Chapter: 6

3.2K 290 12
                                    

Hari seolah cepat bergulir, malam mulai menyapa, memeluk bumi begitu erat.

Binar matanya begitu polos nan tulus, wajahnya damai nan tenang, duduk beralas rumput memandang langit yang ditaburi intan berlian. Suara berisik mengalihkan atensinya, pandangannya jatuh menyapu pada Yun Gi yang sedang berjalan dituntun Husok mendekatinya.

"Nona, kenapa tidak masuk? Tuan mencari Anda." Itu suara Husok, ia mendudukkan Yun Gi di sampingnya.

Kedua sudut bibir Zea berkedut, binaran indah itu terlihat mengkilat, lalu badannya mendekat pada Yun Gi, "Suami, apa kau merindukanku?"

Aura dingin itu tidak berubah sama sekali, merasa hembusan nafas menerpa wajahnya, jari telunjuk kekar milik Yun Gi menyentuh dahi Zea dan mendorongnya hingga istrinya itu sedikit menjauh. "Tidak."

"Kau berbohong, kata Liu jika pasanganmu mencari berarti dia sedang rindu!"

"Apa saja yang kau pelajari dari si Bantet itu?"

"Bantet?"

"Ya, dari Liu. "

Zea mengerutkan wajahnya tidak suka, "Dia bukan bantet astaga!"

"Jangan dengarkan ucapannya, dia pandai membual juga sedikit ... cabul!"

Husok tersedak air ludahnya sendiri saat mendengarnya. Sejak kapan tuan Liu yang anggun nan mempesona itu mata keranjang?!

Bola mata Zea berpendar, sedikit kaget mendengarnya. Namun, akhirnya mengangguk meski Yun Gi tidak melihatnya, pembicaraan ini agak frontal menurutnya, jadi ia akan menghindarinya saja.

Yun Gi cukup lama memikirkan hal ini. Setelah mendengar semua laporan dari mata-matanya, jika Zea disuruh membunuhnya dan akhirnya dia bisa pergi bebas setelah itu, maka dirinya sendiri akan membantunya. Membantu Zea untuk pergi tanpa bayang-bayang keluarganya lagi.

Ia berusaha memulai pembicaraan, "Zea, apa ada sesuatu yang ingin kau jelaskan?"

"Sesuatu?" atensinya kembali menatap suaminya.

"Ya, seperti suatu hal yang mengganggu pikiranmu," pancing Yun Gi.

Istrinya itu sedikit berfikir tapi tidak lama kemudian mengangguk semangat, "Iya, aku baru menyadarinya sekarang," Yun Gi menyeringai senang mendengarnya. "Aku—"

"Aku ingin membuat api unggun, tapi bingung dari mana mencari kayu bakarnya." Lanjutnya berucap ringan, terlalu polos memang.

Yun Gi dan Husok menekuk wajahnya datar.

Api unggun?

Sial! Bahasa apa lagi itu?

●●●

Meskipun dirinya sempat dituduh seorang pemuja api seperti bangsa Majusi, namun akhirnya semua harapannya terwujud. Kini ia duduk di kursi kayu dengan suaminya, menghadap api unggun yang selalu ia bayang-bayang semenjak Sekolah Menengah Pertama.

Wajahnya bak sajak puitis yang selalu dibacakan orang romawi kuno, begitu cerah terpantul cahaya api yang menyala-nyala. Sedangkan yang satunya lagi bak gletser di bawah pegunungan everest, kaku dan dingin seolah belum ada orang yang bisa menyentuh hatinya.

Mereka hanya berdua, sedangkan Husok pergi entah kemana. Salahkan Yun Gi yang menyuruhnya mencari kayu bakar tanpa mempertimbangkan keselamatan. "Aku tidak selemah itu untuk mati terbunuh istriku sendiri." Hanya itu yang Yun Gi ucapkan pada Husok untuk meyakinkannya pergi.

Zea menjulurkan kedua tangannya seolah menikmati hangatnya api, "Terima kasih, akhirnya aku merasakan apa yang teman-temanku rasakan, ini terasa seperti berkemah! Aku menyukainya."

WANG MIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang