6. Pregnant?

3K 279 23
                                    

"Nenek ingin bicara."

Tck, apa lagi kali ini?

Wang Yibo menutup tab berita yang menampilkan feedback netizen mengenai perjanjian kerjasama dengan Group Babel di layar iPad-nya. Ia menoleh dan mendapati sang nenek telah duduk beberapa jengkal darinya di atas sofa nyaman ruang santai mansion Wang.

"Ada apa, Nenek?" Yibo sengaja melembutkan suaranya.

"Wang Yibo, kapan kau akan memberi Nenek seorang cicit?"

Sudah Yibo duga, pertanyaan ini lagi.

"Nenek tahu sendiri, 'kan, istriku saat ini tengah sibuk dengan kegiatan syutingnya di Eropa," jawabnya.

"Selalu alasan itu," sergah Nenek Wang tak sabaran. "Tak bisakah kau minta istrimu itu pulang dan menjalankan program kehamilan sesuai yang telah disarankan oleh dokter?"

Yibo menghela napas dan menggeleng. "Tidak semudah itu membujuknya, Nek. Lagipula, dia adalah aktris nomor satu di negara ini. Masih banyak impian yang ingin dicapainya," bela Yibo.

"Inilah mengapa dulu Nenek sempat tidak menyetujui kau menikah dengan seorang selebriti," gerutu sang Nenek kecewa. "Aku sudah memperkirakan hubungan kalian akan jadi seperti ini."

.

.

"A-Zhan, pesanan daun bawang dan bubuk cabai sudah kau ambil, Nak?" tanya sang ibu di tengah kesibukannya menata baki-baki di atas meja. Riuh obrolan para pelanggan terdengar bersahutan, seperti biasa kedai ramen keluarga Xiao selalu dipenuhi para pelanggan di siang hari.

"Sudah, Ma, tagihannya juga sudah kutulis di buku!" jawab Xiao Zhan agak meninggikan suara di tengah keramaian.

"Bagus, sekarang tolong bawa baki-baki ini untuk para pelanggan." Nyonya Xiao menggeser baki yang telah siap beserta nomor meja di atasnya.

"Siap, Nyonya Xiao Lin!" jawab Xiao Zhan dengan cengiran lebar khasnya, lalu segera melesat membawa pesanan tersebut untuk dihidangkan.

Nyonya Xiao menggeleng dan tersenyum geli. "Sebenarnya berapa, sih, umur anak itu, mengapa masih imut saja seperti bocah?" gumamnya.

Xiao Zhan meletakkan satu mangkok ramen pedas dan satu gelas teh hangat di meja nomor lima. Ia tersenyum dan menyapa sosok pelanggan loyal mereka selama dua tahun ini. "Paman, ramen super pedas seperti biasa, ya?"

"Ah, Nak Xiao Zhan!" Melihat pemuda manis itu seketika membuatnya sumringah. "Hari ini tidak ada wawancara?" tanyanya.

Xiao Zhan menggeleng, mendadak lesu. "Belum. Dari sepuluh lamaran pekerjaan yang kukirim saja hanya ada dua panggilan interview," keluhnya.

"Tidak apa-apa, ayo tetap semangat, Zhanzhan!" Pria paru baya itu menepuk pundak Xiao Zhan menyemangati. "Menjadi penerus untuk mengelola kedai ini juga tidak buruk, lagipula ibumu juga harus pensiun suatu saat nanti," hiburnya.

"Hmm, akan kupikirkan kalau nanti aku benar-benar tidak mendapatkan pekerjaan yang kuharapkan, Paman."

Xiao Zhan kembali ke belakang membawa tumpukan mangkok-mangkok di kedua tangannya untuk diserahkan pada Paman Lu. Tak seperti biasanya, hari ini Xiao Zhan benar-benar merasa kelelahan. Kepalanya terus berdenyut sejak ia menghantarkan baki pertama untuk pelanggan tadi pagi.

"A-Zhan, ada tiga pesanan lagi!" teriak Nyonya Xiao dari dapur.

"Y-ya, Ma ..." Xiao Zhan berjalan sedikit tertatih menuju dapur. Apa yang terjadi? Mengapa penglihatannya semakin memburam?

Sweet Chaos [Yizhan Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang