12. Nemesism

154 25 5
                                    

Nemesism (n) frustration, anger, or aggression directed inward, toward oneself, and one's way of living.

***

"Kau tidak lelah?" Shikamaru menaikkan kakinya di meja, lalu bersandar pada punggung sofa dengan telapak tangan yang berada di belakang kepala. Sudah lebih dari 6 jam dirinya bergonta-ganti posisi duduk hingga sempat tertidur saking bosannya. Ia bahkan sudah menghabiskan 5 kaleng soda, udon, ayam goreng, dan beberapa kudapan, tapi seseorang yang diajaknya bicara masih bergeming di tempat duduknya, berkutat dengan laptop dan tumpukan berkas di mejanya. "Kau harusnya pulang. Jam kerjamu berakhir sejak tadi."

Lagi-lagi, dirinya hanya bicara sendiri. Selalu saja seperti ini. Bisa saja ia beranjak pergi, tapi dirinya tahu jika orang satu ini tak memiliki siapa pun untuk diajak berbagi. Ralat, dia memang sulit berbagi. "Sasuke—"

"Sampaikan pada CFO jika aku menginginkan detailnya besok pagi. Aku juga membutuhkannya untuk mempertimbangkan potensi pengeluaran, revenue, serta keuntungan perusahaan dalam setahun ke depan." Si empunya berbicara dalam panggilannya, mengabaikan pria di ruang tamunya yang kini menegakkan posisi duduknya. "Besok pagi. Aku tak punya waktu untuk tawar-menawar. Ini tentang perusahaan."

"Siapa yang kau siksa kali ini?"

Suara itu mengudara sekali lagi dan Sasuke hanya menjawabnya dengan ketukan halus dari laptopnya. Helaan napas yang panjang terdengar, tapi tentu bukan Sasuke yang melakukannya.

"Aku bicara padamu, Sasuke." Nada bicara itu berubah serius kali ini. Tak ada lagi kesan jenaka di dalamnya.

"Aku tahu." Sasuke menjawab singkat tanpa mengalihkan fokusnya dari layar di hadapannya. "Lalu?"

"Pulang. Kau sudah melakukan ini selama beberapa Minggu. Ini bukan lagi lembur, tapi bentuk keserakahanmu."

"Kemudian, apa yang kau harapkan saat aku pulang, Shikamaru? Bercengkerama dan menceritakan hari-hariku pada ayahku? Atau tidur di pangkuan ibuku?"

Untuk sejenak, Shikamaru terdiam, tepat di hadapan Sasuke yang wajahnya terlihat lelah.

"Setelah sekian lama, aku kembali melihat amarah dan kekecewaan di mata ayah dan ibuku. Kau pikir aku bisa pulang dengan santai setelah melihat semua itu?" Sasuke menghela napas berat. "Hukumanku bukannya selesai, Shikamaru. Ini baru akan kembali dimulai setelah permulaannya."

"Kau takut?"

Spontan, Sasuke mengalihkan pandangannya dari Shikamaru. Ada jeda yang cukup panjang sebelum ia menjawab pertanyaan itu dengan gumaman pendek yang ragu-ragu.

"Jika tidak ingin pulang, setidaknya istirahatlah dengan benar." Shikamaru mengalihkan pembicaraan mereka dengan cepat. "Kau perlu tidur agar tak mati muda."

Usai mengatakannya, Shikamaru berbalik dan berjalan meninggalkan Sasuke. Tepat saat ia telah memutar kenop pintu ruangan megah itu, perkataan pria di balik tubuhnya tersebut membuatnya sesaat membeku. Namun, setelah itu, langkahnya kembali berlanjut.

"Dia sangat mengejutkanku dengan berterima kasih seperti itu," gumamnya setelah menutup pintu. Kemudian, ia merogoh saku jasnya untuk mengambil pemantik dan rokok untuk disulut. Bersamaan dengan kepulan asap tipis dalam embusan napasnya, Shikamaru meninggalkan Sasuke sepenuhnya.

Sementara itu, di meja kerjanya, Sasuke bersandar di punggung kursi tingginya seraya memijat pangkal hidungnya sendiri. Ia lalu berbalik menghadap jendela besar di balik punggungnya, mengamati gedung-gedung tinggi yang masih berdetak—hidup—meski malam melewati separuh jalan.

"Bukan Ayah ataupun Ibu, tapi hukumanmulah yang paling membuatku takut ...." Sasuke menggumam. Kini, matanya beralih fokus pada pantulan wajahnya sendiri. "... Naruto."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

September: When I First Met You ... Again [Book-2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang