[Yipiii! Cerita ini udah tamat, loh. Bab 10 udah lengkap. Bagi kalian yang mau baca cepat sampe tamat silakan kunjungi akun Karyakarsa 'kataromchick'. Happy reading!]
Tavi tidak mau masuk ke dalam mobil Arthur bukan karena tak suka dengan aroma mobil yang bukan miliknya. Dia tak mau kembali mengingat apa yang pernah mereka lewatkan karena terlalu banyak kenangan di kendaraan pria itu. Ciuman panas mereka pertama kali, pengalaman car sex yang mereka lakukan di carport rumah pria itu, dan masih banyak lainnya.
Hati Tavi tidak akan sekuat baja untuk digempur dengan kenangan yang ada di mobil Arthur. Untuk memastikan tidak ada hati terlibat terlalu jauh, akal yang bisa hilang, dan ujungnya memberikan kesempatan pada Arthur untuk mendobrak sentuhan fisik diantara mereka. Maka lebih baik tak ada kegiatan semacam itu. Mereka bisa menggunakan mobil Tavi dan menuju makam tanpa ada hal yang perlu dibahas mengenai apa saja yang ada di dalam mobil.
"Kamu nggak bawa lipstick cadangan?" tanya Arthur.
Tavi tidak mengerti dengan pertanyaan yang pria itu ajukan. "Lipstick cadangan apa?"
"Di sini," pria itu menunjuk tempat yang biasanya suka Tavi jadikan penyimpanan lipstick-nya jika diantar jemput oleh Arthur.
Merasakan degup jantungnya yang mulai tak beraturan, Tavi segera menenangkan diri dan berkata dengan nada ketus. "Bisa nggak kamu fokus nyetir aja? Aku nggak kasih izin kamu untuk ikut campur dengan urusanku. Apa pun benda yang aku simpan di mobilku, itu bukan urusan kamu!"
Arthur mengangguk dengan santai, justru malah terkesan agak jahil. "Hm, oke. Mungkin setelah punya anak kamu nggak begitu peduli dengan shade lipstick kamu lagi. Aku kira kamu masih koleksi banyak, karena di mobilku masih banyak—"
"Aku bilang fokus nyetir, Arthur!" sela Tavi yang tak ingin semakin dijahili oleh pria itu.
Mereka kembali terdiam dan Tavi hanya mengucapkan kalimat saat meminta pria itu berhenti di toko bunga pinggir jalan yang sudah menjadi langganan. Tavi selalu membelikan bunga yang spesial untuk Rory. Baginya, itu adalah bentuk kasih sayang yang tidak bisa diberikan seperti yang Tavi berikan untuk Emory.
Melihat jajaran bunga yang indah membuatnya merasakan emosi yang tidak bisa dipahami orang lain. Duka kehilangan seorang anak tidak akan pernah bisa dimengerti oleh orang lain. Hanya ibu yang berjuang yang memahaminya. Meski ada sosok ayah si anak, tetap saja rasa kehilangan tidak bisa semudah itu hilang hanya dengan kata-kata penyemangat.
"It's beautiful."
Tavi tidak sadar jika Arthur tengah mengamati bunga yang dirinya pegang.
"Nothing more beautiful than Rory. My daughter. She is the beautiful baby I've ever seen."
Ya, karena Rory adalah putrinya. Jika ada sosok ibu lain yang mengatakan mengenai kecantikan putrinya, maka mereka akan mengatakan putri mereka-lah yang paling cantik. Semua ibu sejatinya selalu memuji anak-anak mereka. Tavi bisa membayangkan bagaimana jika Rory masih hidup dan besar nanti. Dia akan selalu memuji anak itu dan membuat Rory percaya diri dengan apa yang dimiliki anak itu. Tidak akan Tavi biarkan Rory merasa begitu jelek dibanding temannya yang lain. Tavi tak ingin putrinya besar seperti kepercayaan diri yang Tavi punya—si pesimis.
Namun, Tuhan lebih adil. Mungkin karena semua keinginan yang sifatnya berdasarkan ego itulah yang membuat Rory lebih disayang oleh Tuhan dan tidak dibebani oleh ketakutan Tavi mengenai penampilan anak itu atau persoalan mengenai kepercayaan diri yang dimiliki kelak. Ambisi Tavi tidak dibiarkan oleh Tuhan untuk direalisasikan begitu saja. Mungkin memang Tavi belum siap untuk membesarkan seorang anak perempuan. Mungkin juga dia diajarkan untuk bersyukur memiliki Emory.
"Don't cry."
Tavi merasakan pipinya yang diusap dengan lembut oleh Arthur. Kali ini aku kecolongan. Tavi tidak sempat mengelak dari sentuhan pria itu hingga membiarkan saja apa yang terjadi. Kebetulan toko dalam kondisi yang lebih ramai pagi ini hingga mereka tidak dijadikan tontonan penjaga toko bunga.
"Aku mau bayar, kamu bisa tunggu di mobil."
Rupanya Arthur tidak berhenti di sana untuk mengejutkan Tavi. Pria itu mengambil bunga yang ingin dibeli Tavi dan membawanya bersama bunga lain yang sudah Arthur bawa.
"Aku bayar sekalian."
Tavi tidak mau membuat drama siapa yang membayar bunga itu. Dia memilih keluar dari toko dan masuk ke mobil karena pria itu membukanya entah sejak kapan. Mungkin Arthur melihat langkah Tavi yang buru-buru menuju mobil hingga menggunakan kunci untuk membukanya bagi Tavi. Tak menunggu lama, Arthur kembali dan meletakkan kedua bunga itu di kursi belakang.
"Apa ada lagi yang mau kamu beli, Vi?" tanya Arthur.
"Nggak. Kita langsung ke tempat Rory."
Menyebut makam putrinya dengan sebutan 'tempatnya Rory' adalah salah satu bentuk sulitnya menjadi ikhlas. Merelakan putrinya yang sudah tiada dengan menjadi ikhlas adalah dua hal berbeda bagi Tavi. Dia tidak ingin membahas kapan dirinya akan ikhlas, karena hanya Tuhan yang tahu kapan. Namun, Tavi tidak mau membuat orang-orang disekitar yang peduli padanya menjadi cemas dengan ketidakikhlasan yang ditutupi Tavi dengan rapat.
Tavi bisa saja menjadi gila. Mengetahui dirinya hamil disaat dia tahu sudah menjadi wanita super bodoh yang dimanfaatkan, menjalani kehamilan dengan usaha keras kesana kemari menghindari pria yang sudah melukainya, melahirkan dan sempat hilang arah karena mengetahui salah satu bayinya tak bisa bertahan hidup. Semua itu sudah cukup menjadi alasan untuk menjadi gila. Namun, Tavi tak ingin demikian. Emory menjadi alasan utama mengapa dia tak mau bersikap demikian. Siapa yang akan membiayai Emory? Tavi tak mau menelantarkan anaknya seperti dirinya ditelantarkan oleh kedua orang tuanya yang egois memikirkan kebahagiaan mereka sendiri.
"Sudah sampai."
Tavi tidak menanggapi ucapan Arthur dan memilih untuk turun dari mobil lebih dulu. Dia tidak ingin menangis ketika berucap sesuatu. Setiap kali dia menginjakkan kaki di makam sang putri, bayangan sebagai anak yang diabaikan orang tua, kehilangan Rory, semuanya menjadi satu yang membuat Tavi ingin menangis. Penampilannya yang selayaknya wanita karir yang tangguh hanyalah kamuflase. Terkadang kacamata hitam juga lebih ampuh untuk menutupi tangisannya.
Mulaihari ini, sepertinya Tavi tidak bisa menggunakan kacamata hitam. Sebab adaArthur yang akan senantiasa mengganggunya. Pria itu pasti akan membuat semuaini menjadi jadwal tetap, mengunjungi makam Rory berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata Cinta Yang Sia-Sia / Tamat
RomanceTERSEDIA EBOOK DI PLAYBOOK DAN BAB SATUAN SERTA PAKET DI KARYAKARSA. Ini kisah yang dipenuhi dengan kesalahpahaman atau ... kebodohan. Kata cinta yang selama ini Octavian Bellamy tunggu nyatanya hal sia-sia yang seharusnya dia duga sejak awal. Tak...