Bab 6: Seoul
Jaemin terkejut dengan keputusan Winter yang membatalkan rencana pernikahan. Bukankah awalnya gadis itu yang menginginkan pernikahan dengan dirinya? Kenapa ia juga yang membatalkan pada akhirnya?
Sebenarnya Jaemin tidak mempermasalahkan hal itu. Hanya saja tindakan Winter pasti ada alasan di baliknya yang mampu menyulut amarah sang ayah.
Dengan langkah yang tegas, Jaemin memasuki ruang kerja ayahnya yang berada di lantai 23. Wajah pria itu berubah datar saat manik matanya menangkap keberadaan seseorang yang mendesaknya terbang kembali menuju New York.
"Kau." Pimpinan Na menunjuk anaknya. Matanya menyipit tajam melihat putra semata wayangnya yang tampak tidak bersalah sama sekali. "Apa yang kau lakukan padanya?!"
Jaemin diam. Dia tidak berniat membuka suara. Terkait alasan Winter membatalkan pernikahan, dia benar-benar tidak tahu. Wanita itu memutuskan segalanya secara sepihak tanpa komunikasi dengan dirinya.
"Jawab, Na Jaemin!" sentak Pimpinan Na.
"Aku tidak tahu, Ayah! Kabar pernikahan batal saja aku baru mengetahuinya dari Ayah."
"Jangan bohong! Ayah tidak percaya!"
"Aku harus bagaimana agar Ayah percaya?"
"Kemarin kau pergi ke Busan tanpa persetujuan Ayah dan sekarang kau mengacaukan kerja sama dengan Pimpinan Kim? Kenapa kau jadi pembangkang seperti ini?!
"Ayah sudah memperingatkanmu berkali-kali untuk tidak mengacau dengan putri Pimpinan Kim. Kenapa kau melakukannya?!"
Jaemin menutup matanya kesal selama beberapa detik. Niat hati setelah berkunjung dari Busan dapat menenangkan pikiran, ternyata salah besar. Ayahnya kembali menyudutkannya dengan sebab dan alasan yang sama; Winter.
Beban yang semula berkurang setelah berada di Busan, kini bertambah lagi. Rasanya Jaemin ingin berteriak keras dan kabur dari kekangan ayahnya yang semakin memaksa untuk melakukan tindakan yang bukan kemauannya.
"Ayah seharusnya tanya Winter! Aku sungguh tidak tahu. Dia menolak menikahiku, lalu aku harus bagaimana, Ayah? Tidak mungkin bukan aku memaksanya?"
"Setidaknya jangan mengacau, Na Jaemin!"
"Aku tidak mengacau, Ayah!"
"Kau sudah berani membantah? Ayah cabut semua fasilitas yang kau punya!"
"Baik. Sebagai gantinya, aku pergi ke Korea," telak Jaemin. Ancaman sang ayah baginya bukanlah hal besar.
Sebaliknya, dengan kepergian Jaemin menuju Korea dan meninggalkan semua pekerjaan adalah ancaman terbesar ayahnya untuk memajukan perusahaan. Jaemin tahu itu.
•••
Jaemin merebahkan tubuhnya di atas sofa. Perjalanan dari New York menuju Seoul benar-benar memakan habis waktu serta tenaganya. Untuk saat ini pria itu benar-benar membutuhkan waktu istirahat agar dapat memulihkan energinya kembali.
Namun, sejenak saat kedua matanya perlahan menutup, suara dering ponsel menyadarkannya kembali. Mulutnya berdecak keras dan memaki si pemanggil yang ternyata adalah Haechan.
Dengan malas, Jaemin mengangkat panggilan tersebut. "Apa?"
"Kau sudah tiba di apartemennya?"
"Iya. Terima kasih. Nanti kubayar biayanya besok. Sekarang aku benar-benar ingin tidur."
Terdengar suara kekehan di seberang sana. Haechan memang telah membantunya mencarikan apartemen yang cocok dengan dirinya hari ini.
"Okay, kalau begitu. Bye, pengangguran." Setelah berkata demikian, Haechan memutuskan sambungan telepon.
Sialan. Jaemin ingin mengumpat sebanyak-banyak ke hadapan wajah pria itu. Meskipun benar adanya ia sekarang menjadi seorang pengangguran, namun dirinya tetap tidak menerima fakta itu.
Kira-kira pekerjaan apa yang cocok dengan dirinya saat ini? Jaemin cukup tahu diri. Ia tidak akan mengemis untuk membayar segala finansialnya sedikit pun pada sahabatnya. Dalam waktu dekat, pria itu harus benar-benar memperoleh pekerjaan agar tetap hidup.
Suara bel tiba-tiba berbunyi memecah keheningan. Dahi Jaemin seketika mengerut bingung. Siapa yang bertamu di tengah malam seperti ini? Tidak mungkin petugas kebersihan bukan?
Dengan langkah gontai, pria itu berjalan mendekat ke arah pintu utama. Jaemin segera membuka pintu tersebut begitu selesai membuka kuncinya. Ia terkejut bukan main mendapati sesosok wanita yang hari ini berhasil mengacaukan harinya.
"Hai, Na Jaemin. Lama tidak bertemu."[]
Jumat, 23 Februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You
FanfictionSequel of 'There's a Feeling That Goes to You' "Jangan pergi kembali. Tidak masalah hatimu telah berlabuh pada orang lain. Melihat dirimu bahagia saja sudah cukup bagiku."