May 22, 2018
Banyak orang yang bilang, jika menangis maka kau cengeng. Tapi bagaimana jika seluruh air mata itu mendesak ingin keluar?
Sebagian lagi bilang, bahwa tidak apa sesekali menangis. Melepaskan setengah beban akan membantumu bebas. Tapi bagaimana jika sesekali itu berarti setiap waktu bagiku?
Bukan aku tak meyakini bahwa ada pelangi setelah hujan. Namun, sering kali sang awan enggan menyingkir untuk memberi kesempatan pada mentari membiaskan cahayanya. Bukan hanya aku, bahkan mungkin mentari lebih sedih karena dia gagal bersinar.
Jadi, jika sudah seperti itu, salahkah seseorang untuk melepaskan setitik saja kabut dalam hatinya melalui tetes tangisan?
Ini bukan tentang kehilangan seseorang. Tapi, kehilangan kesempatan untuk memberikan yang terbaik pada mereka yang masih ada. Bukan salah siapa-siapa. Hanya ego yang ingin menunjukkan daya tariknya.
Saat kerinduan mulai muncul ke permukaan, begitu menggoda. Lebih dari lezatnya tampilan lauk yang terpajang di etalase. Lebih dari terangnya sinar emas dan permata. Lebih dari megahnya bangunan tinggi yang hendak menyentuh awan. Saat sudah seperti ini, apalagi yang bisa dilakukan? Selain bersimpuh dan mengadu di hadapan-Nya.

YOU ARE READING
Lava Pijar
De TodoCatatan yang tidak bisa diungkapkan dengan lisan. Menumpuk dan akhirnya meledak, mengalir bagai lava pijar. Kini telah menemukan sungai yang menjadikannya lahar dingin. Meski bebatuannya masih ikut terseret arus air. Story by Warna Lembayung @bitter...