2# Bunga Tidur Tapi Bukan Bunga

122 110 86
                                    

"Mana upahnya?"

"100 ribu udah gue isi ke shopay* lo."

"Diatas gaji UMR lah."

"Lo pikir isi tabungan gue sebanyak gaji DPR?"

Neona memutar bola mata-malas. Kemudian pandangannya teralihkan pada lelaki yang menghantarkan dirinya tadi kini tengah menuruni barang bawaannya dari bagasi mobil ke atas tanah.

Ia lebih tinggi dan tampan daripada Kevin. Neona secara bergantian menatap laki-laki itu ke Kevin-untuk membandingkannya, Kenapa Kevin gak operasi plastik kayak dia aja? Di marahin seharian pun gue ikhlas, asalkan kakak gue seganteng dia.

Kevin menghampiri temannya. "Kenapa barang lo banyak banget, sih?" Tanya ia sembari menurunkan kotak kardus sepatu.

"Ini setengah nya dari semua isi kost-kostan gue. Lagi juga, gue masih ada beberapa barang yang mau gue kasih ke anak-anak Basbalio."

Kevin mengusap telapak tangan yang terkena debu. Ia sedikit menghela nafas, "Oh 'ya, makasih ce'es ku. Karena mau sekalian anterin adik tercinta gue ke sini."

Dia menegakkan pinggul nya. "Huh, lo bilang adik tercinta? Bahkan di dalam mobil pun dia nunjukin muka sedih nya-yah, walau gak secara langsung." Pikiran Kevin bertanya-tanya dengan perkataan nya, ia celingak-celinguk mencari gadis itu yang sudah hilang dari persekitaran mereka. "Lo bahkan gak tau perasaan adik lo. Jangan 'kan itu, lo juga pasti gak tau muka sedihnya gimana tadi."

"Mewek nya jelek 'ya?"

"Enggak, cantik."

Di bawah matahari siang yang hampir menjelang sore, sebuah pohon besar menutupi sinar teriknya. Neona terduduk pada bangku besi putih dengan meja bundar di samping tanaman milik sekolah. Di area taman yang tak jauh dari gerbang utama, Neona melihat-lihat sekeliling sebelum akhirnya pandangannya mendongak ke atas pada dedaunan hijau. Sepatunya menginjak banyak daun yang gugur, bahkan meja itu pun kejatuhan selembar daun kuning yang berlubang. Neona mengambil nya, Kenapa? Hanya karena ulat itu melubangi mu, kamu malah menjatuhkan diri dan mati? Di antara mu masih banyak daun hijau, walau tak sekuning dirimu, tak sebanyak lubang yang ad-

"Dar." Tak besar pun, suara nya bisa mengangetkan gadis itu. Neona membatin seraya mengasihani diri sendiri, namun Tuhan mengirimkan teguran untuknya. "Kenapa bengong di pohon ini? Berani banget?" Dia duduk tepat sebelah Neona.

Mungkin jarak mereka sekarang adalah dua jengkal, "Emang ada yang takut?"

"Kevin takut pohon ini. Makannya aku yang samperin kamu, liat itu, Kevin nungguin kamu buat pulang." Kevin berdiri dengan Uba yang berada di pelukannya.

Neona tak peduli, "Nanti. Masih mau di sini."

"Eum? .."

"Kalo ada orang kuat yang bisa menangis karena kehilangan, apa yang bakal kakak lakuin?"

?

Pertanyaan yang membingungkan. "Panggil aja nama Maheswara Ibrahim Adhiyaksa, aku pasti bakal dateng dan buat orang itu gak nangis lagi. Tapi tergantung 'kehilangan' nya itu, apa? Kalau kehilangan kunci motor mending panggil tukang kunci aja, hehehe." Tawa hambar.

Neona tetap datar tak merespon. Mereka tak saling menatap. "Misalnya kehilangan kesempatan."

Dia menoleh pada Neona. "Mungkin kesempatan gak datang dua atau tiga kali. Tapi kalau kesempatan itu datang lagi ke kamu, jangan dibuat hilang lagi. Kamu udah pernah coba rasanya kehilangan yang pertama, dan untuk yang kedua, jangan sampe kayak gitu juga."

Gadis itu menatap kedua mata laki-laki dengan nama Maheswara tadi. Ada ketulusan di pupil nya yang membesar ketika saling bertukar pandangan. Neona tersenyum lebar, "Lain kali, aku bakal panggil kak Mahes kalo orang kuat itu menangis."

A Love Story Like In A BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang