si bungsu

110 7 0
                                    

Chantika meletakkan dua cup es teh, duduk berhadapan dengan Aruna atau kerap di panggil Runa, mereka baru saja menyetorkan tugas-tugas seni budaya ke ruang guru. Beristirahat sejenak menikmati sosis bakar dan es teh di kantin.

"Pulang sekolah anterin gw ke Dojo, mager bolak-balik ke rumah." Chantika melahap sosis bakar pesanannya.

Runa mengangguk menyetujui permintaan chantika.

Mereka cenderung sangat jarang berbincang ketika sedang menikmati makanan, tapi ketika sedang jam pelajaran dan mereka memiliki pendapat yang berbeda, maka jangan heran jika mereka berdebat hingga tak sadar suaranya memenuhi kelas, hingga menarik perhatian teman sekelas.

Pukul dua siang, Chantika dan Runa sampai di Dojo tempat Chantika dan kedua kakaknya berlatih Karate. Sejak SD, kedua orang tua mereka memang mewajibkan anak-anaknya untuk mengikuti Karate, mereka berdua menginginkan ketiga anaknya bisa bela diri untuk menjaga dirinya sendiri dan melindungi orang-orang terdekatnya.

Chantika sudah siap dengan seragam latihannya, dia menyerahkan tas sekolahnya pada Runa yang menunggu di pinggir arena latihan.

"Sayang banget lu keluar, mungkin kalau masih ikut sekarang kita pake sabuk hijau." Chantika mengikat sabuk hijaunya.

Runa terkekeh kecil, dia memang memutuskan berhenti ikut karate ketika masih menggenakan sabuk kuning. Alasannya sangat sederhana, karena lelah latihan, sudah itu saja.

Dua jam berlalu, Chantika sudah berganti baju lagi, dengan celana panjang hitam dan Hoodie abu-abu milik Candra.

Chantika dan Runa berjalan ke parkiran untuk mengambil motor milik Runa, mereka memutuskan untuk pergi ke minimarket terdekat sebelum pulang.

"Ini masuk, ini juga, nah ini harus." Chantika terus memasukkan Snack yang lihatnya ke dalam troli yang di dorong oleh Runa.

"Terus, masukin terus, mau jualan lu?" Runa memutar bola matanya, sungguh ketika berbelanja dengan Chantika maka kalian harus siap dengan segepok uang.

Bahkan Snack yang bungkusnya terlihat menarik sedikit saja, pasti akan dia ambil.

"Stok buat di kamar, ini lucu banget permen bentuk jerapah."

Runa terbelalak melihat harga permen tersebut, "gila lo, ini satunya lima belas ribu. Bisa buat beli mie ayam ceker."

"Udah gak papa, bokap gw banyak duit."

Setelah berbelanja banyak Snack dan minuman, mereka memutuskan untuk menikmati senja di taman kompleks perumahan Runa, padahal jalan menuju rumah Runa melewati rumah Chantika. Pokoknya suka-suka mereka lah.

"Bulan depan udah ujian, udah ada angan-angan mau masuk SMA mana?" Ujar chantika, memakan keripik kentang sembari melihat beberapa anak laki-laki bermain basket.

Jadi taman kompleks perumahan Runa, sangat amat luas, ada lapangan basket dan voli, di tengah-tengahnya ada air mancur.

"Gw ikut lu aja." Runa melambaikan tangannya ke arah dua laki-laki yang menatap mereka dari lapangan basket.

"Gak bosen lu? Dari SD sampai SMP sama gw terus."

"Sama lu gw aman, siapa yang berani bully gw kalau, lu ngintilin gw terus."

Chantika mendengus kesal, begitu dua laki-laki yang sudah selesai bermain basket berjalan ke arah mereka berdua.

Runa tertawa melihat wajah Chantika yang langsung masam, dua laki-laki yang menghampiri mereka adalah teman semasa SD mereka, salah satunya terlibat HTS dengan Chantika.

"Waduh, makasih banyak atas jajannya." Galang, laki-laki blesteran Sunda, Korea itu mengambil beberapa Snack dan duduk berhadapan dengan Runa.

Laki-laki satunya tak mengeluarkan suaranya, dia langsung duduk dan meminum sebotol air mineral yang dia bawa sendiri. Yah ini, laki-laki yang bisa buat Chantika uring-uringan sendiri, Tristan namanya.

"Santai aja Napa sih, Cha. Muka lu kayak mau makan orang aja." Celetuk Galang disertai tawa Runa.

Chantika melempar sebungkus kripik singkong ke arah Galang, "lu mending diem deh, Lang."

Belum sempat Galang mengeluarkan ucapan balasannya, Tristan terlebih dahulu mengatakan hal yang membuat Runa dan Galang semakin gencar menertawakan Chantika.

"Kenapa, masih ngambek? Pacar gw aja  gak pernah ngambek karena hal sepele kayak kemarin."

Boom, rasanya Chantika ingin pergi saja dari sana.

Ya masalahnya sederhana, hanya karena Tristan tak mengangkat telfon dari Chantika.

"Ini masih soal telfon kemarin?" Tanya Galang mendapatkan tatapan sinis dari Chantika.

Chantika tak menjawab, dia segera membereskan barangnya, menarik Runa pergi dari sana.

"Runa! Ntar malem gw jemput." Teriak Galang di balas acungan jempol oleh Runa.

"Anjing, gw gak mau kayak gini, tapi kelakuan dia makin buat gw gila." Gerutu Chantika.

"Udah move on lah, gak ada status juga. Masih banyak cowok di luar sana." Runa menghentikan laju motornya ketika sampai di depan rumah Chantika.

"Udah berapa kali gw deket sama cowok, tapi apa, gagal semua gara-gara si Tristan yang tiba-tiba dateng lagi dengan sikapnya yang berlagak kayak, gw itu punya dia."

Chantika sudah turun dari motor Runa, dia berdiri di depan gerbang dengan tangan membawa kresek besar berisi Snack yang belum dia makan.

"Dan lu dengan mudahnya, terbuai sama sikap dia. Tolol."

"Udah lah, Sono balik, keburu magrib ntar." 

Runa menyalakan mesin motornya, segera pergi dari sana.

Chantika menghela nafas panjang, memejamkan matanya sejenak, mencoba menetralkan perasaannya. Setelahnya, dia bergegas masuk rumah, mengucapkan salam dengan nada ceria, tak ada guratan amarah di wajahnya.

pasukan Ayah HelmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang