mau bawa siapa?

73 8 0
                                    

"perpisahan siapa yang dateng?" Pertanyaan yang keluar pertama kali dari mulut Chantika, setelah dia dan Runa melakukan banyak kegiatan hari ini.

Hari ini cukup sibuk, dia harus sekolah, berkunjung ke butik Rani untuk memilih kebaya yang akan mereka berdua kenakan ketika perpisahan, dan sekarang mereka berbaring di lantai kamar Chantika.

"Mami, dia udah janji bakalan pulang." Runa sibuk men-scroll sebuah laman olshop, mencari tas-tas lucu untuk dia beli.

"Gw bawa siapa ya, om Malik atau aunty Lia?" Chantika menatap langit-langit kamarnya yang di hiasi beberapa stiker bintang dan stroberi.

Chantika tidak akan memasukkan Rani ke dalam opsi yang akan dia ajak ke perpisahan, karena memang Rani sudah bilang jika dia harus ke Singapore ketika acara itu di selenggarakan.

"Bokap lu?"

Chantika memutar mata, memberi lirikan sinis pada sahabatnya itu.

"Gak usah mulai, itu orang kayaknya udah gak inget rumah di sini."

Ya, opsi itu juga tidak akan pernah dia pilih. Ayahnya pulang ketika lebaran saja sudah terlihat mustahil untuk sekarang.

"Tapi masih inget punya anak kan?" Tanya Runa di akhiri sebuah senyum meledek.

"Nggak paling, gw curiga dia udah punya keluarga baru di sana."

Runa tertawa terbahak-bahak, dia tau jika ucapan Chantika bukan sebuah candaan yang wajar di tertawa kan.

"Mulut lu. Btw, kayaknya gw otw punya ibu baru."

"Udah ada tanda-tanda? Rumah gw terbuka buat lu setiap saat."

Runa menggeleng, "santai aja, gw gak keberatan kalau bokap gw nikah lagi."

"Gak jadi kaget. Gw inget prinsip pertama lu, uang adalah segalanya."

Runa tertawa lagi, "iya kan bener, sekarang juga prinsip itu mulai lu pegang kan?"

Chantika mengangguk, "walaupun gak sepenuhnya buat gw bahagia."

Runa merangkul pundak Chantika, "tapi lu bisa ngelupain masalah, kalau punya uang banyak."

Ya memang sulit untuk dijelaskan, uang bisa membuat mu bahagia, walaupun tak sepenuhnya, tapi dengan uang kau bisa melupakan suatu hal sesaat, itu bisa sedikit meringankan beban di pikiran.

Cakra menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Chantika, "Mas bawa mie ayam." Setelah mengatakan itu, ia langsung pergi.

Runa dan Chantika tak langsung turun ke ruang makan, mereka malah sibuk dengan handphone masing-masing.

"GAK TURUN, GW ABISIN SENDIRI MIE AYAM NYA." Teriakan Candra, yang berhasil membuat dua remaja itu beranjak dari posisi rebahan nya.

Di meja makan sudah ada empat mangkuk mie ayam, yang lengkap dengan cekernya.

Candra sudah memakan mie ayamnya, dengan sedikit gerutuan kecilnya.

"Bacot, makan aja lu, jangan banyak ngomong." Cakra menjitak Candra, setelah meletakkan empat gelas es sirup di meja.

"Belain terus dua anak bawang lu. Mereka tuh harusnya udah makan dari satu jam yang lalu, mana siang gak makan lagi." Candra terus mengoceh, tentang Runa dan Chantika yang melewatkan makan siang dan terlambat makan malam.

"Yang penting sekarang mereka udah makan." Ujar Cakra.

"Lagi makan, Mas." Koreksi Chantika pada ucapan Cakra.

"Ya, sama aja intinya."

Runa berbisik pada Chantika, "Beda gak sih, artinya?" Chantika mengangguk sekilas.

Ya, makan malam kali ini, di temani dengan ocehan panjang lebar dari Candra.

Pukul setengah sembilan malam, Runa baru pulang dari butiknya. Di ruang tengah, Candra, Cakra, Chantika dan Runa, berbaring membentuk garis lurus dan melakukan hal yang berbeda-beda.

Candra dan Cakra yang bermain game online, Chantika menonton film di iPad nya dan Runa yang masih bergelut dengan olshop mencari barang-barang yang menurut nya lucu, bahkan dia sudah check-out lima barang random.

"Kalian udah makan?" Tanya Runa, mengelus satu persatu rambut mereka.

"Tadi, mas bawa mie ayam." Jawab Chantika.

Runa duduk di samping, Candra.

"Besok bunda harus ke Bali, kalian mau nginep di rumah, Om Malik?"

"Di rumah aja." Ujar Chantika.

"Runa, besok di sini aja."

Tak heran jika Rani memperlakukan sahabat anak bungsunya seperti anak sendiri, bahkan si kembar pun menganggap Runa seperti adik mereka juga.

Runa menggeleng, "kalau gak ada bunda, Runa gak berani. Takut nanti jadi gosip tetangga."

Rani mengangguk, beranjak dari sana. Meninggalkan ke empat remaja tadi, dengan kesibukannya sendiri.

"Cha. Kayaknya SMA Baritho 2, seru. Daftar ke sana aja kali ya?" Celetuk Runa, dia sudah berpindah aplikasi, sekarang sedang men-scroll akun media sosial sebuah SMA ternama di kotanya.

"Gass lah, di sana klub dance nya juga, oke." Chantika meng-pause filmnya, ikut melihat handphone Runa, yang masih menampilkan beberapa foto dan video dokumentasi dari SMA Baritho 2.

"Nggak ada, cuman SMA Ganesha 1 yang menerima kalian." Ujar Cakra yang masih fokus ke game nya.

"Biarlah sekali-kali, kita beda sekolah." Ucap Chantika.

"Gw udah babak belur, berantem sama kakel. Jadi salah satu orang yang disegani sama murid-murid di sana, biar gak ada yang berani macem-macem sama kalian kalau jadi murid di sana." Gantian Candra yang berucap, menolak keinginan kedua perempuan yang lebih muda darinya.

"SMA Baritho 2 aman kali, Mas. Galang sama Tristan juga rencananya mau daftar ke sana." Chantika mulai mengatakan berbagai alasannya, agar bisa bersekolah di sana.

"Makin gak aman. Udah lah, di SMA Ganesha 1 aja." Cakra menepuk-nepuk pundak Chantika.

Runa tertawa melihat muka tertekan nya Chantika, "bye bye, gw mau di SMA 2."

"Kalian satu paket ya, gak ada yang pisah sekolah." Ujar Candra, membuat Runa mendesah kecewa.

"Bokap nyokap lu, bakalan tetap daftarin lu di sekolah yang sama kayak Chantika." Cakra menambahi ucapan Candra.

Runa menarik lengan Chantika untuk mendekat padanya, dengan nada selirih  mungkin ia mengatakan, "Masuk ke sana, kita gak bakalan bebas. Gw niatnya mau main-main."

"Sama, semoga pas kita masuk ke sana, itu Upin Ipin lagi bucin sama ceweknya."

Runa menjitak kepala Chantika, "gak gitu juga, gw menolak kalau itu alasannya."

Chantika hanya tertawa melihat respon Runa pada ucapannya.

pasukan Ayah HelmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang