[ 27 ] worth to fight for

269 54 5
                                    

27 - worth to fight for

"Lo nggak bisa kaya gini terus, Sa." kata Thalita.

"Zio kurangnya di mana, sih, Sa?" kata Ajun.

"Kenapa, sih, Sa? Zio sekarang berubah jadi bajingan kaya tai, tau, nggak lo? Anak orang lo bikin kaya gitu." kata kebanyakan orang.

Dan masih banyak lagi kata-kata mereka yang jika ditarik kesimpulan, hanya mengerucut kepada satu pernyataan; Lisa jahat kepada Zio.

Lisa jahat karena tidak menerima perasaan Zio. Lisa jahat karena setahu mereka, Lisa tidak bisa membalas perasaan Zio. Lisa jahat karena ini dan itu. Yang semua orang tau, Lisa jahat sebab menyakiti Zio.

Tapi, kan, mereka tidak pernah benar-benar tau bagaimana cerita Lisa dan Zio. Mereka tidak tau apa yang sudah Lisa dan Zio jalani. Terkhusus apa yang sudah Lisa alami. Tentang pilar-pilar rumah yang patah. Tentang pondasi rumah yang roboh. Tentang atap rumah yang bocor. Tentang rumah yang hancur.

Mereka tidak tau.

Sekalipun mereka tau, mereka tidak akan mengerti.

Belakangan, Lisa jadi sedikit merenggang dengan Thalita. Lisa kira, Thalita bisa mengerti dirinya. Lisa kira, Thalita akan jadi salah satu yang paling mengerti.

Malam itu, Lisa menginap di apartemen Thalita karena merasa sedikit jenuh sendirian setiap malam. Niatnya ingin mencari tempat ternyaman bercerita. Tapi pada kenyataannya, Lisa ke sana hanya untuk mendapati Thalita memaksanya membangun rasa percaya kepada Zio.

"Sa, kasihan Zio, kalau lo begini terus. Kasihan lo juga."

Lisa hanya diam kala itu, sama sekali tidak berniat melanjutkan obrolan dengan topik tersebut.

"Lo nggak boleh denial, Lisa. Kalau sayang, ya berjuang. Jangan gini, nanti lo menyesal, seperti gue."

Ada begitu banyak alasan mengapa Lisa sulit membagi masalahnya pada banyak orang. Salah satunya, ini. Karena kebanyakan orang juga sulit untuk mengerti. Tapi mereka selalu bilang, mereka mengerti. Padahal sebenarnya, mereka tidak pernah benar-benar mengerti.

Karena, toh, pada dasarnya, memang tidak akan ada yang benar-benar mengerti. Mereka hanya tau, lalu membayangkan bagaimana jika mereka berada di posisi yang sama. Tapi, cara berpikir mereka, kan selalu berbeda, cara penerimaan mereka terhadap sesuatu pasti berbeda.

"Lisa, Zio, tuh, tau seancur apa kalian. Dia pasti akan berhati-hati. He will trying to be nice. You will be okay, Sa. I swear."

Setelah berkata bahwa mereka mengerti, mereka akan meyakinkan kita. Berkata seolah-olah mereka tau mana yang terbaik buat kita. Padahal, kembali pada pernyataan sebelumnya, cara berpikir dan penerimaan setiap orang berbeda-beda.

"Berjuang, Sa, buat lo, buat Zio, buat kalian."

"Enough, Ta!"

Itu adalah kalimat pertama Lisa setelah hampir setengah jam Thalita berusaha meyakinkan Lisa. Percuma, Lisa diam, Thalita tidak akan mengerti bahwa Lisa lelah. Lelah dengan semuanya. Lelah dengan tekanan yang berasal dari dalam dadanya sendiri. Lelahnya semakin menjadi ketika hampir semua orang di sekitar mulai menyalahkannya.

"Kenapa, Sa? Gue nggak mau lo nyesel, gue mau lo bahagia. Setelah semua yang lo--"

"Lo tau apa yang gue alami. Lo tau. Lalu kenapa lo nggak mengerti setakut apa gue dengan sebuah hubungan?!"

"Lisa..."

"Kenapa semua orang hanya menghakimi gue?! Kenapa nggak ada yang nyalahin Zio karena punya perasaan sama gue?! Dia juga salah karena sayang sama gue, orang yang nggak seharusnya dia sayang, orang yang nggak pantes disayang!"

Stalker | LizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang