10 | Tekad Ya Harus Bulat

15 3 0
                                    

Jika sudah bertekad nggak ada yang bisa menghalangi apa yang akan dia lakukan.

Iyak benar-benar melakukan itu.

Setelah membuat komitmen dengan dirinya sendiri untuk tidak lagi memikirkan perasaannya pada Wirya dan hanya fokus pada skripsinya. Semua itu benar-benar terealisasi.

Seolah semesta mendukung, dosen pembimbingnya telah memberikan balasan. Dua minggu terakhir ini beliau memberikan feedback yang memuaskan dan selama ini Iyak harapkan.

Rutinitas itu berjalan sesuai rencana.

Iyak bangun jam 5 pagi. Kemudian dia akan berangkat jogging keliling komplek ketika jarum panjang berhenti di angka 15.

Tiga puluh menit cukup baginya untuk menghasilkan derai-derai keringat. Dilanjutkan dengan jalan kaki sebentar dan akan sampai di rumah sekitar jam enam, kadang-kadang bisa lebih.

Melepas sepatu karena tidak kuat dengan rasa pengap di kakinya, lalu dia akan langsung menuju dapur. Membuat jus tanpa gula.

Jefri mengira Iyak sedang dalam mode diet dan curiga bahwa keponakannya tengah dekat dengan seseorang. Kan katanya kalau perempuan sedang berusaha mengubah bentuk tubuh mati-matian maka dia tengah memiliki laki-laki idaman.

Jelas saja ketika Jefri bertanya, Iyak langsung membantah dengan tegas. Jawabannya selalu konsisten dari awal.

"Aku menerapkan hidup sehat, Om. Aku baru sadar alasan sering ngerasa cepat capek dan lemes karena pola hidupku yang nggak baik."

Awalnya Jefri nggak percaya dan terus mendesak Iyak untuk berkata jujur. Namun semua itu berhenti kala Iyak menunjukkan daftar chat di aplikasi pesannya, hanya ada nama perempuan. Satu-satunya nama lelaki di daftar itu hanyalah dosen pembimbingnya.

Jefri juga menyadari kalau dua minggu terakhir ini Iyak jadi lebih produktif. Nggak lagi keponakannya itu bisa dia isengin.

Sebab Iyak jadi jarang menanggapi dan Jefri merasa nggak puas dengan respon yang Iyak berikan.

Wirya?

Well, laki-laki itu hanya bisa jadi pengamat. Dia nggak mau mengganggu Iyak yang tengah sibuk mengerjakan skripsi. Nggak lagi bisa mengajak Iyak keluar untuk menemaninya main di sekitar sini.

Yang biasanya dia lakukan adalah memberikan camilan yang sengaja dia buat saat bingung mau melakukan apa. Wirya akan meletakkan sepiring camilan di meja di mana Iyak akan mengerjakan skripsi. Seringnya di sudut teras belakang. Jefri pernah bilang padanya bahwa Iyak suka mengerjakan di sana sebab udaranya segar dan membuat pikirannya jadi lebih terang. Apalagi langit biru memanjakan mata dan pikirannya bila lelah saat mengerjakan.

Sepertinya pagi ini ada yang berbeda.

Iyak terlambat bangun, hingga membuatnya baru keluar rumah untuk jogging saat jarum pendek berhenti di angka enam dan jarum panjang di angka sebelas.

Kala dia akan memakai sepatu di teras depan, Iyak menemukan Wirya tengah melakukan pemanasan di halaman.

Sejenak dia terpaku. Sudah lama sekali dia tidak berpapasan dengan Wirya dalam waktunya bersantai.

"Tumben siang, Oriana?" Wirya tengah menekuk kaki kanan.

Iyak mulai mengenakan sepatu sebelum menjawab. "Iya nih, Om. Kesiangan. Semalem begadangnya lebih lama."

Wirya mengangguk sekali. Kali ini tangannya yang melakukan pemanasan. "Mau bareng joggingnya?"

"Aku masih mau pemanasan nih. Nanti Om Wirya nggak kelamaan nunggu?"

"Nggak. Pemanasan nggak sampai setengah jam kan?"

"Nggak sih, Om."

"Ya sudah. Bareng aja."

Boba CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang