Menjauh karena Kesadaran, Bukan Keinginan

1.1K 54 0
                                    



Seorang pengemudi mobil hampir saja membuat Mikha dan Aya celaka. Untung saja Mikha mampu menghindarinya dengan gesit.
"Huh." Mikha dan Aya merasa lega.
"Aya, kamu gak kenapa-kenapa?"
"Iya, gak papa, kamu sendiri gimana? Ada yang sakit gak? Atau luka?"
"Aku gak papa, bentar, ya," ujar Mikha, lalu keluar dari mobil setelah memastikan Aya baik-baik saja.
Mikha menghampiri Avanza yang tadi hampir saja mencelakai mereka. Seorang keluar dari balik kabin kemudi.
"Maaf, Nak, maaf, ... bapak gak sengaja, bapak tadi ngantuk."
"Ya udah, Pak, gak papa, bapak sendiri gimana?"
"Gak papa, gak papa, kok."
"Bapak lain kali hati-hati, ya, kalau ngantuk baiknya istirahat dulu, utamain keselamatan bapak dan orang-orang sekeliling, ya."
Pria yang mungkin seusia  ayah Mikha itu mengangguk.
"Kenapa?" tanya Aya setelah Mikha kembali ke mobil.
"Katanya ngantuk."
"Ya udah kamu juga pelan-pelan aja."
"Serius kamu gak kenapa-napa?"
"Iya, gak papa."
​Mikha dan Aya kembali melanjutkan perjalanan kembali ke apartemen. Setelah melalui perjalanan beberapa menit, mereka akhirnya sampai di apartemen dan hendak menemui Ana.
"Nah, itu mereka udah datang," ucap Angel.
"Ada apa?" tanya Aya.
"Tadi Yeen senang banget, katanya Mikha mau nganterian dia," jelas Kayra.
"Apa hubungannya dengan kamu mau keluar dari tim?" tanya Ana.
"Ha? Maksudnya? Berhenti kerja?" tanya Aya.
Aya dan Mikha saling berpandangan.
"Ini sebenarnya ada apa?" tanya Mikha menambahkan.
"Aku hanya khawatir, kalau aku udah gak di sini siapa yang selalu ingetin dia makan, minum obatnya," jelas Kayra.
"Kayra ... harus banget, ya, ninggalin kita?" tanya Angel. Aura kesedihan tampak tersirat di wajahnya.
"Jadi, inti dari semuamya apa?" tanya Mikha yang belum mengerti.
"Mikha, Aya, boleh gak aku minta sesuatu sebelum aku pulang?" tanya Kayra.
"Kenapa harus balik?" tanya Aya.
"Ayah aku lagi sakit, gak mungkin aku tetap di sini."
"Hm, kamu gak balik lagi dong bareng kita di sini?" timpal Ana.
"Gimana lagi, yang sakit ayahnya," tutur Aish mencoba mengerti.
"Mikha, Aya, gimana? Boleh gak aku minta sesuatu dari kalian?"
"Bilang aja, aku bakal lakuin kalau aku sanggup," jawab Mikha yang disambut angggukan oleh Aya.
"Boleh gak kalian jagain Yeen buat aku?" Permintaan Kayra membuat yang lain tercengang.
"Bukannya kita semua biasanya juga saling menjaga? Kok hanya Mikha dan Aya?" tanya Zavar.
"Mmm, iya," tambah Kyzz.
"Kita semua gak bisa pungkiri, semua tau Yeen suka sama Mikha, maksud aku boleh gak Mikha dan Aya kalau di hadapan Yeen kalian jaga jarak dulu sampai keadaan Yeen udah lebih membaik?"
Kayra meminta demikian semata-mata hanya ingin memastikan sahabatnya baik-baik saja setelah ia tinggal yang entah kapan mereka akan kembali bertemu. Gadis itu sama sekali tidak memiliki maksud selain daripada hal itu. Ia bisa sedikit tenang meninggalkan sahabatnya jika permintaannya dapat dipenuhi oleh Mikha dan Aya.
"Jadi, maksudnya Aya gak suka sama Mik—"
Aya memotong ucapan Ana. "Ana!"
"Tapi Aya ...."
"Udah!"
"Aya, maafin aku." Kayra memeluk Aya.
"Sudah, kamu gak salah, kalau aku di posisi kamu, mungkin aku juga bakal ngelakuin hal yang sama."
"Tapi aku gak setuju!"
Semua mata tertuju pada suara itu.
"Yeen!?"
"Aku balik lagi karna mau ngambil barang-barang aku, sekalian mau pamit ke kalian semua, dokter bilang aku harus fokus dulu ngejalanin proses pengobatan. Jadi, kalau aku udah jauh lebih baik, aku baru bisa kembali dan itu pun jika Pak Naresh masih mau menerima aku sebagai bagian dari tim ini," jelas Yeen tersenyum, lalu melemparkan tatapan ke arah teman-temannya.
"Kamu akan selalu diterima Yeen, kita semua juga pasti akan ngedukung kamu," sahut Pak Naresh yang tiba-tiba muncul.
"Pak Naresh!" Semuanya menoleh, mendapati lelaki baik dan perhatian yang cukup lama menjadi atasannya tersebut.
"Kamu boleh balik kapan pun kamu mau," tutur Pak Naresh lebih jelas.
Semua tim perempuan bergantian memeluk Yeen dengan penuh haru dan harapan agar gadis itu secepatnya bisa kembali di tengah-tengah mereka.
"Udah dong sedih-sedihnya," pinta Ana.
"Tuh lihat si Angel gak habis-habis sedihnya, ehhhh Aish juga," sahut Jean mencairkan suasana.
"Yeen!"
"Mmmm?"
"Semangat!" ucap Mikha sembari mengepalkan tangannya, memberi semangat.
Setelah mengumpulkan barang-barangnya, Yeen segera meninggalkan apartemen dan kembali ke rumahnya.
***
Setelah tiba di rumahnya, Yeen justru membuat kedua orang tuanya heran melihat anaknya kembali membawa koper.
"Loh kok? Ma ... sini, deh," teriak ayah Yeen.
"Iya, Ayah, ada apa?" Mama Yeen menghampiri. "Loh, Sayang, kok bawa koper? Bukannya tadi mau ngambil berkas aja?"
"Mah, Ayah, boleh gak Yeen langsung ke kamar? Mau istirahat bentar."
Wanita yang melahirkan Yeen itu diam sejenak, lalu menatap sang suami yang tampaknya berada dalam keadaan yang sama, sama-sama dipenuhi tanya.
"Ya, udah Sayang. Ayo, Mama antar."
"Kopernya biar Ayah yang bawain, ya."
"Makasih Ma, Yah, biar Yeen aja, Yah, Yeen bisa sendiri kok."
"Udah Mah, biarin aja dulu, mungkin kecapean," bisik ayah Yeen.
"Ya udah Yeen, kamu istirahat, ya, Sayang, kalau ada apa-apa bilang aja." 
Setelah memakan waktu cukup lama berdiam diri di dalam kamar, Yeen keluar dengan perasaan yang segar seolah tidak terjadi apa-apa. Kedua orang tuanya telah menyiapkan berbagai makanan di atas meja untuk mereka santap bersama sekaligus membahas jadwal pengobatan Yeen. Karena ingin anaknya merasa santai dan tidak dipenuhi oleh beban pikiran, kedua orang tua Yeen menyarankan agar proses pengobatannya bisa dilakukan di tempat di mana Yeen ingin berlibur selama kurang lebih sebulan lamanya.

BUTTERFLY (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang