05 | Saya nggak punya teman

38 5 3
                                    

"Aaahhh."

Mata terpejam. Merasakan aliran minuman berwarna coklat yang super manis melewati kerongkongan. Angin semilir menerpa wajah. Suara transportasi memenuhi jalan raya. Oh, jangan lupakan bulat-bulat hitam yang bernama boba.

Iyak sangaaat bahagia sekarang.

Setelah satu minggu lebih harus rela mengganti lingkungannya dengan tinggal di resort, akhirnya dia bisa merasakan semua ini!

Ya Tuhan. Ya Tuhan. Ya Tuhan.

Bobaku sayaaang. Bobaku cintaaa.

Dari pagi sampai menjelang sore Iyak harus rela berada di depan laptop, melanjutkan bab baru skripsinya. Dia memutuskan untuk mulai menyicil bab selanjutnya meski belum melakukan bimbingan. Selagi judul dan teori pendekatan yang dilakukan nggak ada perubahan menurutnya hal itu tidak akan mempengaruhi kerangka pembahasan.

Alah, banyak omong kamu, Iyak. Bilang aja karena mumpung rasa malasmu sedang holiday jadi kamu memanfaatkan waktu ini dengan sebaik-baiknya.

Betul.

Permasalahan utama dari mengerjakan skripsi tuh ya itu. Niat. Yang kedua, jangan malas.

Kalau dua itu saja nggak ada ya sudah, wassalam. Bye-bye.

Ngomong-ngomong, mengenai Susan. Bocah itu tengah kembali keampus. Katanya sih dosen pembimbingnya mengajaknya untuk diskusi. Mana dadakan lagi. Susan sampai kelimpungan. Untung saja hari itu dia masih nutut mendapatkan jadwal kereta yang paling cepat.

Jadilah Iyak sendirian selama empat dua hari ini. Yah, nggak apa-apa. Sebelum kenal dengan Susan dia juga sudah biasa sendirian di rumah Om Jef. Masih jelas tuh diingatan Iyak waktu dia di rumah itu sendirian, karena hari pertama sampai hari ke tujuh Jefri menemaninya. Iyak mengalami peristiwa yang aneh tapi nyata. Dia merasa kamar tempatnya tidur tiba-tiba jadi super dingin. Padahal dia sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Waktu itu Iyak nggak berani buka mata. Tapi entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang memperhatikannya dari depan ranjang. Untung saja Iyak pakai penutup mata.

Tau apa yang Iyak lakukan berikutnya?

Dia ngedumel.

"Beeeh. Aku tuh capek banget hari ini. Seharian di balai. Belum jalan kaki keliling nyari tempat print! Aku capek! Capek banget!"

Terus Iyak menarik selimutnya lebih rapat. Mengganti posisi tidur dan... mendengkur.

Nggak lagi tuh hawa super dingin dia rasakan. Tapi paginya Iyak langsung cerita ke Mama-nya. Mau cerita aja dia memilih untuk pergi ke luar, ke tempat makan yang ada di ujung komplek perumahan.

Dia cerita semuanya ke Mama. Nggak ada yang dilebihin ataupun dikurangin. Eh, Mama cuma bilang.

"Oh, biasa kayak gitu mah. Mau kenalan yang di situ sama kamu."

Iyak melongo. Untuk beberapa saat dia nggak bisa menjawab. Sampai Mama harus memanggilnya.

"Yak. Halo?"

Iyak gelagapan. Dia mengedipkan mata berkali-kali sebelum menjawab. "Tapi, Ma... aku nggak mau diajak kenalan." Dia mengadu.

Terdengar suara tawa Mama dari seberang. "Udah jiper duluan dia-nya sama kamu. Lagi tidur aja masih sempet-sempetnya nyemprot setan."

Iyak merengut. "Lagian, orang lagi capek digangguin."

Apakah Iyak takut setelah itu? Oh, jelas tidak. Nyatanya dia betah-betah aja tuh di rumah Jefri sampai sekarang. Dia udah bodoamat masalah begituan. Untuk saat skripsi masih menjadi prioritasnya.

Boba CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang