Bab 2

56 9 1
                                    

Bab 2: Surat Undangan Berbicara

Jaehyun menatap heran wanita di sebelahnya yang terdiam sepanjang perjalanan dengan raut wajah yang gelisah. Apa yang terjadi? Biasanya Minju selalu membuka suaranya dan mengajak Jaehyun berbicara ketika sedang bepergian.

"Minmin," panggil pria itu kemudian. Tangannya masih sibuk mengendalikan kemudi, namun matanya sesekali melirik kekasihnya.

Minju menoleh menatap Jaehyun. "Kenapa?"

"Apa terjadi sesuatu? Kamu tampak gelisah sedari tadi,"

Minju seketika menggeleng. "Mungkin aku hanya kecapekan saja."

Jaehyun menganggukkan kepalanya mengerti. Untuk sementara waktu, ia akan membiarkan Minju bergelut dengan pikirannya. Perempuan berkulit putih bersih itu pasti membutuhkan ruang untuk sendirian agar dapat menetralkan pikirannya kembali.

Oleh karena itu, seusai Jaehyun menurunkan Minju di depan rumah lama wanita itu, Jaehyun akan langsung pergi menuju hotel terdekat. Ia mengerti dengan kebiasaan Minju yang terkadang membutuhkan waktu untuk sekadar menyejukkan pikiran.

Ia juga sadar, Minju sengaja mengambil cuti di hari kerja karena ingin merehatkan diri untuk sejenak. Meskipun konsekuensinya wanita itu harus mengerjakan tugas kantor yang tidak boleh ditinggal begitu saja, tetapi setidaknya Minju berada di kota yang membuat hati dan pikiran terasa tenang nan damai.

"Kamu tidak turun, Jeff?" Alis wanita itu menekuk saat melihat kekasihnya belum keluar dari kendaraan beroda empat itu.

Jaehyun tersenyum, ia menggeleng. "Ada pekerjaan mendadak. Mungkin sore nanti aku akan kembali ke sini."

Minju mengangguk mengerti. "Hati-hati di jalan, Jeff!"

Laki-laki berparas tampan itu tersenyum manis dengan sebelah tangan yang melambai di udara. Minju tersenyum geli, ia membalas lambaian tangan kekasihnya yang mulai pergi meninggalkan jalanan komplek rumahnya.

Seusai matanya kehilangan jejak kendaraan yang membawa Jaehyun, perempuan berambut bergelombang iti menurunkan tangannya yang mengapung di udara. Ia menarik napas perlahan, lalu membuangnya.

Pertemuannya dengan Na Jaemin pada waktu sore tadi masih melekat di benaknya. Dadanya berdesir saat kali pertama manik matanya menangkap seorang laki-laki berdiri tegap di depannya. Seperti tujuh tahun yang lalu, perawakan Na Jaemin masih sama, tidak ada yang berubah. Hanya saja kini tampilannya tampak lebih dewasa dibandingkan sebelumnya.

Minju menghembuskan napasnya dengan berat. Ia ingin sekali mengenyahkan bayang-bayang Na Jaemin dari pikirannya. Ia tidak menduga dirinya akan bertemu secepat ini dengan Jaemin di Busan. Bukankah kemarin laki-laki itu diberitakan sedang berkencan dengan tunangannya? Kenapa sekarang tiba-tiba berada di Busan?

Minju menggeleng kuat. Ini seharusnya tidak terjadi. Mungkin ini terdengar egois, tetapi Minju sudah bertekad bulat besok sore dirinya akan langsung pulang menuju Seoul.

Mulutnya seketika meringis mengingat Jaehyun baru saja tiba di Busan malam ini. Tega sekali dirinya langsung memulangkan diri di keesokan hari tanpa alasan yang jelas. Jaehyun tentu saja akan mengintrogasinya.

Untuk kesekian kali, Minju mengeluarkan napas beratnya. Ia seharusnya tidak egois. Ia seharusnya mampu menyikapi masalah seperti ini, bukan malah memilih kabur begitu saja.

Resah dengan pikirannya yang belum saja menemukan solusi, Minju memutuskan mengambil langkah memasuki teras rumah yang tampak gelap. Sebelah tangannya terangkat hendak membuka pintu rumah lamanya sebelum kedua matanya tak sengaja menangkap keberadaan sebuah surat putih yang tergeletak di atas lantai dingin. Surat tipis itu tersorot oleh pilar lampu yang bercahaya terang di depan pagar kecil rumahnya.

Minju segera menurunkan tubuhnya untuk memungut surat yang tiba-tiba saja berada di depan pintu rumahnya. Ia mengamati surat kecil itu sejenak, sebelum kemudian berdiri kembali dan membuka pintu rumahnya.

Tas kecil yang dijinjingnya ia letakkan ke atas meja belajarnya yang tampak usang. Tatapan matanya masih tertaut fokus pada surat yang ditemukannya. Surat tanpa nama pengirim.

Minju lantas membuka amplop yang membungkus surat tersebut. Terdapat secarik kertas putih berukuran A5. Tubuhnya seketika mematung membaca sebuah nama yang tertanda sebagai pengirim.

Untuk Kim Minju,

Hai, apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu. Aku tidak menyangka kita akan bertemu di tempat yang sama seperti tujuh tahun lalu. Aku tidak menduga kita akan bertemu dalam keadaan asing seperti tadi. Ah, bukan, mungkin hanya kau saja. Aku telah menyapamu, namun kau memilih abai.

Mungkin ini terdengar kurang ajar, tetapi aku harap kau menemuiku di tempat yang sama pada besok pagi. Kutebak setelah pertemuan tadi, kau berencana kembali pulang menuju Seoul.

Sejak kapan kau memiliki hobi menyembunyikan diri?

Na Jaemin

●●●

Still Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang