6. The Lakes

16 1 0
                                    

I want auroras and sad prose. I want to watch wisteria grow right over my bare feet.

-

Kim Mingyu's POV.

Jungkook--adik Wonwoo-hyung--sakit. Hal ini menyebabkan, mau tidak mau, Wonwoo-hyung harus pulang ke rumahnya. Jungkook sangat manja jika sedang sakit, begitu kata Wonwoo-hyung sebelum keluar dari apartemenku. Aku tidak bisa mengelaknya, mau bagaimanapun Jungkook adalah adiknya. Lagipula orang tua Wonwoo-hyung sedang ada urusan di Jepang, jadi Wonwoo-hyung harus menjaga Jungkook. 

Kenapa bukan Tae-hyung? Oh, apa kalian percaya kepadanya? Kalau aku, sih, tidak. Bisa-bisa Jungkook bertambah sakit dan aku tidak bisa menyeret Wonwoo-hyung ke tempatku.

"Mingyu, ini sudah yang ke dua puluh kalinya kau meneleponku, bahkan aku baru setengah hari berada di rumah." 

Wonwoo-hyung berkata kesal melalui telepon. Aku dapat melihat wajahnya memerah karena kesal. Hei, aku kan hanya khawatir kepadanya. Siapa tahu ia ikut tertular karena Jungkook.

"Aku merindukanmu, hyung. Kapan kau akan kembali?" aku tetap pada pendirianku. Bukannya tidak mengasihi Jungkook, tapi sehari tanpa Wonwoo-hyung terasa satu tahun tanpanya.

Aku bisa mendengar suara helaan napas yang begitu keras. Aku terkekeh pelan membayangkan wajah Wonwoo-hyung saat ini. Pasti sangat imut.

"Sudah ya, aku harus mengurus adikku. Lakukan sesuatu supaya kau tidak merindukanku terus-terusan."

"Hyung, bagaimana dengan adikku?"

"Itu urusanmu, bukan urusanku."

Ucapan Wonwoo-hyung barusan membuatku kecewa.

"Ya sudah, hyung, sampai jumpa lagi." 

"Hmmmm." panggilan dimatikan. Aku berbaring diatas sofa, mencoba memikirkan hal apa yang harus kulakukan untuk mengisi hariku tanpa Wonwoo-hyung.

Ting tong!

Huh, siapa yang datang di sore hari begini, mengganggu waktu saja. Dengan langkah terseok aku menuju pintu apartemen untuk membukanya. Ku lihat dari kamera yang terpasang aku cukup terkejut siapa yang datang. Ku buka pintu dan terpampanglah tubuh ayah yang masih rapi mengenakan setelan jasnya.

"Masuklah," ucapku sembari membuka pintu lebih lebar. Aku berjalan terlebih dahulu menuju sofa yang berada di ruang tengah. Ayah mengikutiku dari belakang tampak menelisik seluruh penjuru ruangan.

"Dimana kekasihmu?" tanyanya begitu mendaratkan bokongnya ke sofa. Sopankah menanyakan kabar orang lain padahal anaknya berada tepat didepannya?

"Ke rumahnya mengurus adiknya," jawabku tanpa minat.

"Begitu rupanya. Aku hanya mampir sebentar untuk memberi sebuah kabar." aku tak menjawab, membiarkannya melanjutkan ucapannya. 

"Bolehkah aku meminta segelas air? Tenggorokanku terasa kering karena perjalanan yang cukup jauh." lalu tanpa basa-basi aku menuju pantry untuk mengambil segelas air. 

"Jadi, ada kabar apa?" aku berusaha untuk beramah-tamah, yah setidaknya ini karena permintaan Wonwoo-hyung untuk bersikap sopan kepada ayah.

Ayah menegak segelas air yang ku hidangkan. "Kabar baik untuk pendidikanmu. Ayah sudah mendaftarkanmu ke universitas di London, bukankah itu bagus?" ucapan ayah seketika membuatku terkesiap. Apa katanya? Sudah mendaftarkanku ke London?

"Ayah tahu sejak dulu kau menginginkan kuliah di kampus itu, sekarang adalah kesempatanmu, nak." 

Itu benar, sejak SMP aku bercita-cita untuk kuliah di London, sampai sekarang juga begitu. Namun, sekarang ada Wonwoo-hyung. Bisakah aku meninggalkannya disini untuk meraih keinginanku? Tiga tahun, bisakah?

𝑔𝑜𝑙𝑑 𝑟𝑢𝑠𝒉 [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang