18 | Gelembung Kian Membesar

40 2 1
                                    

Fyuuuh.

Kaki rasanya gempor!

Iyak memijat pelan pergelangan kaki kirinya. Rasanya sedikit linu, sepertinya karena tadi ketika dia mengejar salah satu dosen penguji kakinya salah gerak saat berlari. Bukannya berhenti Iyak terus saja berlari. Bukan apa-apa, dosen ini terkenal sulit ditemui dan sering hilang meskipun sudah membuat janji.

Usahanya nggak sia-sia. Hari ini Iyak telah mendapatkan semua tanda tangan baik dari dosen pembimbing maupun dosen penguji. Nggak perlu ditanya apa yang telah ia lakukan sedari pagi.

Dari jam 6 Iyak sudah stand by di kampus. Salah satu dosen pembimbingnya mengatakan bisa ditemui sebelum setengah tujuh sebab harus mengajar di perpustakaan pusat untuk mata kuliah umum.

Selesai dengan satu dosen pembimbing, Iyak harus rela mempercepat langkah kakinya untuk mendapatkan tanda tangan dosen-dosen terkait lainnya. Berakhir dengan dia sekarang mencoba menggerakkan kaki kirinya ke kanan dan ke kiri.

"Kayaknya keseleo deh." Iyak bergumam pada dirinya sendiri.

Dia gerakkan sekali lagi kakinya. Rasa linu itu semakin terasa.

Haduh, mana hari ini dia jalan kaki. Pikirnya tadi pagi dia ingin jalan kaki sembari menghirup udara segar yang belum tercampur oleh polusi. Mana tau kalau akhirnya seperti ini.

Iyak berniat menghubungi Susan. Namun ponsel dalam genggaman berhenti di tengah jalan. Dia baru ingat, semalam Susan mengatakan bahwa hari ini harus menemani kekasihnya belanja untuk keperluan kafe. Maka niat untuk minta tolong pada Susan diurungkan.

"Masih ada ojek online, Yak." Kalimat itu meluncur seiring dengan tangannya yang sibuk berselancar di salah satu aplikasi ojek online berwarna hijau.

🐥

Tujuan Iyak bukanlah kosan. Dia justru melipir pada kafe yang akhir-akhir ini menjadi tempatnya mengerjakan skripsi (selain kosan). Dengan sedikit pincang Iyak masuk ke dalam setelah memesan minuman favoritnya.

Sempat mendapatkan pandangan penuh keheranan dari barista tapi Iyak tidak peduli. Dia hanya ingin segera duduk di tempat favoritnya.

Dua kursi saling berhadapan yang terpisah oleh meja bulat dengan ketinggian yang pas untuk dia mengerjakan tugas. Letaknya memang berada di bagian outdoor namun ada atap kaca yang menaungi, serta tumbuhan menjalar di masing-masing tiangnya. Semakin menjadi favorit Iyak sebab tempat duduk ini berada di sisi yang jarang terlihat oleh orang yang datang.

Mungkin itulah sebabnya mengapa tempat ini selalu kosong.

Dengan hati-hati Iyak mendudukkan tubuhnya. Kembali rasa ngilu itu ia rasakan. Maka tas yang penuh dengan file skripsi dan tetek bengek lainnya segera dia letakkan lebih dulu pada kursi di sampingnya.

Iyak meringis kala rasa ngilu itu semakin terasa ketika kompres yang tadi dia beli di apotik menyentuh permukaan pergelangan kakinya.

"Kalau orang waras sih harusnya pulang ke kosan, Yak. Bukan malah ngompres kaki di kafe." Iyak berbicara pada dirinya sendiri.

Dia masih sibuk mengompres pergelangan kakinya ketika suara langkah kaki mendekat.

Ah, sepertinya pesanannya telah datang.

Dan... Wow!

Waiter mana nih yang mengantarkan pesanannya dengan memakai sepatu... GUCCI???

Mata Iyak melotot memandangi sepatu model sport berwarna putih yang berhenti di depannya. Dalam kepalanya saat ini langsung muncul kemungkinan-kemungkinan yang ia buat sendiri.

Apakah menjadi pekerja kafe memang semenjanjikan itu?

Sampai orang yang berhenti di depannya ini bisa mengenakan sepatu dengan harga dua digit?

Apakah gajinya memang bisa bikin mata berwarna hijau dan muncul logo dollar selayaknya Tuan Krab?

Iya kan... mau juga.

"Mas, tolong taruh aja di meja ya." Iyak menunjuk mejanya dengan dagu. Kata Mama biasakan mengucapkan kata 'tolong' di awal kalimat setiap mau meminta orang lain melakukan sesuatu.

"Saya lagi ngompres kaki saya. Tadi tuh habis keseleo dikit. Cenat-cenutnya masih kerasa nih." Iyak melanjutkan.

Terdengat suara gelas yang diletakkan di meja yang terbuat dari bahan seng itu. Iyak kira waiter ini akan mengucapkan terima kasih kemudian langsung kembali meneruskan pekerjaannya lagi, sebagaimana biasanya.

Nyatanya, waiter ini masih berdiri di depannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Satu detik berlalu Iyak masih ngfak peduli. Pikiranya mungkin waiter ini sedang mencatat sesuatu atau apalah itu lainnya.

Dua detik berlalu.

Waiter ini masih bergeming. Iyak masih mengompres, kali ini bagian mata kakinya dan rasanya... beuuuh. Ngilunya berhasil membuat Iyak meringis.

Tiga detik berlalu-

Waiter di depannya meletakkan nampan yang dibawa. Lantas dengan begitu saja semuanya terjadi begitu cepat.

Waiter itu berjongkok di depan Iyak. Mengambil alih kompes yang Iyak pegang.

"E-eh. Mas, ngapain?"

Tunggu sebentar!

Kenapa rasanya sosok yang tengah berjongkok ini terasa familiar?

Rambut pirang itu menjadi hal yang pertama kali Iyak lihat. Namun, meski begitu Iyak masih mengenali bulu mata lentik, hidung mancung sempurna, serta... kornea yang kini menatapnya dengan khawatir?

"Kenapa justru ke sini kalau sedang keseleo, Oriana?"

🐥

rasanya rindu sekali dengan oriana-wirya
sudah satu bulan aku tinggal di asrama dan bertemu dengan berbagai jenis kepribadian dari orang seluruh indonesia
akhirnya aku bisa menuntaskan rasa rinduku pada mereka berdua

enjoy 😉

29 Oktober 2023 | 19:32

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Boba CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang