Candra dan pikirannya

29 6 1
                                    

Candra duduk termenung di teras samping rumah, dia baru saja tak sengaja menguping pembicaraan antara ayahnya dengan seseorang di telfon.

"Kenapa sih?" Cakra merangkul pundak kembarannya.

"Gak papa, masih kepikiran sama ocehan bunda kemarin." Ujar Candra meyakinkan Cakra bahwa dia tidak kenapa-kenapa.

"Agak nyelekit sih ceramah bunda kemarin, kesannya beda banget sama biasanya."

Memang kemarin bunda Rani menasehati si kembar karena tawuran, tapi tak seperti biasanya bunda akan menasehati dengan perkataan yang keras dan nada yang tinggi, kemarin bunda menasehati mereka dengan ucapan yang lembut tapi kalimat yang keluar sangat tajam untuk mereka.

"Cak, kalau seumpama keluarga kita tiba-tiba dapet musibah pas lagi kayak gini, menurut lu gimana?"

Cakra mengernyit heran, "musibah gimana? Tapi menurut gw sejauh ini adem ayem aja, apalagi sejak ayah pulang. Rasanya tentram banget."

Candra tertawa canggung, "Ya tapi kan biasanya pas tenang-tenang begini, pasti ada badai yang menerjang."

"Udah lah, gak usah di pikirin. Gw mau ketemu Runa." Lanjut Candra pergi meninggalkan Cakra yang masih tak paham maksud pembicaraan mereka tadi.

"Dah bodo amat, emang random aja otak saudara kembar mu itu." Gumam Cakra sembari berjalan ke kamarnya.

Chantika menghentakkan kakinya kesal, dia tadi jalan sama Galang berdua niatnya mau ke mall nyari kado buat Serena, tapi pas banget mereka baru nyampe mall tiba-tiba Tristan nelfon minta ditemenin ke Gramedia dan dengan santainya Galang mengiyakan ajakan temannya itu, menyuruh Chantika membeli kado sendirian.

"Awas aja lu, Tristan. Gw pastiin besok ban motor lu kempes. Gak seneng banget perasaan liat gw lagi adem ayem sama Galang." Chantika terus bergumam kesal sembari berjalan ke arah dapur.

Begitu Chantika membuka pintu kulkas dan mengambil sebotol jus semangka, dia terkejut melihat bunda Rani duduk di meja makan dengan beberapa cat kuku.

"Astaga, bunda sejak kapan disitu?" Tanya Chantika.

"Dari tadi, kamu aja yang gak liat bunda. Sibuk misuh-misuh gak jelas. Kenapa lagi?"

Bukannya menjawab pertanyaan Bunda, Chantika malah mendengus kesal dan melihat-lihat beberapa koleksi cat kuku milik bunda Rani.

"Bunda tumben gak ke salon buat beginian." Chantika menunjuk jari-jari Rania yang sudah cantik dengan beberapa warna cat kuku.

"Mager, bagus kan dek?"

Chantika mengangguk antusias, "aku juga mau, boleh?"

"Mau masuk BK kamu?"

"Yah, gak papa tau, Bun. Kak Serena juga pakai tuh mana bagus banget."

"Ya udah, pakai aja nih. Kalau ayah marah bunda gak ikut-ikutan ya."

Chantika menggeleng cepat, "gak jadi lah, ayah kalau masalah beginian suka over marahnya."

Rani tertawa melihat anak perempuannya itu cemberut, dia mengusap singkat rambutnya, lalu menarik tangan kirinya dan mulai mengoleskan beberapa cat kuku di kuku jari Chantika.

"Kalau ayah marah, bilang bunda ya."

Chantika tersenyum senang, memang bunda Rani ini yang terbaik.

Pukul setengah satu malam, Candra baru pulang, dia dengan santai berjalan ke arah kamarnya melewati ayah Helmi yang ternyata masih duduk di depan TV, menunggu satu anaknya itu pulang.

"Dari mana?"

Candra mengehentikan langkahnya, "Main sama temen."

"Kenapa gak sama Cakra juga?"

"Temenku gak semuanya juga temen Cakra."

"Ya sudah, sana tidur. Besok masih sekolah."

Candra menarik nafas dalam-dalam, "Chantika pengen liburan satu keluarga, Cakra pengen satu foto keluarga lengkap, dan Bunda masih mau kita buat pakai baju couple yang bunda buat sendiri." Air matanya yang sejak tadi dia tahan lolos begitu saja membasahi pipinya.

"Jangan pergi dulu sebelum itu semua terjadi." Lanjutnya dengan perlahan kembali melangkahkan kakinya.

"Terus kamu mau apa?"

Langkah kaki Candra terhenti di anak tangga ke dua, "Satu keluarga lengkap tanpa perpisahan." Melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Helmi mengusap wajahnya kasar, dia tau lambat laun hal ini akan terjadi. Bodoh sekali dia, tidak bisa menjadi seorang ayah dan suami yang baik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

pasukan Ayah HelmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang