01. The Poor Artisan

305 43 0
                                    

Seseorang tertidur dengan posisi kepala di atas meja. Tangan kanannya masih menggenggam erat pensil seolah nyawanya sedang tergantung pada alat tulis tersebut. Penampilannya berantakan, surai pirang nya tak tertata rapi dan terlihat kusam, baju yang dikenakannya pun terlihat sangat kotor. Kelihatannya pria tersebut sudah beberapa hari melewati hari tanpa mandi atau bahkan makan.

Wajahnya menempel di atas kertas. Ketika ia dibangunkan oleh alarm ponsel nya. Pipinya di kotori abu pensil dan sisa serpihan penghapus yang menempel. Dalam keadaan setengah sadar, dia mengusap wajahnya untuk membersihkan semua itu, meski noda hitam tidak menghilang begitu saja.

Namanya Kaveh. Seorang Arsitek muda yang akhir-akhir ini namanya sedang naik daun. Pada masa kuliah nya dia sering mendapatkan penghargaan, telah melakukan intership di perusahaan ternama, bahkan pernah berpartisipasi dalam proyek besar.

Dapat dikatakan Kaveh merupakan seorang bintang di kejurusannya. Tak ada satu pun mahasiswa Akademiya yang belum pernah mendengar nama Kaveh. Orang-orang menjuluki nya sebagai Arsitek jenius. Banyak yang iri tapi masih lebih banyak orang yang mengaguminya.

Setelah lulus dari Akademiya, sudah beberapa kali dia kembali untuk melakukan seminar. Setiap kali ia melakukan seminar di sana, kursi selalu penuh, sampai-sampai beberapa murid yang tidak cukup beruntung harus rela mendengarkan seminar sambil berdiri.

Mengingat betapa populer dirinya di Akademiya. Hidup dan karirnya akan menjadi jauh lebih mudah apabila dia bekerja sebagai dosen di sana. Namun dia ingat mendiang ayahnya pernah berkata, "Tidak ada pekerjaan mudah di dunia ini. Setiap profesi mempunyai peran masing-masing dan tanggung jawab yang berbeda."

Sepasang mata berkantung tebal mengamati baik-baik hasil kerjanya. Setelah sekian lama bekerja terus menerus tanpa selangkah pun keluar dari kamarnya. Akhirnya sekarang, Kaveh bisa menghela nafas lega dan menelpon kliennya agar mereka bisa segera berdiskusi mengenai cetakan biru yang selesai didesainnya.

Setelah berbicara sebentar di telpon. Akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu siang ini.

Kaveh pun segera bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Biasanya dia adalah orang yang suka menjaga penampilan. Dia sadar kalau setengah kepopulerannya berasal dari parasnya yang tampan. Waktu masih di Akademiya, Kaveh terkenal sebagai senior tampan yang ramah dan perhatian terhadap adik kelasnya. Bahkan setengah kliennya sengaja lebih memilihnya karena mereka suka penampilannya.

Kaveh dikenal dengan rambut pirang keemasannya yang indah. Dia mendapatkannya dari mendiang ayahnya. Dulu ketika mereka bertiga masih hidup bersama. Ibunya selalu memuji rambut pirangnya setiap kali membantunya menyisir rambut. Makanya Kaveh selalu merawatnya, membiarkannya panjang sampai sebahu.

Sepasang iris sewarna batu rubi ia dapatkan dari ibunya. Begitu juga dengan parasnya yang agak feminim. Orang-orang yang juga mengenal ibunya pasti berkata apabila wajahnya adalah salinan wajah sang ibu.

Waktu Kaveh masih remaja. Badannya kurus dan kecil, orang-orang sampai salah mengiranya perempuan. Tetapi setelah Kaveh beranjak dewasa badannya jadi jauh lebih tinggi, walau masih tetap langsing terutama di bagian pinggangnya.

Setelah dewasa dan masuk dunia bekerja. Dia terpaksa mengucapkan selamat tinggal akan keinginannya untuk menjadi lebih Maskulin.

Sehabis selesai mandi. Kaveh keluar dengan handuk diikat di pinggangnya. Wajahnya masih lesu meskipun sudah mandi air dingin. Walau masih terlihat seperti seekor panda, setidaknya sensasi segar sehabis mandi sudah membangunkannya dari rasa kantuk.

Agar dia tidak ambruk di tengah jalan dia lantas mengambil minuman berenergi, langsung meminumnya sampai tandas di depan lemari es.

Kaveh minum sambil memperhatikan sekelilingnya. Moodnya semakin memburuk semenjak dia mendapati pemandangan dapur dan ruang tengah yang berantakan.

False MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang