✦ lembar kesembilan.

2K 339 84
                                    

Alexis Ness sangat menginginkan sang Matahari, sejak awal berjumpa di Rumah Sakit ketika ia mengalami cedera bahu sebelah kiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alexis Ness sangat menginginkan sang Matahari, sejak awal berjumpa di Rumah Sakit ketika ia mengalami cedera bahu sebelah kiri.

Senyum semanis madu dan binar indah dari netra berkilau itu sungguh memikat hatinya, ia bahkan langsung mencaritahu segala hal tentang sosok pujaan demi bisa mencapai sebuah tujuan; tentu saja mendekati tanpa adanya batasan. Dimulai dari nama bahkan ukuran sepatu, semua berusaha diketahui guna menarik perhatian sang idaman berhasil menjerat atensi hingga membangkitkan hasrat menggebu.

Sampai Ness akhirnya mengetahui fakta mengejutkan jika [Name] ternyata masih memiliki ikatan dengan rekan terdekat jelas membuatnya semakin membulatkan segala tekad yang kuat menguasai rasa, dengan berani meminta pada Tuan Kaiser agar anak perempuan dari simpanannya itu diberikan saja untuk dijadikan istri agar keberadaannya tidak perlu disembunyikan lagi dari berbagai media massa.

Hal itu juga yang membuat [Name] diberi izin keluar dari tempat penuh keterbatasan lalu tinggal di kediaman Kaiser secara terang-terangan dan terbuka, sebab Ness bersumpah akan menjaganya dengan sangat baik semisal media menyorot atau bahkan Michael menolak keras hingga bersikap kasar tak kenal aturan walau di hadapannya adalah seorang wanita.

Namun, siapa yang akan menyangka jika lelaki mawar biru itu justru ikut mendamba bahkan mendapat balasan dengan begitu manisnya. Jujur saja Ness mulai merasa menyesal karena sudah memberi perjanjian [Name] akan aman; tetapi sebaliknya ia sendiri yang kini merasa terancam.

Berbagai cara sudah dilakukan agar keduanya terpisah termasuk menghasut kedua orang tua Michael, sayangnya tetap saja hubungan tabu itu terus berlanjut semakin gila dan jauh dari kata penyesalan padahal sudah banyak sekali pertentangan.

Mungkin saja Ness adalah Pluto yang jauh dari Matahari bahkan sudah dihapuskan dari Tata Surya, akan sulit baginya menempati posisi Merkurius yang terlampau dekat bahkan selalu ada untuk Matahari walau tidak memiliki cukup gravitasi guna menarik satelit lainnya.

Merkurius memang sendiri tetapi ia setia pada Matahari, lantas, bagaimana dirinya yang lebih pantas disebut asteroid hanya berperan untuk mengelilingi bukan mendampingi?

"Maaf, Nona. Riasan Anda akan berantakan jika terus menangis seperti ini."

[Name] mengerjap pelan ketika baru saja menyadari jika sejak lama air mata terus jatuh tanpa permisi, ia tidak berniat menangis, tetapi entah mengapa setiap bulir permata ini mengalir membasahi kedua pipi seolah memang keinginannya sendiri.

Bisa jadi semuanya disebabkan acara pernikahan penuh keterpaksaan yang akan dilaksanakan beberapa saat lagi, dan tentu saja tidak akan pernah bisa lari ataupun menghindar sesuka hati.

Bagaimanapun menikah dengan Ness adalah jalan terbaiknya, [Name] jelas tak bisa sedetik pun melihat Michael jatuh berlutut karena kehilangan jenjang karier yang selama ini sudah diraih susah payah bahkan selalu menjadi mimpi terbesarnya.

Michael adalah segalanya, dan [Name] hanya ingin memberi dukungan terbaik walau harus mengorbankan seluruh kebahagiaannya.

"Selesai. Anda terlihat luar biasa."

[Name] terdiam tanpa suara, netra berkilau menatap lirih pada pantulan diri sendiri di depan cermin yang menampilkan bagaimana wujud bidadari dengan gaun pengantin itu begitu mengagumkan walau dilengkapi mata sembab akibat menangis meskipun tidak menyadarinya.

Berusaha menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan, jemari lentik saling bertautan berusaha menahan sesak memenuhi rongga dada begitu sulit untuk sekadar ia tahan.

"Ayah harap, kau tidak perlu mendramatisir pernikahan ini, [Name]."

Sebelah tangan menepuk bahu penuh tekanan, Tuan Kaiser seolah memberi isyarat jika [Name] harus segera mengikutinya tanpa penolakan. Membuat sang wanita hanya menatap pria dewasa itu melalui cermin tanpa niat untuk meliriknya, ingin membenci bahkan memaki namun semua seakan percuma saja.

"Cepat. Ness dan para tamu undangan sudah menunggumu. Jangan semakin mengulur waktu hanya karena memikirkan hal tidak berguna."

"Di mana Michael?"

"Pengacau itu tidak dibutuhkan dalam acara ini."

"Aku hanya bertanya, di mana dia?"

"Apa Ayah harus menyeret rambutmu menuju altar sana, huh?!"

"Berhenti kasar padanya. [Name] anakmu juga!"

"Kau memang istri tak berguna! Bela saja dua anak sialan ini sampai mati!"

Jemari mencengkeram lengan sang anak dengan kuat, menarik; menyeretnya kasar untuk segera keluar ruangan dan berjalan menuju altar di mana calon pengantin pria sudah menunggu lama.

"[Name]---"

"Aku baik-baik saja, Bu."

Helaan napas berat terdengar begitu jelas, Nyonya Kaiser hanya mampu berjalan mengikuti sang suami juga [Name] dengan wajah menunduk lemas.

Mencoba melapangkan hati tatkala mengantarkan calon mempelai wanita demi mengucap janji suci bersama mempelai pria yang jelas sudah berdiri tegap di depan sana, terlihat dilengkapi sorot mata penuh rasa memuja juga lengkungan kurva menawan menambah tingkat ketampanan walau tetap saja [Name] tidak memiliki minat sedikit pun untuk sekadar membalas afeksinya.

Perlahan mengulurkan sebelah tangan demi menyambut sang idaman yang akan segera membangun asmaraloka berdua selamanya, mewujudkan impian terbesar untuk hidup bersama dipenuhi segala kebahagiaan hingga akhir masa merajut tali kesetiaan mematenkan ikatan cinta.

"Lass uns zusammen glücklich sein, [Name]."

"In deinen Träumen."

Ness terkekeh pelan, astaga, wanita itu memang akan terlihat semakin menggemaskan jika bersikukuh tetap melawan.

Langkah pasti menjadi pilihan terakhir hingga keduanya berdiri tegap di atas altar kini, saling mengucap janji suci tak akan pernah mengingkari meski waktu berjalan dipenuhi godaan apalagi cobaan yang berusaha memisahkan selain maut nanti.

Bersumpah akan setia tidak peduli pada perusak rumah tangga, hidup bahagia walau banyak sekali rintangan yang akan dihadapi setelah mengikat benang merah di antara keduanya. Dan saat labium dipertemukan dalam ciuman yang seharusnya membawa sejuta kebahagiaan, [Name] hanya bisa menutup kedua mata diikuti sungai kecil kembali mengalir membasahi kedua pipinya tanpa peringatan.

"Ich liebe dich, [Name]."

"Und ich liebe Michael einfach."

Nyatanya, sampai akhir pun sang Matahari masih tetap inginkan si Merkurius yang berada di dekatnya.

Nyatanya, sampai akhir pun sang Matahari masih tetap inginkan si Merkurius yang berada di dekatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MERKURIUS : Michael Kaiser ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang