Kembali ke dua tahun lalu, saat malam Natal di kediaman Kaiser yang penuh dengan kehangatan juga kebersamaan.
Michael sering kali melukis senyum manis ketika berbagi canda tawa dengan sang Ibu yang terlalu sibuk mempersiapkan segalanya, sebab perayaan kali ini ada sesuatu berbeda sebagai pelengkap keluarga akan dihadirkan sosok Ayah sedang menjemput hadiahnya.
Wanita dewasa itu tak henti memastikan agar kondisi pikiran juga mental Michael siap menerima segala kenyataan, sikapnya yang terkadang mudah marah jujur saja membuat Nyonya Kaiser harus susah payah melapisi rasa sabar jika sampai pertemuan ini akan memicu perdebatan lainnya lagi.
Jemari mengusap surai dwiwarna Michael dengan lembut, selalu memberikan cinta kasih yang tak akan pernah terhenti meski waktu terus berganti. Bibirnya melukis senyum penuh kehangatan, nyatanya, sosok Ibu memang selalu berhasil membuat anak mana pun luluh hanya karena hal sederhana yang dilakukan.
"Michael, siapa pun yang Ayah kenalkan padamu, Ibu harap kau tidak pernah membencinya, hmm?"
"Jika dia berani membawa selingkuhan dan anak haramnya itu kemari, aku tidak bisa janji untuk tidak membencinya."
"Jangan memandang sebelah mata."
Ibu jarinya kini menepuk kelopak Michael seolah melarang setiap tatap berubah tajam, wanita dewasa itu berusaha memberikan ketenangan juga pengertian.
"Ayah tidak pernah bermain wanita. Semua terjadi karena seizin Ibu yang sempat dinyatakan tak bisa memberi keturunan untuknya."
"Kalian jelas memiliki aku di sini."
"Benar. Itulah mengapa kami memberimu nama Michael; hadiah dari Tuhan. Karena ternyata, Ibu berhasil melahirkan seorang anak walau tidak pernah bisa merasakannya lagi."
"Ayah jelas bermain wanita. Ibu hanya membelanya. Aku tidak senaif itu."
Cklek!
"Ayah pulang ..."
"Nah, sambutlah hadiah Natal untukmu tahun ini, Michael. Mulai sekarang, kau tidak akan sendiri lagi."
Persetan dengan hadiah.
Michael sudah siap berdiri sebagai tameng paling depan demi menolak segala kehadiran wanita murahan apalagi anak haram.
"Oh, kau hanya pulang sendirian, Michael? Ayah pikir, Ness akan ikut merayakan Natal di sini." Pria dewasa itu merangkul bahu seseorang di sampingnya. "Ayo, jangan sungkan."
Kepala mengangguk canggung, wajah yang semula menunduk perlahan terangkat diikuti suara mengalun indah berhasil menyapa indra pendengaran Michael di sana.
"U-umm, Guten Abend ..."
Bibir yang sudah siap terbuka untuk menyuarakan upaya penolakan pun mendadak terkatup rapat kehilangan kata-kata, netra berkilau di hadapan saling bersirobok dengannya tiba-tiba saja memicu getaran bertegangan tinggi melupakan seluruh persepsi akan hadirnya sosok lain dalam keluarga.
Waktu seolah berhenti dihiasi banyak sekali cahaya begitu indah, lengkap dengan slow motion dipenuhi bunga-bunga bermekaran sekitarnya.
Ini gila.
Gadis yang dikenalkan oleh sang Ayah ternyata adalah bidadari dunia.
"Kenalkan, ini [Fullname]. Tetapi, dalam waktu dekat mungkin akan segera berganti marga menggunakan Kaiser sama seperti kita."
Sang Ayah menatap dalam penuh harap, bagaimanapun ia jelas menyadari jika anak lelakinya pasti akan sulit menerima kenyataan.
"Dan, dia adalah adikmu, Michael."
Adik. Adik. Adik.
Tidak tahu kenapa, tetapi kalimat itu mendadak terdengar buram di kedua telinganya.
"Ayah berniat untuk membawanya tinggal bersama kita. Itu karena Grace; Ibu [Name] meninggal tiga hari yang lalu setelah mengalami kecelakaan dan Ayah tidak bisa jika harus meninggalkan [Name] sendirian."
Sang Ibu segera mengusap bahu Michael berusaha melapangkan hati, semisal anaknya ini berontak apalagi mengeluarkan kata-kata menyakiti.
"Ibu sudah mengenal [Name] lebih dulu. Dia anak yang sangat baik, sama sepertimu. Jadi, sebagai Kakak yang baik juga, kau harus perlakukan adikmu dengan penuh kasih sayang. Kau bisa kan, Michael?"
"Ibumu benar. Bagaimanapun, kau harus bisa menerima kehadirannya di sini. Di hangatnya keluarga. Karena, [Name] juga adalah bagian dari kita."
"[Name] juga seorang Dokter sama seperti Ibunya. Sebagai atlet, kau bisa berkonsultasi tentang kesehatan padanya. Terdengar menyenangkan, benar?"
Wajar bagi orang tua merasa khawatir akan sikap diam yang Michael tunjukkan sejak pertama kali melihat [Name] sampai enggan mengeluarkan suara, mungkin saja anak lelaki mereka merasa terkejut, sakit hati, atau bahkan memang menolak keras hadirnya sosok baru yang jelas hampir berada di usia sama; artinya saat sang Ibu mengandung pun si Ayah bajingan ini sudah menghamili wanita lain lagi.
Anehnya, kedua mata ini justru terpaku karena terpesona bukan karena membencinya. Bahkan, Michael seakan lupa bagaimana caranya berkedip sehingga ia terus saja menatap tanpa jeda juga memperhatikan setiap inci pahatan sempurna memenuhi pandangan.
Jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya, Michael sampai mengepalkan kedua tangan diikuti rahang menegang sebab ada gejolak lain yang sejak awal memenuhi diri sulit ia tahan lebih lama. Membuat [Name] akhirnya melirik karena menyadari di tatap terlalu dalam tanpa permisi, gadis itu berusaha bersikap ramah pada sang kakak dengan melengkungkan kurva menawan yang sialnya semakin membangkitkan hasrat sangat ingin memiliki.
Tidak ada penolakan apalagi berusaha membangkang, Michael langsung mengangguk setuju akan hadirnya sosok adik yang pasti akan ia beri cinta kasih sepanjang usianya.
Mungkin bukan hanya sebatas cinta kasih, sebab jiwa raganya pun rela ia berikan hanya untuk gadis yang berhasil menarik hati tak peduli status terikat menjadi tembok tertinggi.
"Komm her Schätzchen. Ich werde gut auf dich aufpassen."
Dan, sejak saat itulah lingkaran dosa mulai terhubung kuat hingga memicu neraka bergejolak seolah menyambut keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERKURIUS : Michael Kaiser ✔
Fiksi Penggemar【 SOLAR SYSTEM #01 】━━ ❝Konstelasi rasa bersama tata surya.❞ © BLUE LOCK, M. KANESHIRO, Y. NOMURA © DACHAAAN, 2023