5. Fear

294 45 31
                                    

"Adakah sesuatu yang membuatmu marah?"

Naruto menggumam.

"Apakah ada hal yang kau takutkan?"

Pertanyaan selanjutnya membuat Naruto menelan ludah. Setelah jeda pendek, ia pun kembali menggumam pendek.

"Atau ... mungkinkah kau merasa sedih karena beberapa persoalan?"

Pertanyaan ketiga juga terngiang, menyusul beberapa pertanyaan sebelumnya. Tak pelak, Naruto membuka mata dan menatap langit-langit kamar. "Kau benar."

Naruto menghela napas berat setelahnya. Dua hari terlewat sejak dirinya pulang dari kediaman Uchiha dan Naruto tak bisa melupakan apa yang terjadi di sana.

Ia mengingat semuanya.

Tentang bagaimana dirinya terjatuh begitu saja di dada Sasuke, mencengkeram bagian depan kemejanya, lalu menangis di sana.

Pun tentang bagaimana tatapan Itachi yang sedikit gemetar saat melihat itu semua.

"Kau tahu, Naruto? Tak apa untuk mencemaskan beberapa hal. Hanya pastikan, kau bisa membaginya dengan seseorang. Jika bukan denganku, kau bisa menemukan orang yang dirasa tepat untuk menampung semua hal yang kau rasakan."

Perkataan dokter yang sempat dihubunginya setelah kejadian itu kembali berputar di kepala. Selanjutnya, Naruto dibuat bertanya-tanya, bagaimana bisa dirinya melibatkan Itachi ke dalam ini semua? Terlepas itu disengaja atau tidak.

Naruto mengubur dirinya di balik selimut dan membenamkan wajahnya pada bantal. Selanjutnya, ia berteriak kuat-kuat.

Napasnya terengah-engah. Setitik air matanya jatuh begitu saja. Setelah mendapatkan sedikit ketenangan, ia meraih ponselnya di nakas dan mengirim pesan kepada seseorang.

Dokter benar, setidaknya harus ada satu orang yang bisa ia percaya untuk menyandarkan dirinya, walau hanya sebentar.

Naruto membuka mata saat pintu kamarnya diketuk ringan. Suara Itachi menyusul setelahnya. Pria itu memanggil namanya dengan nada yang begitu tenang, meminta izinnya untuk memasuki kamar.

Masih dalam posisi berbaring miring di tempat tidurnya, Naruto tak menjawab meski hanya sepatah kata. Ia hanya diam dan membiarkan Itachi di sana, entah sampai kapan.

Selang beberapa lama, tak ada lagi suara. Kendati demikian, Naruto tahu jika Itachi masih berdiri di sisi luar pintu kamarnya. Ia tahu benar, pria itu akan menjadi keras kepala, hanya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.

Naruto mendengkus samar dari balik selimutnya. Bagaimana caranya meyakinkan Itachi jika bahkan dirinya sendiri pun tak bisa memahami kondisinya saat ini?

Rasanya seperti terhimpit hingga mengambil napas saja terasa sulit. Sudah sangat lama sejak dirinya mengalami semua ini. Dan jujur saja, ia tak ingin jatuh di dalamnya sekali lagi.

"Masuklah, Itachi." Usai sedikit pergulatan dalam dirinya, Naruto akhirnya mengambil keputusan untuk membiarkan Itachi memasuki bentengnya sekali lagi. Berharap dalam hati, jika keputusannya benar saat ini. Meskipun tak dapat dipungkiri, sebersit penyesalan terkadang melintasi benaknya tatkala memikirkan Itachi dan semua yang terjadi saat ini.

Tak lama, pintu kamarnya terbuka bersamaan dengan langkah Itachi yang berangsur mendekat. Naruto membalik badannya, menatap sang kekasih yang saat ini juga menatapnya.

Itachi mengambil tempat di sisi ranjang, mendudukkan diri di sana dan menatap jemari Naruto dengan penuh keraguan. Wanita itu kini duduk bersandar di kepala ranjang dan menaruh atensi penuh padanya dengan tatapan yang sama sekali tak bisa ia artikan.

September: When I First Met You ... Again [Book-2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang