⁰³

7 1 0
                                    

Vei tengah menyiapkan bekal untuk dibawa oleh Akira, karena anak itu hari ini akan pergi bersama Melvin. Karena Melvin akan pergi keluar kota, sekalian ia mengajak Akira untuk jalan-jalan.

Melvin sudah tiba dan kini tengah berbincang dengan Gana, menunggu Akira yang sedang minum susu.

"Nih bekalnya, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa langsung hubungin gue." Ucap Vei sambil memberikan kotak bekal kepada Melvin. Pria itu mengangguk, membawa Akira kedalam gendongannya. "Apapun boleh asal jangan es krim, permen, sama kacang, kan?" Tanya Melvin memastikan.

Gana mengangguk, "kalau dia minta sesuatu jangan langsung dikasih, dia sering minta yang aneh-aneh soalnya." Melvin mengacungkan jempolnya.

"Salam dulu ke Mama." Melvin berucap, membuat Vei mencium wajah putrinya beberapa kali. Tersenyum sambil melambaikan tangan.

"Dada~"

"Gue duluan, bang, kak. Assalamualaikum." Pamit Melvin seraya keluar dari rumah mereka.

"Waalaikumussalam, hati-hati Vin!"

Hening melanda begitu Melvin dan Akira keluar. Vei membalikkan tubuhnya, hendak bersiap-siap untuk pergi ke kantor.

"Aku hari ini pulangnya telat, kunci aja pintunya nanti." Ujar Gana memberitahu. Vei mengangguk paham, kembali melangkah menuju ke kamar mereka.

Beberapa menit kemudian, Vei keluar dalam keadaan siap. Wanita itu mengecek lagi barang bawaannya, sebelum menatap Gana yang sedang mengambil kunci mobil. "Aku berangkat bareng kamu, ya? Mobil aku lagi di servis soalnya." Ucap Vei.

"Ayo."

Vei dan Gana berjalan keluar, setelah mengunci pintu rumahnya Vei langsung masuk kedalam mobil. Selama perjalanan, Vei sibuk membaca pesan dari teman-temannya mengenai persidangan hari ini dan hakim baru yang akan menjadi teman mereka nantinya.

Dan Vei sudah bertemu hakim baru itu kemarin.

"Nanti pulang naik apa?" Tanya Gana memecah keheningan. Vei terdiam sebentar, tampak berpikir, "kayaknya nebeng Haru aja deh."

"Oke, tapi kalau Haru nggak bisa nanti aku suruh Kak Nai buat jemput kamu." Vei mengangguk setuju, padahal dia bisa pesan taksi juga sih. Tapi nggak papa lah, lebih hemat biaya.

Suasana kembali hening, sejujurnya Vei tidak begitu suka dengan suasana ini. Rasanya... Aneh, dan tidak menenangkan. Vei melirik Gana sekilas, sebelum mengalihkan pandangannya ke depan.

Selama 4 tahun ini tidak mungkin Vei tidak jatuh kedalam pesona Gana, apalagi mereka sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Bagaimana Vei tidak jatuh cinta dengan Gana? Bagaimana ia bisa menahan perasaannya? Vei wanita. Dia juga bisa jatuh cinta pada Gana karena mereka telah hidup bersama dalam waktu yang cukup lama.

Tapi Vei menahannya.

Dia menahan perasaannya agar tak jatuh semakin dalam, karena Vei tau bahwa hati Gana bukan untuknya. Vei berusaha sekuat mungkin agar tidak jatuh sedalam mungkin pada Gana, karena itu akan menyakitinya kelak.

Tak terasa, Gana menghentikan mobilnya di depan kantor Vei. Wanita itu membuka sabuk pengamannya, kemudian menatap Gana. "Aku turun, ya. Hati-hati, mas." Vei menyalimi tangan suaminya. Tapi Gana menarik tangan Vei hingga pria itu bisa mencium kening istrinya, cukup lama.

Vei meremas tangan Gana perlahan. Membuat pria itu kini menatap mata Vei, sorot matanya tak terbaca. Entahlah. Vei sulit memahami suaminya ini.

"Jangan, Vei." Ucapnya pelan namun penuh penekanan. "Jangan jatuh terlalu dalam, aku nggak bisa menjanjikan sebuah perasaan yang sama ke kamu. Aku nggak mau kamu sakit, Vei."

ʳᵘᵐᵃʰ ˢⁱⁿᵍᵍᵃʰTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang