04. The Daily Routine

173 28 0
                                    

Keesokan harinya Kaveh sudah bisa menjalani kesehariannya dengan normal. Pagi-pagi dia sudah bangun dan memasak sarapan untuk mereka berdua. Karena Alhaitam bukan tipe yang menyukai sarapan pagi. Kaveh hanya membuat sesuatu yang sederhana.

Hari ini Kaveh memasak dua porsi Omelet keju bertabur Bacon dan memanggang beberapa roti tawar, tak lupa pula ia menyeduh dua cangkir kopi hitam pekat untuk mereka berdua nikmati sambil makan.

Setelah menata perabotan makan dan menyiapkan sarapan. Sambil menunggu Alhaitam bangun, dia memasukan tumpukan baju kotor ke mesin cuci, lalu menyalakan alat penghisap debu untuk membersihkan ruang tengah, dan sambil jalan merapikan buku-buku yang lupa dikembalikan Alhaitam ke tempatnya semula.

Saat jam menunjuk ke angka 7. Alhaitam keluar dari kamarnya dengan wajah lesu, dia mendatangi meja makan dan duduk di sana. Melihat kopi dan koran hari ini disiapkan untuknya. Alhaitam lantas membaca sambil menikmati kopi tersebut.

Tidak lama kemudian Kaveh yang sudah selesai dengan pekerjaannya lantas bergabung di meja makan. Dia memperhatikan bagaimana Alhaitam yang sepertinya tidak bersemangat memakan sarapannya. Kaveh lalu menegurnya, "Setidaknya makan sedikit. Aku tahu kalau kau suka melewatkan makan siang. Jadi setidaknya jangan lewatkan sarapan."

Alhaitam tidak membalasnya. Seperti anak kecil dia semakin memperdalam cemberutnya tetapi masih mau memakan sarapannya dengan berlahan.

"Dasar. Melihatmu seperti ini aku jadi merasa seperti ibumu," komen Kaveh sambil tertawa.

"Bukannya istriku?" jawab Alhaitam tanpa melihat arah lawan bicaranya. "Bukannya kau selalu rajin memakai cincin yang kuberikan padamu?" imbuhnya lalu melirik reaksi Kaveh.

"Ja-jangan mengada-ada!!!" seru Kaveh lalu menyambar koran yang terletak di depan Alhaitam. "Kau sudah memberikannya padaku. Jadi terserah aku juga dong mau kupakai atau tidak!" katanya sambil bersembunyi di balik koran.

*KRIIING!!

Di tengah pembicaraan tiba-tiba telpon rumah berbunyi nyaring. Kaveh lantas beranjak dari kursinya lalu bergegas mengangkat telepon yang terletak di sebelah TV.

"Oh selamat pagi senior Faruzan! Apa seminar? Hari ini?" ujar Kaveh di telpon. Sebenarnya dia masih punya beberapa desain yang masih perlu di kerjakan. Namun karena dia membutuhkan uang lebih, akan lebih baik dia menerima tawaran tersebut. Lagipula dia masih punya cukup waktu.

Setelah menimang sesaat Kaveh hendak menerimanya. Tapi gagang telponnya tiba-tiba di rebut Alhaitam yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya.

"Senior Faruzan. Sebenarnya kaveh baru saja sembuh dari demamnya. Bakal jadi perkara kalau nanti tiba-tiba dia pingsan di sekolah," ujar Alhaitam menggantikannya.

"A-apa yang kau katakan!!" seru Kaveh panik lalu merebut kembali gagang telpon. "Tolong jangan dengarkan dia senior! Apa suamiku? Bukan!!! Dia cuma Alhaitam....tolong jangan bercanda..." ocehnya sambil membuat berbagai ekpresi yang menghibur bagi Alhaitam.

"Tidak apa-apa demamku sudah lama sembuh. Alhaitam cuma melebih-lebihkan," terang Kaveh seraya memberikan lirikan tajam ke Alhaitam yang tersenyum remeh padanya.

*Klik

Telpon ditutup setelah mereka berbincang sebentar di telpon. Karena perubahan jadwal. Kini Kaveh pun juga harus bergegas ke Akademiya. Sebenarnya Kaveh ingin cepat-cepat ganti baju dan melanjutkan sarapannya. Tetapi Kaveh tidak akan puas kalau belum mengomeli Alhaitam atas perbuatannya tadi.

"Sejak kapan kau jadi peduli urusanku?" tanya Kaveh ketus. "Apalagi sudah berapa kali ku bilang untuk tidak mengumbar-umbar kenyataan kalau kita berdua serumah. Apa jadinya nanti kalau senior Faruzan keceplosan memberitahu seseorang di Akademiya? Kalau ada gosip yang tidak-tidak. Bukan cuma aku saja yang rugi, kau juga bakal rugi!!" imbuhnya panjang kali lebar tanpa henti sambil berkacak pinggang di depan Alhaitam.

False MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang