."
Iyak teraenyum geli. Dia tepuk pundak kawannya itu seakan mengatakan tanpa suara bahwa Susan tidak perlu buru-buru lagi.
Lantas setelah usai menetralkan degup jantung dan juga nafasnya, Susan menegakkan badan.
"Kenapa?" Iyak bertanya.
"Dipanggil Pak Kepala."
Muncul lipatan di antara kedua alis Iyak. "Sekarang?" Tanyanya lagi.
Susan mengangguk. Kemudian kepalanya sedikit menyerong untuk bisa melihat Pak Kasemin. "Pak, kata Pak Kepala suruh tunggu."
Pak Kasemin mengangguk. Pria itu lantas keluar dari perahu dan berjalan menuju ujung dermaga.
Iyak dan Susan kembali saling menatap. "Beliau tau kan kalau aku hari ini mau pulang?"
"He-eh." Susan mengiyakan. "Bentar doang kok katanya."
Meski masih dilanda kebingungan Iyak akhirnya mengikuti langkah Susan untuk kembali ke resort. Seperti biasa, di depan ada Pak Pur yang kali ini tengah mencabuti rumput.
"Kok balik lagi, Mbak Iyak?" Hm. Seperti pernah mendapatkan pertanyaan ini sebelumnya.
"Dipanggil Pak Kepala, Pak."
"Oh." Dan Pak Pur kembali mencabuti rumput.
Iyak kira Susan akan membawanya ke dalam resort. Ternyata perempuan itu menariknya hingga sampai di belakang bangunan. Bagian ini jarang sekali Iyak datangi. Lagian, buat apa?
Di sana Pak Kepala tidak sendirian. Ada Wirya di sampingnya. Seperti biasa, mereka tengah membicarakan sesuatu dan terlihat serius. Iyak jadi bertanya-tanya, orang dewasa memang begitu ya? Kalau ngobrol serius mulu.
Mendengar suara langkah kaki membuat Pak Kepala dan Wirya menoleh ke sumbernya.
"Oriana." Kata Pak Kepala.
Iyak mengangguk sopan. "Selamat pagi, Pak." Basa-basi itu perlu.
Senyuman Pak Kepala kian lebar. "Selamat pagi juga."
"Kata Susan, Bapak memanggil saya." Iyak berkata pada Pak Kepala yang diangguki oleh laki-laki itu.
"Iya, Oriana. Kamu mau pulang ya hari ini?" Pak Kepala bertanya.
"Iya, Pak."
"Saya dengar kamu mau Resort Rowobendo dulu?"
Iyak mengangguk. "Iya, Pak. Ada perlu sebentar dia Sadengan."
Pak Kepala tersenyum hangat. "Kamu ke sana naik apa? Motor kamu kan di kantor seksi."
"Mau nyari tumpangan dulu nanti waktu sampai di seberang, Pak. Saya berangkat ke sini juga gitu." Iyak menjelaskan.
"Nah, kebetulan." Pak Kepala menyentuh bahu Wirya yang membuat laki-laki itu maju selangkah. Hm. Iyak mencium bau-bau nggak menyenangkan nih.
"Wirya mau ke Sadengan juga. Kamu bareng sama dia saja. Saya minta tolong juga temani dia di Sadengan, kamu guide dia di saja. Sebentar saja kok."
Tuh, kan.
"Bukannya akan lebih baik kalau sama Pak Saeful ya, Pak? Beliau lebih paham tentang Sadengan daripada saya." Iyak mencoba melarikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boba Coffee
Romance"Om kenapa sih ngikutin saya terus?" "Saya nggak ngikutin kamu, Oriana." "Terus?" "Kebetulan aja saya lagi ada di sekitar sini." "Halah, alasan!" Wirya menghela nafas lelah.