Menjadi anak pertama membuat Cakra menekan dirinya sendiri, dia yang harus terlihat sebaik dan sesempurna mungkin.
"Ayah gak pulang?" Tanya Cakra.
"Belum bisa, Mas. Adek-adek mu baik kan? Bunda masih sering pulang malam?" Balas Helmi, sosok ayah yang dimiliki oleh Candra, Cakra dan Chantika.
"Candra kemarin masuk BK lagi, Bunda kemarin gak pulang, kalau dek Cha, dia sekarang sering keluar rumah." Cakra menatap langit dari balkon kamarnya, dia tadi asik menatap langit sembari merenung, sebelum Helmi menelfon nya.
"Kamu gak ikut Candra masuk BK?"
"Gak sempat, dia berantemnya pas aku gak di sekolah."
"Kamu bolos?"
"Nggak, lagi beli bola basket baru buat latihan."
Selama mereka telfonan, tak ada hal menarik yang dibicarakan. Sebenarnya, Cakra dekat dengan Helmi, bahkan mereka dulu sering bersekongkol bersama Candra untuk menjahili si bungsu.
Semuanya berubah ketika Helmi fokus mengurus pekerjaannya dan jarang pulang ke rumah. Seakan ada sebuah tembok tinggi yang membatasi interaksi mereka.
Cakra melihat jam di handphonenya, "udah dulu ya, Yah. Aku mau push rank." Tak menunggu jawaban dari Helmi, ia langsung memutuskan sambungan telepon tersebut.
Cakra menutup pintu balkon kamarnya, berjalan keluar kamar, menyusuri setiap sudut rumah, memastikan apakah anggota keluarganya yang lain sudah pulang atau belum.
Setelah menyusuri lantai dua hingga lantai satu, tak ada tanda-tanda orang lain selain dirinya.
Dia mengecek ponselnya, Rani mengiriminya pesan satu menit lalu.
"Oalah ke Bali." Cakra mengangguk-anggukkan kepalanya.
Jam di dinding ruang keluarga menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh lima menit.
Cakra menggulir kontak di handphonenya, jari nya berhenti begitu menemukan kontak Candra, dengan cepat ia telfon kembarannya tersebut.
"Pulang gak?" Tanya Cakra begitu telfonnya di angkat.
Terdengar suara Candra yang serak, seperti orang yang baru saja menangis, "bentar, satu batang lagi."
"Habis nangis lu?"
Terdengar suara tawa Candra, "gw udah baik banget padahal, malah di selingkuhi."
Tawa Candra terdengar menjengkelkan untuk Cakra, "gak usah sok tersakiti. Coba ngaca dulu, kelakuan lu gak jauh beda."
"Lu gak mendukung gw banget."
"Terserah, si adek belum pulang, ntar kalau pulang sekalian coba mampir ke rumah Runa, jemput sekalian."
"Ya udah iya, otw gw."
Sambungan telfon di putus secara sepihak oleh Candra. Baru saja Cakra merebahkan dirinya di sofa, sudah ada panggilan telfon masuk.
Nama Tristan terpampang di layar handphonenya, "ganggu orang mau nyantai aja ni bocah."
Begitu mengangkat telfon tersebut, terdengar suara riuh orang, bahkan Cakra bisa mendengar Galang berteriak-teriak.
Cakra tersentak, langsung mendudukkan dirinya, "ada apaan? Tristan jawab."
"Mas cak, Chantika kecelakaan sama Runa." Jawab Tristan sedikit berteriak karena keadaan di sana yang sangat ramai.
"Di mana?" Cakra mengambil kunci motor yang tergeletak di meja depan TV.
"Jalan Kemangi, ini ambulance baru dateng. Langsung ke RS Deket sini aja Mas."