07 | Tangisan Oriana

25 4 0
                                    

Pernah nggak sih di suatu momen kalian merasa kayak... 

OH MY GOD!!! KENAPA AKU CANTIK BANGET??? 

Terus langsung ambil ponsel, menekan ikon kamera, mencari sinar-sinar surga yang membantu kecantikan semakin membahana. Kemudian mencari angle yang pas. Kepala miring kanan, miring kiri, bibir monyong, senyum tipis, senyum cantik, mata mau nangis, mata dibuka lebar biar kayak doll eyes. Rambut yang awalnya ditata rapi jadi ditata ala-ala messy.

Literally semuanya dicoba. Dilakukan sampai stok foto mencapai seratus. Lebih kali ya? 

Hm. 

Ya begitulah kira-kira yang dilakukan seorang Oriana tiga puluh menit yang lalu. Sekarang dia tengah tengkurap di ranjang sambil melihat hasil foto-foto dadakan yang dia lakukan secara mandiri. Dibantu oleh tripod milik Jefri dan cahaya alami. 

So pwetty!” Iyak nyeletuk sendiri. Hantu yang sedang memperhatikannya dari tadi di pojokan sudah menahan muntah. Agaknya si hantu masih menyimpan dendam akibat pernah disemprot oleh Iyak. 

“Hm. Unggah yang mana ya?” Iyak menggeser fotonya ke kiri. Tapi kemudian ke kanan. 

“Yang ini cantik tapi cahayanya kurang masuk.”

Kemudian menggeser lagi. “Kalau ini aku keliatan mau nangis. Nanti aku dikomen lagi sama netijen.”

Lantas dia berhenti menggeser foto. Matanya menatap ke depan. Pada kepala ranjang. Kemudian jari telunjuknya teracung.

“Hey! Siapa kamu ngomentarin foto aku? Punya hak apa kamu? Foto juga foto aku. Akun juga akun aku. Kuota yang beli juga aku sendiri. Suka-suka aku-lah mau unggah apa nggak. Huh!”

Sungguh. Sekarang Mbak Han melongo di pojokan. Setelah dipikir-pikir bukan dia yang kurang menakutkan. Tapi bocah di ranjang itu yang hilang kewarasan. 

Iyak menurunkan kembali jari telunjuknya. Kembali dia melihat foto-foto. Dia geser sampai mentok. Lalu kembali lagi pada foto paling awal. 

Matanya berhenti lama di sana. Menatap dengan cermat rupanya yang ada di foto. 

Satu detik. 

Dua detik. 

Tiga detik. 

Dia tekan tombol di samping kanan ponsel. Membuat layarnya seketika berubah menjadi gelap. Lalu dia lempar ponselnya ke samping tubuh sebelum memilih untuk merebahkan diri. 

Kini atap kamar menjadi pemandangannya. 

Helaan napas Iyak memenuhi ruangan. 

“Nggak jadi upload. Takut foto aku dicuri terus dibawa ke dukun.” 

Pagi itu bisikannya hanya didengar oleh dirinya dan Mbak Han. 

🐥

Pukul 14.00 WIB dengan kecepatan yang nggak dihiraukan (yang penting ngebut pol) Iyak sudah sampai di depan rumah Jefri yang ada di depan Kokoon. 

Nggak perlu menekan bel ataupun menunggu yang punya rumah membukakan pagar rumah. Iyak sudah lebih dulu memarkirkan motornya di garasi yang terbuka. 

Jefri sedang di rumah. Terlihat dari mobilnya yang nangkring rapi di garasi. Sekarang hari Minggu sih, jadi nggak perlu ditanya lagi. 

Saat mau membuka pintu, eh ternyata dikunci. 

“Apaan sih dikunci segala?!” 

Seperti nggak sabaran, Iyak mengetuk pintu berkali-kali. Semakin lama bukan lagi mengetuk tapi menggedor dengan keras. 

Boba CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang