14 - Malais

151 24 0
                                    

Playlist; When It's Cold I'd Like To Die - Moby

- Beberapa bagian berisikan adegan kekerasan -

~ • ☆ • ~

Beberapa bulan setelah ritual pernikahan tersebut, kini Irina sedang berada di Sura keluarga Sully untuk sekadar membantu Neytiri dalam menghibur Tuk yang katanya gagal pada ikatan pertama dengan Sael. Gadis remaja itu sedari tadi hanya diam dan menatap ke arah Irina dengan tatapan putus asa.

"Kegagalan bukan berarti akhir dari pengalamanmu, Tuk. masih ada kesempatan lain. Percayalah kepadaku."

Tuk menggelengkan kepalanya dengan sendu, "Aku ingin menjadi prajurit yang perkasa.. tapi bagaimana? Melakukan ikatan bersama Sael saja aku gagal."

Irina tersenyum manis sembari mengusap pelan bahu gadis tersebut. Sementara Neytiri hanya memperhatikan keduanya dari kejauhan. "Kamu tau? Ne'us juga gagal dalam ikatan pertamanya. Tapi sekarang, dia telah menjadi seorang pemimpin prajurit yang perkasa. Itu artinya sebuah kesempatan masih tersisa, karena kegagalan adalah salah satu dari proses belajar."

"Menjadi prajurit tidak harus selalu sempurna, Tuk.." Neytiri menambahkan lalu menghampiri menantu dan putri bungsunya.

Wanita itu merangkul bahu keduanya dan tersenyum penuh kasih sayang. "Aku beruntung memiliki kalian saat ini dan tidak pernah ku bayangkan bahwa Neteyam akan menikahi seorang gadis Keyka'ni."

Perkataan Neytiri berhasil membuat Irina tersipu dan memberikan senyuman malunya.

"Pipimu memerah." Tuk menatap sang empu dengan jahil kemudian memeluknya erat. Akan tetapi hal tersebut langsung berubah ketika dia menyadari sesuatu yang berada pada diri Irina. Seperti senjata namun terlihat sedikit berbeda daripada pedang ataupun pisau.

"Apa itu?"

Mendengarnya, Irina lalu mengalihkan pandangan kepada senjata di sebelah sisi kiri yang membuat sang Ibu melepaskan rangkulan dan memperhatikan benda tersebut dengan intens. "Ini cambuk."

Manik asfar Tuk seketika menjadi berbinar-binar karena antusias. "Ukiran pegangannya sangat indah dan rumit!"

"Kamu menyukainya?" Gadis itu menganggukkan kepalanya yang membuat Irina tersenyum manis kemudian menyerahkan cambuk miliknya kepada Tuk.

"Untukmu."

"Kamu serius?"

"Iya, cambuk ini adalah senjata pertamaku dan aku pikir aku tidak terlalu menggunakannya lagi. Ambil-lah, sebagai sebuah hadiah." Tuk kini memeluk tubuh Irina dengan sangat erat bahkan Neytiri sampai tertawa menatap tingkahnya, apalagi ketika raut sang menantu yang terlihat sedikit kaget sekarang.

~ • ☆ • ~

"Kamu yakin?" Neteyam memalingkan pandangannya kepada Irina yang kini hendak meninggalkan Sura mereka.

"Aku hanya akan bertapa bersama murid Hemera serta Tsakarem lainnya. Ada Naomi juga di sana, jangan khawatir." Pemuda tersebut menghelakan napasnya berat dan memeluk erat sang istri. Seakan tidak rela untuk melepaskannya pergi, karena entah mengapa firasat Neteyam terasa sangat buruk saat ini.

"Kenapa tidak lain kali?"

Irina lalu mencium bibir Neteyam dengan perasaan kasih sayangnya. "Aku bukan berperang, Tiyawn.. hanya menenangkan jiwa di salah satu pegunungan suci." Keduanya saling bertukar tatapan dengan salah satu di antaranya yang terlihat sendu.

"Jangan lama-lama.."

"Iyaaa."

~ • ☆ • ~

AVATAR; NEOPHYTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang