10. Goodbye

195 27 16
                                    

"Kau yakin tak ada yang tertinggal?"

Itachi turut melihat ke arah koper yang Naruto amati. Ia menggumam panjang seraya menimbang-nimbang. "Kurasa ada satu hal."

Naruto yang penasaran sontak berjalan mendekati lawan bicaranya.

"Dirimu."

Seketika, ekspresi Naruto berubah datar, sementara di hadapannya, Itachi menyemburkan tawa, lalu mencubit pipinya dengan gemas.

"Tidak lucu!"

"Baiklah, maafkan aku," timpal Itachi usai meredam tawanya. Ia mengulurkan tangan, meminta sang kekasih untuk mendekat, tapi wanita itu justru bergeming dengan wajah cemberutnya.

"Yakinkan aku jika dirimu akan baik-baik saja selama aku tidak di sini."

Mendengar itu, Naruto menoleh pada Itachi yang kini sorot matanya sendu.

"Apa yang membuatmu berpikir jika aku tak akan baik-baik saja?"

Alih-alih menjawab, Itachi lebih memilih untuk mengikis jarak di antara mereka. Sebelah tangannya terangkat untuk menyelipkan anak rambut Naruto di balik telinganya. "Berjanjilah padaku jika kau akan baik-baik saja."

Ada yang salah dengan Itachi. Pria itu pikir ia bisa menyembunyikannya dengan baik. Tidak, Itachi memang menyembunyikannya dengan baik, tapi itu tak berlaku saat berhadapan dengan dirinya. "Ada apa denganmu?"

"Berjanjilah, Naruto."

"Aku janji akan baik-baik saja di sini," ucap Naruto setengah hati setelah diam cukup lama, bukan karena dirinya enggan berjanji, tapi karena sorot mata Itachi yang membuatnya menduga-duga apa yang terjadi.

"Aku akan bersiap sebentar, lalu kita berangkat." Sudut bibir Itachi terangkat membentuk senyuman tipis. Diusapnya terlebih dulu pipi sang kekasih, barulah setelahnya ia pergi.

Di tempatnya berdiri, Naruto menatap punggung Itachi yang perlahan menghilang di balik pintu kamar.

lima belas menit setelahnya, sepasang kekasih itu keluar dari apartemen. Terlebih dulu Itachi menarik kopernya keluar, lalu mengunci pintu setelah Naruto berdiri di sampingnya. Kemudian, keduanya berjalan beriringan menuju lift di ujung kanan koridor.

Sepanjang langkah mereka, dua-duanya sama-sama terdiam. Tentu Naruto menyadarinya. Ada sesuatu tentang Itachi yang tak dirinya ketahui.

Tiada henti ia melabuhkan pandangannya pada pria itu. Dan entah di menit keberapa, tangannya telah terulur untuk menggenggam sebelah tangan Itachi, mengusapnya lembut.

Mata keduanya sontak bertemu. Sepersekian detik, Naruto bisa melihat gurat tipis yang mengisyaratkan keterkejutan dari wajah kekasihnya terlihat tenang.

Tak lama, senyum Naruto mengembang, menyusul senyuman yang terlebih dahulu Itachi perlihatkan.

"Apa kau keberatan jika kita mampir ke rumah Bibi sebentar?"

Sebenarnya, Naruto sudah menduga pertanyaan ini akan datang. Ia juga sudah mempersiapkan dirinya sejak semalam. Namun, entah bagaimana sekelilingnya seolah terhenti selama sepersekian detik setelah Itachi mengatakannya.

Bagaimanapun juga, Naruto mau tak mau harus mengakui bahwa tak peduli seberapa keras ia mencoba, jika memang ada sedikit saja kesempatan baginya untuk menghindar, maka dirinya akan lebih memilihnya sebagai jalan keluar. Akan tetapi, di sisi lain Naruto pun sadar jika tak pernah ada pilihan lain untuknya, bahkan sedari detik pertama dirinya menginjakkan kaki di Konoha.

"Aku ingin berpamitan sekaligus mengembalikan mobilnya."

"Tentu." Benar. Tidak ada pilihan. Karena itulah Naruto harus terus berjalan. Entah apa yang sudah menunggunya di masa depan, siap atau tidak semua itu akan datang. Lari pun percuma.

September: When I First Met You ... Again [Book-2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang