Bab 8 : Ketidakterdugaan
Yeji melirik sekilas ke arah Minju yang sibuk memoleskan bedak pada permukaan pipi. "Tumben," celetuknya kemudian.
Minju menoleh, "Kenapa?" Alisnya bertaut bingung dengan celetukan temannya itu.
"Tumben sibuk make up. Biasanya langsung pergi begitu saja dengan si Jeffrey," celoteh Yeji. Mata kucingnya menatap fokus layar komputernya. Namun, baru beberapa saat ia berbicara, ia kembali membuka suara. Kali ini menatap Minju langsung.
"Apa dia sedang dekat dengan wanita lain?"
"Pertanyaan konyol apa itu," dengus Minju.
"Biasanya seperti itu kalau kekasih mereka sedang dekat dengan perempuan lain. Mereka akan mempercantik diri seolah tengah berkompetisi, mencoba mengalahkan si perempuan itu."
Minju mengedikkan bahunya. Ia tidak peduli Jaehyun dekat dengan siapapun, termasuk wanita sekalipun selama dalam batas wajar dan jujur pada dirinya. Minju yakin, Jaehyun tidak akan pernah melakukan hal seperti itu. Sehingga ia merasa tidak perlu untuk menaruh curiga pada pria itu.
Setelah dua jam berselang, Minju mendudukkan dirinya di atas kursi yang tersedia di dalam lobi perusahaan. Wajahnya tak pernah lepas dari layar ponsel yang menampilkan percakapan antara dirinya dengan kekasihnya.
Yeji telah pamit pulang beberapa menit lalu. Lobi perusahaan tampak lengang, hanya tersisa dirinya dan beberapa karyawan yang berlalu-lalang. Minju memandang jendela kaca yang berada di dekatnya. Langit tampak gelap gulita tanpa adanya kehadiran bintang kecil yang biasanya bertaburan di sekelilingnya. Apakah malam ini akan hujan deras?
Minju seketika menggenggam erat ponselnya. Jika malam ini benar-benar hujan lebat, rencana kencan bersama Jaehyun akan gagal begitu saja. Tetapi tidak apa, mungkin bisa di lain hari.
Suara dering ponsel memecah hening yang terjadi. Minju segera membaca si pemanggil yang ternyata dari Yuta, CEO perusahaannya sekaligus teman dekatnya Jaehyun. Rasa antusias yang semula menyelimuti dirinya, kini berganti dengan kebingungan. Apa yang terjadi?
"Halo?"
"Minmin, aku minta maaf."
"Lho?" Minju terkejut mendengar suara Jaehyun di seberang sana. Keberadaan pria itu di balik ponsel milik Yuta, semakin membuatnya kebingungan.
"Aku minta maaf kencan kita terpaksa batal. Aku baru saja mendapat kabar bahwa ayahnya Tzuyu meninggal. Saat ini aku bersama Yuta sedang dalam perjalanan menuju rumahnya. Aku minta maaf, Minju. Aku janji setelah ini kita bertemu lagi."
Minju terdiam. Rupanya Jaehyun saat ini tengah pergi menuju arah yang berlawanan dengan posisi Minju berada. Menuju rumah Tzuyu karena ayahnya meninggal. Dengusan kecil seketika keluar dari mulutnya. Minju terpaksa bangkit dari posisi duduknya. Ia memutuskan pulang menuju apartemennya dengan menaiki taksi.
"Maaf aku menghubungimu melalui ponsel Yuta. Ponselku ketinggalan di kamar. Aku lupa membawanya. Maaf aku baru mengabarimu saat ini."
Minju tersenyum kecil. Pria itu sampai lupa membawa ponselnya. Sia-sia saja dirinya menunggu kehadiran pria itu dan memoles dirinya dengan berbagai alat kecantikan. Ternyata rencana kencannya batal.
"Iya, tidak apa-apa. Hati-hati di perjalanan Jeff. Aku turut berdukacita atas kepergian ayahnya Tzuyu."
Awan mendung menutupi sepenuhnya sinar matahari di atas kota Incheon. Pagi yang seharusnya terasa terik, kini terasa dingin akibat curah hujan yang membasahi sudut tiap sudut kota.
Suasana pemakaman hari ini cukup ramai. Banyak kerabat bahkan teman-teman Tzuyu hadir ikut berbelasungkawa atas kepergian sesosok ayah yang begitu berarti bagi Tzuyu.
Semenjak mendengar kabar ayahnya meninggal, Tzuyu tak pernah berhenti menangis. Hatinya terasa sakit untuk menerima kenyataan bahwa ayahnya telah pergi meninggalkannya.
Tak begitu berbeda dengan pagi ini. Wanita itu tanpa henti menangis terisak memandang peti ayahnya yang perlahan turun menyapa permukaan tanah kuburan. Jaehyun yang berada di sebelahnya segera merangkul bahu Tzuyu bermaksud untuk menenangkan.
Tak tahan dengan kenyataan yang menimpanya, Tzuyu lantas memeluk Jaehyun erat dan menangis di dekapan pria itu. Jaehyun tentu saja terkejut. Namun, ia segera menetralkan ekspresinya dan menepuk punggung wanita itu agar lebih tenang.
Ia mengerti. Tzuyu saat ini sangat terpukul. Wanita itu pasti membutuhkan tempat untuk meluapkan kesedihannya.
Acara pemakaman telah selesai. Satu per satu orang yang ikut hadir mulai melangkah pulang meninggalkan area pemakaman. Hujan deras yang beberapa saat lalu membasahi tanah, kini perlahan mulai mereda menyisakan titik gerimis air.
Minju segera melangkah maju setelah menyadari hanya tersisa dirinya yang masih berada di area pemakaman. Dengan langkah penuh kehati-hatian, ia mendekat ke arah makam ayahnya Tzuyu.
Wanita itu merendahkan tubuhnya dan mulai menatap lurus sebuah nama yang tercetak di batu nisan.
Kim Jun-myeon.
Mata Minju memanas. Tubuhnya seketika bergetar hebat. Ia merasakan jantungnya akan lepas begitu saja. Pertahanannya untuk tidak menangis seketika runtuh kala beberapa tetes air mata turun membasahi permukaan wajahnya.
Tangannya terangkat memukul dadanya yang terasa sakit bak ditusuk ribuan jarum. Kabar kematian Kim Jun-myeon sungguh membuat dirinya terpuruk. Ia menangis, meraung-raung seolah mengharapkan pria bernama Kim Jun-myeon itu hidup kembali.
"Ayah, aku kembali. Aku ingin bertemu denganmu, Ayah!"[]
Minggu, 10 Maret 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Into You
FanfictionSequel of 'There's a Feeling That Goes to You' "Jangan pergi kembali. Tidak masalah hatimu telah berlabuh pada orang lain. Melihat dirimu bahagia saja sudah cukup bagiku."