Terpukau akan bidadari terlelap dalam dekapan, iris seindah lautan enggan melepas setiap tatap dipenuhi rasa ingin memiliki tak peduli batasan. Michael mengusap lembut sebelah pipi sang terkasih yang terlihat damai ketika menjelajah alam mimpi, seperti putri tidur di negeri dongeng memiliki kecantikan luar biasa pasti berhasil memikat hati.
Kelopak terpejam dengan bulu mata lentiknya begitu mengagumkan, sepertinya Tuhan memang menciptakan [Name] ketika ia tersenyum penuh kebahagiaan. Disebabkan setiap inci pahatan yang ada terlalu indah seakan tidak memiliki kekurangan, sering kali Michael dibuat terpaku oleh kesempurnaan memanjakan kedua mata tak rela ia lewatkan.
"Schatzi..."
Menghapus jarak, semakin membawa daksa terus merapat.
Kecupan seringan kapas mendarat sempurna pada bahu [Name] sangat lembut, terus menyapu naik pada daun telinga perlahan menggigitnya gemas. Embus napas Michael terasa menggelitik hingga membuat sosok idaman menggeliat geli, labium mengerang pelan lalu mengerjap menandakan sang Matahari akan segera menyinari dirinya yang selalu siap terbakar setiap kali berada di sisi.
"Senyaman itukah tidur dipelukanku, hmm?"
"Hari ini aku libur. Biarkan aku tertidur lebih lama."
"Tidak semudah itu,"
Wajah kembali mendekat, Michael berbisik rendah tepat di telinga [Name] yang sontak meremang hebat.
"Bangunlah. Aku membutuhkan sarapanku." Bisiknya.
Sangat gila.
Padahal, [Name] sudah dibuat tak berdaya akibat gerak liar semalaman tapi pria mawar biru ini masih saja meminta jatahnya.
Mungkinkah daya tahan tubuh atlet memang terlampau kuat sampai tidak mudah merasa lelah?
Karena, jujur saja [Name] selalu kewalahan setiap kali menghadapi Michael di atas ranjang.
"Aku lelah. Berikan aku napas sesaat saja, Michael."
Dan Michael tentu saja mengabulkannya.
Dengan memberi napas bantuan melalui labium yang dipertemukan dalam ciuman memabukkan.
Astaga.
Sekecil apa pun kesempatan yang ada di hadapan, maka pria itu pasti memanfaatkannya dengan amat sangat baik tanpa kesalahan.
"Ugh! Kau memang menyebalkan!"
Michael tersenyum penuh kemenangan.
"Jadi?"
"Aku harus membersihkan diri lebih dulu."
"Hanya untuk kembali dibersihkan lagi?"
[Name] memutar mata malas, jemari lentiknya mengambil kaos putih milik sang Kakak tercinta lalu memakai cepat guna menutupi corak merah yang begitu indah memenuhi seluruh tubuhnya.
Wanita itu tidak berniat menjawab melainkan segera bangkit dan bergegas menuju kamar mandi, meninggalkan Michael yang juga ikut sibuk beranjak dari tempat tidur untuk membuka seluruh laci nakas bahkan mengacak isi lemari.
Hanya satu hal yang ia cari sejak awal kedatangannya kemari, sudah pasti itu adalah pil kontrasepsi.
"Persetan. Ini semua harus disingkirkan."
Pyaaar!
Semua pil di dalam kemasan plastik itu dilemparkan melalui jendela seperti jatuhnya rintik hujan dari langit, menyebar ke segala arah agar [Name] tidak bisa menemukannya lagi. Michael menyeringai tipis sebelum akhirnya menyusul sang pujaan hati tengah berusaha mengulur waktu di dalam kamar mandi, baiklah, mari hamili adik sendiri, pikirnya.
Kaki jenjang melangkah tak sabaran, membuka pintu ruangan yang menjadi tujuan lalu menguncinya dengan sangat rapat. Sudut bibir terangkat melengkungkan kurva menawan tatkala menyadari [Name] terpejam di dalam bathub seolah menikmati kesendirian, tetapi sedetik kemudian harus terganggu karena ulahnya yang sembarangan ikut bergabung bersama busa-busa bahkan langsung membawa tubuh bersentuhan hingga sosok impian itu tersentak lalu membulatkan mata sempurna.
Tidak bisa menghindar apalagi lari, bidadari itu kembali terjebak bersama sang pemikat untuk kesekian kali.
[Name] hanya diberi kesempatan untuk mendesis dan susah payah menahan erangan, ketika Michael tanpa permisi mengangkat tubuhnya ke atas pangkuan lalu diturunkan guna menyatukan inti sesuai keinginannya walau belum mendapat persetujuan. Memenuhi begitu dalam membawa sesak diselimuti kenikmatan, meloloskan rintih candu yang selalu terdengar memabukkan.
Menciptakan gelombang air di bathub bergerak seirama dengan hentak menarik-mendorong memicu hawa bergejolak panas di sekitarnya, melebur bersama lagi dan lagi dalam genangan dosa entah sampai kapan akan sadar untuk sekadar disesalkan.
"Ich will es immer noch, Schatzi."
"U-umm ..."
Menolak pun rasanya tidak mungkin, sebab diri sudah sepenuhnya terbelenggu tak bisa mencoba lepas lagi.
Namun, suara denting bel terdengar nyaring membuat [Name] tersadar akan satu kelalaian---
TING! TONG!
"[Name], apa kau ada di dalam, nak?"
--- di hari libur ini kedua orang tuanya akan berkunjung demi membicarakan sebuah rencana masa depan.
"Michael?!"
"Abaikan. Kita bercinta di depan mereka sekalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
MERKURIUS : Michael Kaiser ✔
Fanfiction【 SOLAR SYSTEM #01 】━━ ❝Konstelasi rasa bersama tata surya.❞ © BLUE LOCK, M. KANESHIRO, Y. NOMURA © DACHAAAN, 2023