Seseorang sedang sendirian di sudut ruang perpustakaan. Ia duduk di sebelah jendela yang terbuka. Matanya terpejam dengan tangan masih memegang sebuah buku. Kepalanya dengan nyaman bersandar. Mengabaikan dinginnya malam itu. Tiupan angin membelai lembut surai peraknya, yang mana setiap helai rambutnya berkibar dan seolah bersinar di bawah cahaya bulan.
Wajahnya setengah tertutup topi baret berwarna hijau yang dilengkapi logo hitam bergambar benteng. Logo tersebut berasal dari Haravatat. Salah satu Darshan dari enam Darshan di Akademiya.
Pertama kali Kaveh menemukannya di sana. Kaveh tersenyum dalam keheranan sambil mengamati wajah manis pemuda tersebut. Dikatakan setiap tahunnya Darshan Haravatat selalu kekurangan murid lantaran jarang peminat. Dan mengingat betapa tinggi standart yang diminta Akademiya. Topik pembelajaran di Haravatat menjadi lebih berkesan horor.
Itulah mengapa murid-murid Haravatat selalu identik dengan sekumpulan murid kutu buku yang kaku. Walau tidak semuanya. Seniornya yang bernama Faruzan adalah pengecualian.
Mungkin karena Kaveh terpesona oleh wajah bak malaikat pemuda tersebut. Kaveh tak menyangka apabila anak semanis itu belajar bersama dengan para kutu buku yang setiap saatnya nampak stress.
Tapi mereka ada di Akademiya. Sekolah yang memang isinya penuh dengan pelajar yang setiap harinya di todong oleh Deadline. Apapun Darshan yang dipilih.
Kaveh masih menatap. Memperhatikan seorang pemuda yang tidak diketahui namanya mungkin itu membuatnya terlihat seperti seorang Stalker. Walau dia menyadari kelakuan anehnya tersebut. Tetapi entah mengapa Kaveh tetap enggan mengalihkan pandangannya.
Kalau pemuda tersebut hanya beda setahun dengannya. Tubuhnya bahkan lebih kecil dan kurus dibandingkan Kaveh ataupun anak lain yang seumuran dengannya. Wajahnya juga kecil dan kekanakan. Saat tidur nyenyak seperti itu, ekpresi wajahnya sangat lembut dan menggemaskan, bak malaikat.
Tanpa disadarinya. Kaveh mengulurkan tangannya sambil mengajaknya berbicara, "Hei kamu." Dia memanggil seraya tersenyum ramah.
Orang yang dipanggil berlahan membuka matanya. Sepasang irisnya hijau menyerupai Zamrud pun bertemu dengan sepasang mata merah milik Kaveh.
"Siapa namamu?"
Alhaitam.
Kini pemilik nama tersebut sudah bukan lagi anak laki-laki bertubuh kecil yang pendiam dan pemalu. Alhaitam yang dikenalnya selama 10 tahun lamanya. Kini telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa.
Tinggi badannya sudah lama melampaui Kaveh. Semua pada dirinya menjadi jauh lebih maskulin. Pundak dan dada yang bidang, suara beratnya, lekukan otot di sekujur badannya yang besar. Entah makanan apa yang ia konsumsi sampai ia mendapatkan tubuh idaman tersebut.
Wajah kekanakannya menghilang, diikuti hilangnya senyuman malu-malu yang canggung miliknya. Ekpresi wajahnya sekarang menjadi dingin dan datar. Hanya logika yang keluar dari mulutnya yang tajam. Bahkan sorotan mata yang dulunya terlihat lembut dan dipenuhi rasa kagum pada seniornya. Kini lebih sering menatap Kaveh dengan remeh.
Lihat saja. Tidak ada secuil pun perasaan bersalah saat ia mendengar keluhan Kaveh.
"Alhaitam! Setidaknya kembalikan buku-buku mu ke tempatnya semula!" seru Kaveh begitu sampai di rumah. Secara dia mendapati kondisi ruang tengah yang lebih berantakan ketimbang waktu dia meninggalkannya siang tadi.
Seperti yang diteriakannya barusan. Buku-buku yang asalnya entah darimana sudah memenuhi seisi ruang. Mau itu di atas meja, di bawah meja, di atas sofa, maupun di bawah sofa sekalipun. Sialan! Mungkin saja sudah ada puluhan atau bahkan ratusan buku yang menumpuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
False Memories
FanfictionPairing: Alhaitam X Kaveh Summary: Kaveh yakin itu adalah pertama kalinya mereka bertemu. Tetapi bagaimana bisa dia merasa mereka telah saling mengenal? Bahkan dengan percaya diri dia bisa mengatakan kalau dia mengetahui semua hal mengenai anak b...