"Untukmu yang sering mengatakan kurang beruntung dalam kehidupan, tidak cukupkah engkau menjadi orang yang sangat beruntung dengan dilahirkan menjadi seorang Muslim?"
-Syekh Mutawalli As-Sya'rawi-Mustasna pergi ke dalam kamar dengan perasaan campur aduk.
Tadi itu.... Anak mereka?
Tapi kenapa dirinya merasa familiar?
Perempuan itu mendengus pelan. Jujur saja, jika bisa, Mustasna lebih memilih untuk hidup bersama mantannya itu dari pada dirinya harus berpura-pura layaknya putri Solo di keluarga ini.
Pintu kamar diketuk membuat Mustasna buru-buru bangkit dan membukanya. Perempuan itu terkejut, matanya berkedip-kedip dan otaknya berputar. Berparas ayu yang menatapnya dengan penuh binar menenangkan ini siapa?
"Ini Umma."
Perempuan itu membelalak membuat Al-Hiya tertawa.
"Aku kira.... Anak perempuan kalian itu."
Al-Hiya tersenyum paham. "Emang saya terlalu muda, ya?"
Mustasna berjalan beriringan ke ruang makan lalu mengangguk menjawab pertanyaan Al-Hiya.
Perempuan itu duduk manis dengan mata yang tertuju kepada menu-menu hari ini.
Matanya mengedar mencari satu sosok yang beberapa saat lalu itu datang.
Suara tawa pria dewasa bersamaan suara pria paruh baya dari atas tangga itu membuat Mustasna menunduk tegang.
Jujur saja, apa laki-laki itu tak keberatan jika ada orang lain yang tiba-tiba jadi anggota baru?
Mufid menarik kursi di samping Al-Hiya lalu memperhatikan lauk yang tersedia. Mata cowok itu sama sekali tak menganggap keberadaan Mustasna.
Perempuan itu berdecak dalam hati. Dari dulu dirinya tak suka diacuhkan meski dunia sering mengacuhkannya.
"Mustasna, kamu mau makan apa?," Tanya Al-Hiya.
Mustasna yang merasa tak enak itu buru-buru menggeleng. "Biar aku aja."
Akhirnya perempuan itu menaruh lauknya sendiri ke dalam piring. Al-Hiya yang melihat itu tersenyum.
"Dari awal kita ketemu, kamu belum cerita apa-apa ke kita."
Pernyataan itu membuat pergerakan Mustasna berhenti dan netranya jatuh ke dalam safirnya Mufid.
"Apa yang harus aku jelasin?," Tanyanya. Mustasna tersenyum pahit. "Kalo kalian nanya orang tua, Mustasna sendiri gak tau di mana mereka."
Mufid berhenti menyendokan makanannya ke dalam mulut. Suasana hening.
"Sama sekali gak tau keberadaannya?," Tanya Mamnu.
Mustasna menggeleng. "Bahkan tau mereka masih hidup aja enggak."
Al-Hiya yang menyadari perubahan suasana hati Mustasna membuat perempuan itu buru-buru mengalihkan topik pembicaraan.
"Gimana kalo kamu nikah aja sama Mufid?"
Dari sekian banyaknya topik yang bisa dibicarakan, kenapa Al-Hiya memilih topik tersebut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Khobar Muqoddam
EspiritualMustasna Nida Isyaroh. Bagaimana kesan kalian pertama kali mendengar nama itu? Jika orang lain beranggapan cewek itu merupakan sosok yang taat dalam agamanya, kalian salah besar. Karena kenyataannya justru perempuan itu selalu melanggar syariat-Nya...